Nama : Farid Hikmatullah ARTIKEL 3 PERTEMUAN 2
Kelas : 3PA01
Npm : 12512773
PERSON CENTERED THERAPY
Terapi person centered merupakan model terapi
berpusat pribadi yang dipelopori dan dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl
R. Rogers. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada
dasarnya manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan,
aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh
belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu
berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini
berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek terapi person
centered. Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah
konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang dikembangkan Rogers ini
mengalami beberapa perkembangan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan
konseling yang disebut non-directive counseling (1940). Pendekatan ini
sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang
terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling dan
terlalu tradisional. Pada 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client-centered
therapy sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang
menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada 1957
Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada
person (person centred therapy), yang memandang klien sebagai partner
dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien maupun terapis. Terapi
ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga
dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, terapi ini masih relevan untuk
dipelajari dan diterapkan.
Pendekatan terapi person centered menekankan pada
kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan
masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan
klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan
mencapai kebahagiaan atau mengarahkan individu tersebut menjadi orang yang
berfungsi sepenuhnya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut
konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,
dan hakekat kecemasan.
Terapi ini cocok untuk orang-orang dengan masalah psikologis
yang ada ketidakbahagiaan dalam dirinya, mereka biasanya akan mengalami masalah
emosional dalam hubungan dikehidupannya, sehingga menjadi orang yang tidak
berfungsi sepenuhnya. Contohnya orang-orang yang merasakan penolakan dan
pengucilan dari yang lain, pengasingan yakni orang yang tidak memperoleh
penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman
dan self (tidak kongruensi), mengalami kecemasan yang ditunjukkan
oleh ketidakkonsistenan mengenai konsep dirinya, defensive, dan berperilaku
yang salah penyesuaiannya.
Ciri-Ciri
Person-Centered Therapy
- Terapi berpusat pada person difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan lebih sempurna.
- Menekankan medan fenomenal klien. Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Klien tidak lagi menolak atau mendistorsi pengalaman-pengalaman sebagaimana adanya.
- Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoterapeutik terjadi karena hubungan terapis dan klien.
- Terapi ini tidak dilakukan dengan suatu sekumpulan teknik yang khusus. Tetapi pendekatan ini berfokus pada person sehingga terapis dan klien memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.
Teknik-Teknik
Person-Centered Therapy
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik,
sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan
penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana
klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang
sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator
aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang
positif. Dalam terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup
mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman,
menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan
diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi.
Untuk terapis person centered, kualitas hubungan terapi
jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan
tersebut sifat-sifat khas yang berikut;
- Menerima. Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
- Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
- Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
- Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
- Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.
Peranan
konselor dalam client-centered therapy
- Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseling tetapi dilakukan sendiri oleh klien.
- Arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
- Konselor menerima klien dengan sepenuhnya dalam keadaan apa adanya.
- Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Menurut
Carl Rogers, seorang konselor harus memiliki syarat, yaitu :
- Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.
- Memiliki sikap yang obyektif.
- Menghormati kemuliaan orang lain.
- Memahami diri sendiri.
- Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.
- Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.
Tahap-Tahap Person-Centered Therapy
Jika dilihat dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat
dua tahap, yaitu; Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik,
menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang substantif seperti empati,
kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif tanpa syarat. Tahap kedua adalah
tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas hubungan konseling dan
disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan
jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi dapat
dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu;
- klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
- saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
- pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
- klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya., dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.
Tujuan
Person-Centered Therapy
Pada terapi ini Rogers tidak mengkhususkan tujuan untuk satu
pemecahan masalah. Tapi untuk membantu klien dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan mereka, sehingga klien dapat lebih baik dalam memahami, menerima
serta mengatasi masalah mereka saat ini dan masa depan. Tidak ditetapkan tujuan
khusus dalam terapi ini, sebab terapis digambarkan memiliki kepercayaan penuh
pada klien untuk menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari dirinya
sendiri. Bagi Rogers pada dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan
iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang
utuh (fully functioning person), yaitu pribadi yang mampu memahami
kekurangan dan kelebihan dirinya. Tujuan dasar terapi ini kemudian
diklasifikasikan kedalam 4 konsep inti tujuan terapi, yaitu;
a. Keterbukaan
pada pengalaman
Klien
diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman
mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka
terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi
keberagaman makna dirinya.
b. Kepercayaan
pada organisme sendiri
Dalam
hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya
terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan
klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka
secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya
mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya
sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap
pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun
mulai timbul.
c. Tempat evaluasi
internal
Tujuan
ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar
tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan
dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk
menjadi satu proses.
Dalam
hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah
suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses
pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri
bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
Efektivitas
Person-Centered Therapy
Terapi person center bisa efektif apabila terjalin hubungan
yang baik antara terapis dan klien. Hubungan yang baik ini mengandung tiga
unsur penting yaitu penerimaan yang hangat, keselarasan dan kesejatian, serta
empati yang akurat. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari terapi ini, maka
perubahan kepribadian mengikuti model “jika-maka” yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu: syarat-syarat, proses, dan hasil. Jika syarat-syarat itu
dipenuhi, maka proses akan terjadi. Jika proses terjadi, maka hasil-hasilnya
pun akan muncul. Supaya terapi dapat berhasil, maka syarat-syarat berikut harus
dipenuhi, yaitu:
- Dua orang berada dalam hubungan psikologis
- Yang pertama, mereka yang disebut klien, berada dalam status tidak menentu, rapuh, dan cemas
- Orang kedua yang disebut terapis, berada dalam keadaan selaras atau terintegrassi dalam berhubungan
- Terapis mengalami unconditional positive regard atau merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap pasien
- Terapis memperlihatkan pemahaman yang akurat dan empatik terhadap kerangka acuan internal (internal frame of reference) klien dan berusaha mengkomunikasikan pemahamannya itu kepada pasien
- Terjadinya pengkomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat terapis kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.
Terapi ini dikatakan berhasil atau efektif untuk klien jika
klien dapat menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri sampai
tujuannya itu tercapai sehingga dapat menjadi manusia yang berfungsi penuh. Ada
beberapa kelebihan dari terapi ini, yaitu;
- Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis
- Identifikasi dan hubungan terapis sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian. Sehingga tidak menekankan pada teknik namun pada sikap terapi
- Menawarkan perspektif yang lebih uptodate dan optimis
- Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi, selain itu klien diberikan peluang yang lebih luas untuk mendengar dan didengar
- Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman
- Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok
Sedangkan
kekurangan
dari terapi adalah sebagai berikut;
- Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana dan dalam tujuannya, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu
- Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya, serta minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya
- Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal
- Terapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, orang bisa memiliki kesan bahwa terapi ini tidak lebih daripada teknik mendengar dan merefleksi.
- Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatologi yang parah
- Memungkinkan sebagian (terapis) menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga melupakan keasliannya. Terapis dapat kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
- Kesalahan sebagian besar terapis dalam menterjemahkan sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan terapeutik. Sejumlah praktisi terkadalang menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi person-centered.
DAFTAR
PUSTAKA:
Abidin, Zanial, 2002. Analisis
Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika
Aditama.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan
Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling
Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Palmer, Stephen. 2010. Pengantar
Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar