Cari Blog Ini

Rabu, 17 Agustus 2016

MODIFIKASI PERILAKU Pada Perilaku Adiksi Rokok dan Vaporizer



MODIFIKASI PERILAKU
Pada Perilaku Adiksi Rokok dan Vaporizer







Disusun oleh  :
Farid Hikmatullah       (12512773)
M. Rieva N. B.            (14512820)
Rikzan Akbar              (16512384)






FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016




1.             Identitas Subjek

Nama (Inisial)    : H. A. R.
TTL                    : Jakarta, 07 November 1994
Usia                   : 21
Suku                  : Jawa
Anak ke             : 2 dari 2 bersaudara
Pendidikan        : SMA
Status                 : Lajang
Pekerjaan           : Mahasiswa
Hobi                   : drifting, main musik, menyanyi

2.             Tabel Observasi Wawancara
No.
Hari dan tanggal
Keterangan
1.       
Minggu, 03 April 2016
Membuat janji dengan subjek
2.       
Senin, 04 April 2016
Wawancara dan observasi subjek
3.       
Senin, 04 April 2016
Wawancara teman dekat subjek

3.             Observasi
Observasi dilakukan pada hari Senin, 04 April 2016 pukul 12.00 WIB pada saat sebelum sesi wawancara dan sesudah wawancara. Pada saat sebelum wawancara, observasi dilakukan kurang lebih 45 menit. Observasi dilakukan di kantin teknik UI tepatnya di smoking area kantin. Suasana kantin pada saat observasi sangat ramai karena tepat pada jam makan siang mahasiswa.
Di smoking area yang berukuran kurang lebih 3 x 3 meter, diisi oleh 10-12 mahasiswa yang sedang makan ataupun bersantai sambil merokok. Subjek pada saat itu sedang mengerjakan skripsi sambil meminum segelas es teh dan mulai membakar rokok pertama. Tidak lama kemudian datang satu orang teman subjek dan saling mengobrol hingga rokok pertama subjek habis. Saat membakar rokok kedua, subjek menawarkan rokok pada temannya dan temannya ikut merokok.Sudah 2 batang rokok yang dihabiskan subjek dalam jangka waktu yang cukup dekat.
Sekitar 15 menit kemudian teman subjek yang lain datang. Teman kedua ini membawa rokok sendiri dan mulai membakar rokoknya. Setelah rokok kedua subjek sudah habis, subjek tidak langsung membakar rokok tetapi dia menghabiskan minumannya terlebih dahulu dan mengobrol sambil melanjutkan mengerjakan skripsinya. Subjek kemudian terlihat frustasi dengan tugasnya, terlihat dari dia memukul meja dan kata-kata yang dikeluarkan seperti damn, shit, dll.
Subjek kemudian mematikan laptopnya dan membakar rokok ketiga. Subjek sempat menawarkan rokok pada temannya namun temannya menolak untuk merokok lagi. Saat merokok, subjek terdengar bernyanyi disela-sela obrolan. Subjek terdengar protes dengan kondisi yang agak berangin karena membuat rokoknya cepat habis. Sesaat rokoknya habis subjek membakar rokok keempat sekaligus rokok terakhirnya karena terlihat dibungkusnya sudah kosong. Pada saat rokok terakhir belum habis, teman dari observer datang untuk melakukan wawancara dan subjek membuang rokoknya yang masih ada setengah.
Pada saat observasi setelah wawancara, subjek tidak merokok karena stok rokoknya sudah habis. Subjek berkeliling kantin untuk mencari temannya untuk meminta sebatang rokok namun tidak ada yang dia kenal pada saat itu. Subjek akhirnya menemani observer makan siang. Pada saat makan siang, subjek seperti gelisah dan tidak fokus, terlihat dari subjek yang mengoyang-goyangkan kaki saat bicara, melamun, dan sering salah ucap. Pada saat observer pamit, subjek juga pamit namun ketika meninggalkan meja subjek tidak sadar jika handphone nya tertinggal diatas meja padahal letaknya tepat dihadapan subjek. Pada pukul 14.00 WIB observasi selesai.





4.             Anamnesa
3.        Auto anamnesa
Subjek yang kami wawancara ada seorang mahasiswa teknik mesin UI semester 8. Subjek merupakan seorang perokok aktif dan juga pengguna vaporizer. Dari hasil wawancara subjek, terdapat pernyataan dari subjek bahwa awal mula mengkonsumsi rokok akibat dari pergaulan. Subjek baru mengkonsumsi rokok ketika dia duduk di semester 3 saat kuliah. Sebelumnya subjek sama sekali tidak merokok. Subjek mengatakan bahwa dia mencoba rokok karena merasa tertekan dengan tugas-tugas lalu temannya menawarkan rokok sebagai penghilang stress.
Subjek saat pertama kali mencoba untuk merokok merasakan sugesti bahwa rokok dapat meredakan tekanan-tekanan yang dirasakannya. Mula-mula subjek hanya mengkonsumsi 4-5 batang rokok per hari, namun subjek akhirnya mampu menghabiskan sampai 2 bungkus rokok dalam satu hari. Subjek pun mulai merasakan gangguan pada fisik seperti mudah lelah saat berjalan, namun tidak ada pernyataan dari subjek keinginan untuk berhenti.
Subjek lalu melihat iklan tentang vaporizer dan temannya ada yang mengkonsumsi vaporizer. Saat itu vaporizer masih menjadi barang yang belum terlalu dikenal. Subjek mengatakan bahwa vaporizer memiliki rasa yang lebih enak. Selain itu, vaporizer juga mengandung nikotin, zat yang dicari subjek untuk meredakan stressnya. Menurut subjek, vaporizer lebih enak dan tidak bau jadi bisa digunakan di kamar. Subjek merasa kondisi fisiknya lebih prima semenjak beralih dari rokok ke vaporizer. Subjek mengatakan sudah mulai kuat jogging 30-60 menit, tetapi subjek merasa kepala lebih berat. Selain itu subjek merasa pengeluarannya jadi lebih besar karena sanggup menghabiskan biaya hingga 200.000 per minggu dan diantara teman-temannya subjek yang paling irit dalam pengeluaran untuk vapor.
Orang tua subjek khawatir dengan penggunaan vapor karena alat tersebut masih awam. Orang tua subjek khawatir dengan keamanan alatnya, dengan kandungan zat-zatnya. Karena dorongan dari orang tua dan menghabiskan lebih banyak biaya, subjek akhirnya kembali menggunakan rokok konvensional. Subjek saat ini mengatakan dia tidak bisa lepas dari rokok karena sedang menghadapi skripsi namun subjek mengaku sudah tidak menghabiskan 2 bungkus per hari melainkan 1 bungkus per hari.
Subjek mengatakan bahwa vapor lebih bagus untuk paru-paru daripada rokok biasa, namun vapor membutuhkan perawatan khusus yang tidak semua orang paham. Subjek mengatakan bahwa ada kasus yang vapornya meledak sehingga melukai penggunanya secara serius. Dari segi efek, subjek mengatakan jika menggunakan vapor, konsumsi jadi tidak terkontrol karena rasa yang manis membuat kita ingin lagi. Hal ini mengakibatkan jumlah nikotin yang masuk ke tubuh tidak terkontrol, berbeda dengan rokok yang bisa dikontrol. Subjek mengatakan jika sudah mengkonsumsi 10 batang rokok dalam waktu dekat ada keinginan untuk istirahat sebentar.
Subjek menggunakan vaporizer selama 1 tahun lebih dan faktor yang menyebabkan subjek menjadi ketagihan dengan vaporizer karena anti-mainstream, rasa lebih enak, tidak bau sehingga orang-orang disekitar lebih menyukai asap dari vapor. Namun efek samping yng ditimbulkan pengeluaran membengkak dan konsumsi tidak terkontrol. Subjek mengatakan rata-rata orang menghabiskan vapor 30ml dalam 1 minggu, namun dia bisa menghabiskan dalam 2 hari.
Subjek mengatakan jika dalam sehari dia tidak mengkonsumsi rokok, ada perasaan gelisah, adrenalin meningkat, rasa tidak nyaman pada mulut dan craving untuk mengkonsumsi nikotin. Subjek sering merasa craving pada saat bangun tidur dan mau tidur. Subjek ketika craving namun tidak punya rokok atau uang untuk membeli rokok, maka subjek akan mencari orang untuk meminta rokok.
Tanggapan orang-orang terdekat subjek seperti teman-teman nongkrongnya beberapa meragukan sikap subjek yang beralih dari rokok biasa ke vaporizer. Tanggapan pacar subjek lebih mendukung subjek beralih ke vaporizer, padahal pacar subjek kuliah kedokteran. Menurut subjek sikap positif pacarnya itu dikarenakan kakak dari pacar subjek juga pengguna vaporizer.
Subjek mengatakan bahwa dirinya terikat dengan rokok, baik dalam keadaan stress maupun santai. Subjek tidak merokok hanya ketika sedang berduaan dengan lawan jenis, karena menurut subjek untuk menjaga kesopanan. Subjek juga mengkonsumsi rokok setelah habis berolahraga, terutama setelah renang. Sikap subjek yang mengkonsumsi vaporizer saat berlebihan tidak diketahui oleh orang tuanya, tetapi pacar subjek mengetahui hal tersebut dan menegur subjek.
Subjek saat ini sudah beralih kembali ke rokok konvensional karena faktor ekonomi. Saat masih menggunakan vaporizer, saat bangun tidur hal yang dicari adalah handphone dan vaporizer tetapi karena sudah beralih ke rokok biasa subjek hanya mencari handphone karena dirumah dia tidak bisa merokok.Biaya yang dihabiskan subjek dalam seminggu untuk membeli rokok bisa sampai 100.000. Saat keadaan sakit subjek biasanya tidak merokok tetapi jika hanya sakit ringan seperti sakit tenggorokan subjek tetap mengkonsumsi rokok.
Batas waktu terlama subjek tidak mengkonsumsi rokok hanya 2 hari ketika sedang berada dirumah saat akhir pekan. Subjek mengetahui kandungan dan komposisi vaporizer, subjek juga mengaku mampu membuat cairan vapor sendiri. Subjek sempat khawatir dengan efek samping menggunakan vapor namun karena sudah ketergantungan jadi subjek tetap mengkonsumsi vaporizer. Meskipun subjek seorang perokok tetapi subjek kurang setuju apabila ada wanita yang menjadi perokok. Tempat-tempat subjek mengkonsumsi rokok dan vapor saat dikampus antara lain di kantin yang ada ruangan merokoknya dan lorong-lorong kampus apabila sudah tidak ada dosen.
Untuk menutupi kebutuhan adiksinya subjek hanya mengandalkan uang saku dari orang tua. Subjek juga mengetahui komunitas-komunitas yang menjadi wadah para pengguna vaporizer. Subjek juga merupakan anggota komunitas vaporizer berdasarkan toko langganan subjek membeli vapor. Menurut subjek perlu dibuat regulasi tentang vaporizer agar masyarakat tidak ragu atau takut dengan vaporizer. Subjek pun memiliki keinginan untuk mengurangi konsumsi rokok dan vaporizer karena untuk mempersiapkan dunia kerja. Subjek mengatakan bahwa vaporizer mudah disalahgunakan dengan cara dicampur zat-zat narkoba seperti yang teman subjek lakukan dengan cara mencampur ekstrak ganja dengan vaporizer. Efek samping yang sering dirasakan oleh subjek saat mengkonsumsi vaporizer secara berlebihan antara lain dehidrasi, pusing, dan badan merasa berat.

4.        Allo anamnesa
Significant other subjek yang diwawancara merupakan teman dekat subjek. SO sudah mengenal subjek sejak SMA. Menurut pernyataan SO, subjek dulu sama sekali bukan perokok saat SMA. Subjek dulu terlihat seperti anti rokok karena ayah subjek bukan seorang perokok.
SO subjek juga seorang perokok bahkan lebih dahulu menjadi perokok sebelum subjek. Menurut SO, subjek baru baru merokok saat duduk di bangku kuliah. SO sering menawarkan rokok pada subjek tetapi sering ditolak, namun subjek menjadi perokok saat semester 3. SO sempat kaget dengan perubahan subjek yang menjadi seorang perokok dan hal ini ditanggapi positif. SO mengatakan subjek menjadi perokok akibat stress tugas dan pergaulan anak teknik yang rata-rata perokok.
SO mengatakan bahwa subjek mengkonsumsi vaporizer saat semester 5 atau 6. SO awalnya tidak mengenali alat vaporizer yang dibawa subjek. Ketika subjek beralih ke vaporizer, SO tidak terlalu khawatir tentang peralihan subjek. SO pun sering ikut mencoba vaporizer milik subjek. Menurut SO, vaporizer lebih enak dibandingkan rokok biasa. Subjek pun selalu merokok saat sedang bersantai atau main dengan teman-teman. SO mengatakan bahwa subjek merasa lebih lemah staminanya saat berolahraga. SO mengatakan subjek sering meminta rokok apabila sedang jenuh dengan vaporizer.
SO tidak begitu mengetahui efek yang ditimbulkan oleh vaporizer dibandingkan dengan rokok, tetapi SO mengatakan pasti ada efek tertentu untuk tubuh. Menurut SO, tidak ada perubahan sikap dari subjek setelah menjadi perokok dan pengguna vaporizer hanya saja pergaulan subjek terlihat lebih mahal. SO mengkonfirmasi bahwa subjek menghabiskan rokok hingga 2 bungkus dan menghabiskan vaporizer hanya 3 hari satu botol.


5.             Pembahasan
Adiksi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan zat-zat adiktif secara berlebihan yang dikarakteristikan dengan memiliki banyak symptomps, tolerance, withdrawal, penggunaan zat yang melebihi keinginan, selalu gagal untuk berhenti, memiliki masalah fisik atau psikologis, dan mengalami masalah dalam beraktivitas (Kring, Johnson, Davison, & Neale, 2012).
Gathel menyatakan bahwa salah satu faktor resiko yang menyebabkan seorang remaja merokok adalah media massa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piece bahwa iklan rokok yang menggambarkan kegiatan merokok sebagai salah satu lambang kedewasaan bagi kaum muda telah mendorong orang muda untuk lebih awal merokok. Beberapa studi pun menyimpulkan bahwa iklan tembakau meningkatkan konsumsi melalui beberapa cara: menciptakan lingkungan dimana penggunaan tembakau dilihat sebagai sesuatu yang positif dan biasa, mengurangi motivasi perokok untuk berhenti merokok, tidak mendorong terjadinya diskusi terbuka tentang bahaya penggunaan tembakau karena adanya kepentingan pemasukan dari iklan, dan yang paling utama adalah mendorong anak-anak dan remaja untuk mencoba merokok (Ria, Eti & Nurjanah, 2012).
Dari hasil observasi dan wawancara dengan subjek, ada indikasi bahwa subjek dikatakan mengalami ketergantugan dan penyalahgunaan zat berdasarkan kriteria adiksi dalam DSM IV-TR. Subjek mengkonsumsi rokok sejak duduk dibangku kuliah semester 3 dan sekarang sudah semester 8 yang berarti sudah hampir 3 tahun subjek mengkonsumsi rokok secara rutin dan mengkonsumi vaporizer 1 tahun lebih. Menurut DSM IV, substance use disorder terbagi menjadi substance abuse & substance dependence.
Substance abuse merupakan bentuk penggunaan zat adiktif yang maladaptif dan berujung kepada kerusakan atau stress yang dimanifestasikan oleh 1 atau lebih gejala tertentu dalam 12 bulan. Subjek yang sudah mengkonsumsi rokok dan vaporizer lebih dari 1 tahun menunjukkan gejala bahwa subjek akan tetap mengkonsumsi salah satu zat tersebut bahkan pada saat sakit. Gejala ini merupakan salah satu manifestasi dari DSM IV yaitu penggunaan berulang meskipun dalam keadaan yang membahayakan secara fisik.
Substance dependence merupakan ketergantungan terhadap zat adiktif yang ditandai dengan gejala toleran, withdrawal, penggunaan dosis yang besar untuk jangka waktu yang lama dan sulit untuk mengontrol penggunaan zat. Gejala-gejala tersebut harus ada minimal 3 atau lebih dan muncul setidaknya dalam 12 bulan penggunaan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek memiliki semua gejala yang ada pada substance dependence. Subjek mengaku bahwa merasa kesulitan untuk mengontrol konsumsi rokok terlebih lagi vaporizer. Subjek juga tidak mampu puasa merokok lebih dari seminggu. Hal ini merupakan manisfstasi dari gagalnya kemampuan subjek untuk menekan keinginan untuk mengkonsumsi rokok.
Gejala toleran juga ada di dalam hasil wawancara. Subjek awalnya hanya mengkonsumsi paling banyak 5 batang rokok per hari tetapi subjek pernah mengkonsumsi hingga 2 bungkus per hari meskipun saat ini sudah berkuang menjadi sebungkus per hari. Gejala withdrawal juga ada dalam diri subjek, terbukti dari hasil wawancara subjek mengaku akan merasa gelisah dan ada rasa tidak nyaman pada mulut jika seharian tidak merokok. Subjek juga beralih dari rokok ke vaporizer untuk mendapatkan efek nikotin yang sama. Peralihan zat lain untuk mendapatkan efek yang sama juga merupakan bentuk withdrawal.
Subjek juga mengkonsumsi rokok dan vaporizer dengan dosis yang diatas rata-rata. Subjek mengaku dapat menghabiskan 2 bungkus rokok dan 30ml liquid vaporizer dalam 2 hari dimana hal tersebut diakui subjek sudah diluar batas wajar. Subjek pun mengaku jika sedang mengkonsumsi vaporizer dia tidak bisa menentukan kapan harus berhenti. Hal ini merupakan bukti bahwa subjek mengkonsumsi zat dalam dosis besar dan dalam jangka waktu yang lama.
Dari gejala-gejala yang ada pada subjek, maka diindikasikan subjek mengalami ketergantungan dan penyalahgunaan zat terhadap rokok dan vaporizer. Jika dilihat dari hasil wawancara, subjek menjadi seorang pecandu rokok diawali dari ajakan teman-temannya dan subjek mengaku saat itu sedang banyak tekanan. Subjek menjadikan rokok sebagai alternatif untuk meringankan stress yang dialaminya. Jadi penyebab utama subjek menjadi seorang perokok merupakan akibat dari stress yang sering dirasakan subjek.

Dalam hal ini, subjek yang pada awalnya mengalami kecanduan diakibatkan ada tekanan dari luar yang membuat subjek merasa stress dan membutuhkan treatment yang membuat subjek mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan.
Ada beberapa treatment yang dapat membantu seseorang mengurangi perilaku ketergantungan terhadap merokok, diantaranya:
CBT (cognitive behaviour therapy) karena diperlukan perubahan pola pikir pada subjek dalam menyikapi keadaan dirinya yang mengalami ketergantungan dengan cara belajar untuk berkata tidak dan mengarahkan stress yang dialami subjek kearah yang lebih positif dan dengan diikuti latihan ketahanan peer pressure. Seperti yang kita ketahui bahwa ketika melihat seseorang yang sudah kecanduan khususnya dalam hal merokok sangat untuk melepaskan diri dari hal tersebut, maka dibutuhkan beberapa treatment yang harus diawali pada adanya kesadaran terhadap diri sendiri bahwa dirinya ingin berhenti merokok.
Treatment peer pressure ini diberikan karena lingkungan mayoritas subjek seorang perokok aktif. Pelatihan katahanan ini bertujuan untuk melatih mental subjek untuk berkata tidak ketika sedang ditawari rokok. Sebelum itu, subjek diberikan pemahaman baru tetang rokok seperti rokok banyak biaya, pemahaman terhadap efek-efek yang dialami dalam jangka pendek dan panjang, memberikan alternatif penghilang stress seperti berolahraga.
Treatment selanjutnya yaitu dengan pemberian punishment yang mengarah kepada extinction. Dengan cara pemberian jadwal merokok. Strategi ini adalah untuk mengurangi asupan nikotin secara bertahap selama beberapa minggu dengan mendapatkan persetujuan bahwa perokok setuju untuk meningkatkan waktu antara rokok. Misalnya, selama minggu pertama pengobatan, perokok yang tadinya satu bungkus sehari akan dimasukkan pada jadwal yang memungkinkan hanya 10 batang per hari; pada minggu kedua, hanya 5 batang rokok sehari yang akan diizinkan dan pada minggu ketiga, orang tersebut akan menuju pada tahap dimana ia tidak mendapatkan rokok lagi. Dengan cara ini, perilaku merokok seseorang dikendalikan oleh berlalunya waktu bukan oleh dorongan, suasana mood, atau situasi.
Terakhir, subjek disarankan untuk lebih memilih lingkungan yang sifatnya positif bagi dirinya seperti berkumpul dengan orang-orang yang tidak merokok. Karena menurut penelitian 70% seorang akan berhenti merokok apabila orang-orang terdekatnya berhenti merokok.

6.             Kesimpulan
Untuk memodifikasi perilaku tentuk subjek harus lebih dahulu sadar kalau ia mengalami ketergantungan dan menginginkan dirinya untuk berhenti terhadap penggunaan rokok maka terapis dapat memilih metode seperti CBT dan peer pressure.
CBT yang dimaksud disini yaitu merubah mindset subjek terhadap rokok dan mengarahkan stress yang dialami subjek kedalam hal hal yang lebih positif misalnya saja berolahraga.Sedangkan peer pressure yaitu membuat subjek berada pada satu kelompok dengan perokok aktif dan melatih mental subjek untuk berkata tidak ketika sedang ditawari rokok.
Selanjutnya peran keluarga dan orang-orang terdekat dalam memberikan reinforcement yang negatif yang berujung pada extinction.
Terapi CBT sebenarnya tidak akan efektif jika subjek sebenarnya tidak mau memahami bahwa dirinya ketergantungan dan menginginkan dirinya untuk berhenti dan tidak diikuti dengan terapi lainnya. Namun, terapi CBT akan sangat efektif jika diiringi oleh treatment peer pressure, smoking schedule dan peran keluarga dalam mengurangi ketergantungan.







Daftar Pustaka

Kring, A. M., Johnson, S. L., Davison, G. C., & Neale, J. M. (2012). Abnormal Psychology 12th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Pradania, R., Rimawati, E., & Nurjanah. (2012). Adiksi rokok mild/light pada mahasiswa. Jurnal Visikes, Vol 11. No.2.
Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorders IV-TR. (2012). Fourth edition: American Psychiatric Association.




APLIKASI PSIKOLOGI KOGNITIF SAINS DALAM IT “Aplikasi CAI pada SMKN 41 Jakarta”



MAKALAH MATA KULIAH APLIKASI PSIKOLOGI KOGNITIF SAINS DALAM IT
Aplikasi CAI pada SMKN 41 Jakarta





DISUSUN OLEH:
1.      Asma Amalia K                            (11512211)
2.      Bening Koesuma A                      (18512375)
3.      Farid Hikmatullah                        (12512773)
4.      Mia Nursuciana                            (14512563)
5.      Muhammad Rieva N. B               (14512820)
6.      Rikzan Akbar                               (16512384)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016


BAB I
A.    Latar Belakang
Penggunaan Teknologi Informasi dalam dunia pendidikan tidak dapat di hindari lagi. Salah satu aplikasi teknologi informasi adalah internet, komputer yang terakses ke internet pada awal dekade 90-an menjadi sumber belajar atau pengetahuan dan sangat mudah untuk diperoleh. Penggunaan multimedia dalam pendidikan memang menjanjikan begitu banyak manfaat bagi kedua belah pihak yaitu bagi pengajar sebagai yang bertugas membelajarkan atau memfasilitasi belajar maupun bagi siswa yang harus belajar. Dengan memanfaatkan multimedia, diharapkan mampu menghasilkan proses pembelajaran yang tepat bagi siswa, karena siswa benar-benar termotivasi untuk belajar. Dengan adanya multimedia berbagai model pembelajaran dapat diwujudkan.
Suatu program multimedia yang baik akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, sesuatu hal yang sangat sulit dilakukan dengan cara-cara tradisional. Menurut Sudjana (2001), Kemajuan teknologi multimedia baru semakin  cepat dan bersamaan dengan meningkatkan tekanan untuk mengurangi biaya pendidikan, telah mengakibatkan meningkatnya permintaan untuk penggunaan teknologi pendidikan.
Pembelajaran Berbantuan Komputer atau sering disebut dengan istilah CAI (Computer Assisted Instruction) terkait langsung dengan pemanfaatan komputer dalam kegiatan pembelajaran didalam dan diluar kelas, baik secara individu maupun secara kelompok. CAI (Computer Assisted Instruction ) dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang menempatkan komputer dalam peran guru, dimana siswa berinteraksi secara langsung dengan komputer dan kontrol sepenuhnya ditangan siswa sehingga memungkinkan siswa belajar sesuai kemampuan dan memilih materi (pembelajaran) sesuai kebutuhannya (Wihardjo, 2007).
Pemanfaatan komputer untuk pendidikan yang dikenal sering dinamakan pengajaran dengan bantuan komputer CAI ( yang dikembangkan dalam beberapa bentuk metode, antara lain drills and practice, tutorial, simulasi, permainan/ games, dan discovery, (Arsyad, 2006).
Penerapan CAI sekarang sudah umum digunakan di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga SMA. Pemanfaatan CAI dalam proses belajar mengajar disekolah biasanya hanya digunakan sebagai alat bantu mengajar oleh guru. Biasanya para guru menggunakan komputer sebagai alat bantu mengajar mereka dengan aplikasi mindtools, seperti Powerpoint. Tidak semua sekolah memiliki aplikasi pendukung CAI yang khusus dibuat untuk setiap mata pelajaran karena sekolah hanya memberikan kesempatan bagi siswa menggunakan komputer terbatas hanya saat pelajaran TIK.
Sekolah yang menjadi contoh dalam penerapan CAI yang kami kunjungi ada SMKN 41 Jakarta. SMK 41 Jakarta berdiri sejak tahun 1981 dengan nama SMEA 23 Jakarta. Pada tahun 1997 berganti nama dengan SMK 41 Jakarta dengan jurusan Tata Buku, Tata Usaha dan Tata Niaga. Pada tahun 2006, dibuka prodi baru yaitu Multimedia, dan pada tahun 2009 terjadi pengelompokan jurusan menjadi Bisnis dan Manajemen serta Teknologi Informasi dan Komunikasi.
SMK 41 Jakarta memiliki jurusan multimedia yang sehari-harinya menggunakan komputer untuk kegiatan belajar mengajar. Jurusan Multimedia di SMK 41 Jakarta sudah banyak menorehkan prestasi baik nasional maupun internasional. Hal ini merupakan bukti komitmen sekolah dalam mewujudkan visi menjadi sekolah yang kompeten dan berkualitas unggul.
Meskipun jurusan multimedia banyak menggunakan komputer dalam proses belajar mengajar, aplikasi yang digunakan merupakan aplikasi profesional seperti Adobe, 3Dmax, dan aplikasi pengolah grafis lain. SMK 41 baru saja mengembangkan metode belajar jarak jauh seperti virtual class dengan bantuan aplikasi berbasis web yaitu E-learning. Penggunaan E-learning belum diuji coba ke siswa karena aplikasi ini masih dalam tahap pengembangan.


B.    Visi dan Misi Sekolah
1.             Visi
Menjadi SMK berkualitas unggul yang menghasilkan tamatan yang berakhlak mulia, kompeten, dan berkarakter Bangsa.
2.             Misi
a.       Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik;
b.      Membekali peserta didik dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
c.       Meningkatkan kualitas pembelajaran yang mendorong peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pelanggan;
d.      Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif untuk mendukung proses pembelajaran;
e.       Menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran untuk mencapai hasil yang optimal;
f.       Menumbuhkan mental wirausaha peserta didik.













BAB II
1.        Tutorial
A.  Definisi
Menurut Susilana dan Riyana (2009), tutorial adalah pembelajaran melalui komputer dimana siswa dikondisikan untuk mengikuti alur permbelajaran yang sudah terprogram dengan penyajian materi dan soal.
Paryanta (2015) mengartikan CAI berbasis tutorial adalah metode  CAI yang menyajikan informasi atau konsep baru melalui monitor dan siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi          dengan informasi atau konsep baru tersebut.
Doering & Veletsianos (2009) mendefinisikan tutorial sebagai keseluruhan dari urutan instruksi pada suatu topik yang serupa dengan instruksi yang diberikan guru di kelas.
Dari definisi beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan metode tutorial ada metode pembelajaran yang menyajikan informasi baru dengan urutan instruksi layaknya guru/tutor.
B.     Tujuan
Pada umumnya CAI bertujuan untuk mempermudah kegiatan belajar mengajar. CAI tutorial memiliki tujuan untuk menyalurkan informasi dari komputer ke pengguna komputer secara langsung.

C.  Manfaat
Manfaat penerapan CAI pada metode belajar mengajar antara lain   :
a.    Pengguna dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya sendiri
b.    Pengguna dapat memilih materi apa saja yang disukai untuk dipelajari
c.    Menstimulasi pancaindera pengguna untuk memudahkan pemahaman materi
d.   Dapat meningkatkan gairah belajar dibandingkan dengan suasan di dalam kelas.

D.  Kelebihan
     Menurut Iskak & Yustinah dalam bukunya menjelaskan bahwa terdapat kelebihan pada software tutorial, antara lain :
Merupakan alat peraga yang dapat memperagakan percobaan tanpa adanya resiko.
E.   Kekurangan
Doering & Veletsianos (2009) dalam bukunya menjelaskan bahwa terdapat beberapa limitasi pada software tutorial, antara lain   :
a.    Aplikasi tutorial memberikan informasi secara langsung dibandingkan memberikan kesempatan bagi siswa untuk menghasilkan pengetahuan mereka sendiri melalui proses tugas langsung.
b.    Aplikasi tutorial masih sedikit yang memiliki kualitas bagus.
c.    Aplikasi tutorial terkadang memiliki cara penyampaian informasi yang berbeda dan diluar harapan guru.
F.   Bentuk
Aplikasi CAI berbasis tutorial terbagi menjadi dua jenis. Alessi & Trollip ( dalam Doering & Veletsianos, 2009) membagi tutorial menjadi :

a.    Linear tutorial
Linear tutorial adalah bentuk tutorial sederhana yang memberikan instruksi, penjelasan, pelatihan, dan umpan balik yang sama terhadap seluruh pengguna tanpa melihat perbedaan performansi setiap pengguna.

b.    Branching tutorial
Branching tutorial memiliki jalur-jalur yang menjadi penentu instruksi selanjutnya untuk pengguna. Jalur-jalur ini bekerja terhadap respon jawaban yang diberikan oleh pengguna sesuai dengan kemampuannya, sehingga ada perbedaan urutan instruksi pada setiap individu.
2.    HCI
A.  Definisi
Human computer interaction atau HCI adalah disiplin ilmu yang mancakup permasalahan seputar desain, evaluasi, dan implementasi interaksi sistem komputer untuk digunakan manusia dengan mempelajari fenomena yang banyak ditemui disekitar kita. (Parmar, 2002).
Menurut Karay et. al. (2008) HCI merupakan suatu desain interaksi yang menciptakan kecocokan antara pengguna, mesin, dan layanan dalam rangka mencapai kinerja yang berkualitas dan optimal.
Sedangkan Caroll (2002) mendefinisikan HCI sebagai suatu pelajaran dan praktik terhadap usability. HCI merupakan suatu pemahaman dan pembuatan perangkat lunak dan teknologi lain yang orang-orang akan mau menggunakan, bisa menggunakan, dan efektif saat digunakan.
B.   Tujuan
Tujuan dasar HCI adalah meningkatkan interaksi antara user dan komputer, dengan membuat komputer yang lebih user-friendly dan lebih mudah untuk digunakan.
C.  Struktur HCI
Struktur HCI dapat dibedakan dari jenis input dan output yang ada pada sistem konfigurasi. Menurut Karay (2008) terdapat 2 jenis struktur HCI yaitu:
a.    Unimodal HCI
Unimodal HCI merupakan bentuk HCI yang hanya memiliki satu jenis kanal input pada sebuah interface. Bentuk unimodal HCI terbagi menjadi 3 jenis :
1)   Visual-based
Interface dapat menangkap sinyal visual sebagai input yang akan dikenali lau diproses untuk menjadi output. Contoh penerapannya seperti pada sistem pengenalan wajah.

2)      Audio-based
Interface menangkap sinyal input berupa sinyal audio yang berasal dari frekuensi tertentu sehingga dapat dikenali. Contoh penerapannya seperti program pengenalan suara.
3)   Sensor-based
Interface menangkap sinyal input berdasarkan sentuhan fisik atau atribut lain yang dihubungkan dengan perangkat khusus. Penerapannya seperti mouse & keyboard.

b.    Multimodal HCI
Multimodal HCI merupakan struktur HCI yang memiliki lebih dari satu Unimodal yang dapat diproses secara bersamaan dalam suatu system. Penerapan multimodal sudah banyak terpasang pada smartphone seperti fitur air-gesture atau eye movement.

D.  Usability
Usability berarti bagaimana mengevaluasi suatu kegunaan HCI apakah sudah tepat guna atau belum (Kendall, 2015). Usability merupakan bagian dari usefulness yang tersusun dari :
a.    Mudah dipelajari
b.    Efisiensi penggunaan
c.    Mudah diingat
d.   Sedikit memiliki kesalahan
e.    Kepuasan subjektif




Untuk mencaritahu apakah suatu aplikasi sudah memenuhi kriteria usability maka diperlukan suatu uji coba dalam beberapa aspek. Aspek yang diuji adalah:
a.      Waktu pengerjaan tugas
Diukur seberapa banyak waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas dengan menggunakan aplikasi tertentu. Apakah lebih cepat/lambat.
b.      Akurasi
Sejauh mana pengguna membuat kesalahan dalam menggunakan aplikasi.
c.      Mengingat
Apakah penggun dapat mengingat kembali cara menggunakan aplikasi yang baru saja dipelajari.
d.     Respon emosi
Melihat perasaan pengguna saat menggunakan aplikasi tersebut.

















BAB III
A.                Tampilan Software
Software yang digunakan di SMKN 41 Jakarta sebagian besar berupa mindtools. Untuk aplikasi khusus yang di gunakan SMKN 41 adalah e-learning yaitu sistem pembelajaran yang di share antara guru dan murid, e-learning  tersebut seperti hanya virtual class. Dalam aplikasi e-learning tersebut terdapat latihan soal, modul, sampai dengan sistem penilaian. Siswa dapat mengakses e-learning dengan menggunakan laptop masing – masing dengan koneksi wifi yang tersedia di sekolah. e-learning tersebut dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Selain itu, adanya e-learning diharapkan agar siswa yang tidak hadir ke sekolah tetap mendapatkan  materi sehingga tidak ada alasan tidak mengetahui materi dan tugas.
Aplikasi e-learning tersebut baru dimulai pada tahun 2016, dimulai pada bulan Februari akan tetapi belum dirilis kepada para siswa. Karena para guru masih dala mengumpulkan materi ke database dan akan dirilis pada bulan juli mendatang. Karena program e-learning masih dalam tahap pengembangan kami tidak diperbolehkan melihat aplikasi tersebut, sehingga sebagai contoh aplikasi mindtools yang kami tampilkan adalah Microsoft Word.











BAB IV
A.    Analisis
Dari hasil wawancara terhadap guru dan siswa SMK 41 Jakarta tentang penggunaan CAI dalam proses belajar mengajar dapat diketahui bahwa CAI cukup mempermudah siswa dalam mengerjakan tugas. Aplikasi yang digunakan rutin seperti Microsoft Word , Power Point, blog dalam sehari sekitar dua sampai tiga jam dan hal ini berdampak kepada siswa yang mulai merasa jenuh. Hal tersebut dikarenakan siswa merasa aplikasi – aplikasi tersebut sangat mudah digunakan dalam mengerjakan tugas. Guru sebagai mentor juga menggunakan alat bantu komputer untuk mempermudah penyampaian informasi dan instruksi kepada siswa.
Kemudian, bentuk latihan yang selalu sama menjadi faktor kejenuhan siswa dalam menggunakan HCI. Jika kita tinjau usability dari software yang dipakai, maka sudah bisa dikatakan Microsoft Word memiliki usability. Dari usability testing, pada aspek kecepatan mengerjakan tugas siswa merasa sangat terbantu dengan menggunakan komputer, hal ini membuat tugas lebih cepat selesai. Tingkat kesalahan yang dilakukan siswa pun minim. Semua siswa dapat mempraktikan kembali materi-materi yang sudah diajarkan oleh guru. Namun siswa merasa jenuh karena hanya menggunakan satu software setiap pelajaran kejuruan.
Selain itu adanya inovasi terbaru dengan diciptakannya e-learning hal tersebut menambah kemudahan bagi para siswa dalam mengakses materi dan melakukan latihan soal. Selain dapat diakses kapan saja dan dimana saja, siswa dapat mengulang materi yang diajarkan disekolah jika siswa belum mengerti, lalu siswa tidak perlu takut ketinggalan materi dikarenakan ketidak hadiran siswa.



B.     Kesimpulan
Aplikasi CAI (Computer Assisted Instruction dan HCI (Human computer interaction) sangat dirasakan oleh siswa SMKN 41. Hal itu dikarenakan dalam proses pembelajaran siswa selalu berinteraksi dengan komputer, baik ketika materi diberikan sampai mengerjakan latihan soal. Menurut para siswa CAI dan HCI  mempermudah siswa dalam mengerjakan tugas. Akan tetapi, metode yang sama dalam pembelajran membuat para siswa jenuh


Daftar Pustaka

Arsyad, Azhar. (2006).Media Pembelajaran Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Doering, A. & Veletsianos, G. (2009). Teaching with instructional software. New Jersey: Pearson Education.
Iskak, A & Yustinah.(2008).Bahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga.
Paryanta, A. N. (2015). Pengembangan Alat Bantu Pembelajaran Sistem Saraf Pada Manusia Berbasis CAI (Computer Assisted Instruction) Dengan Model Tutorial. Indonesia journal of networking and security. Vol. 4, No. 4.
Sudjana, N. (2001 ). Media Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru Algensindo.
Susilana, R & Riyana, C. (2009). Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian. Bandung: CV. Wacana Prima.
Wihardjo, Edy. (2007).Pembelajaran Berbantuan Komputer, Universitas Jember, Jember.