Nama : Farid Hikmatullah artikel 6
pertemuan 2
Kelas : 3PA01
NPM : 12512773
Konsep Dasar Client-Centered Therapy
Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan ini menolak adanya kecenderungan-kecenderungan
negative dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut
kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi.
Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia
tersosialisasi dan bergerak kemuka, berjuang untuk berfngsi penuh, serta
memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia
dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu
diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya. Konsep dasar
dari client-centered therapy adalah bahwa inidividu memiliki
kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies)
yang berfungsi satu sama lain dalam sebuah organisme.
Para terapis lebih terfokus pada
“potensi apa yang dapat dimanfaatkan”. Pendekatan ini difokuskan pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menyadari kenyataan secara penuh.
Klien, sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang
harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
Didalam terapi, terdapat dua kondisi
inti: congruence dan unconditional positive regard. Congruence
merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan menggiring
pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut. Unconditional
positive regard adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya,
di mana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan
lakukan. Model client-centered
menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang
terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti
perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client-centered berakar pada
kesanggupan klien untuk sadar dan membuat putusan-putusan.
Rogers mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu
pada pihak terapis(ketulusan, kehangatan, penerimaan yang nonposesif, dan
empati yang akurat) yang membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dan memadai
bagi keefektifan terapeutik pada klien. Terapi client-centerd memasukkan konsep
bahwa fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta
memusatkan perhatian pada pengalaman disini-dan-sekarang yang tercipta melalui
hubungan antara klien dan terapis.
Di samping itu , terdapat juga
sejumlah konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of
evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana
klien memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri. Locus of evaluation
merujuk dari sudut pandang mana klien menilai diri. Orang yang bermasalah akan
terlalu menilai diri mereka berdasar persepsi orang lain (eksternal). Experiencing,
adalah proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan
terbatas menjadi lebih terbuka.
Ada beberapa konsep-konsep kepribadian yang
dikemukakan Rogers, yaitu:
1. pengalaman, yakni alam
subjektif dari individual, di mana hanya indidivu spesifik yang benar-benar
memahami alam subjektif dirinya sendiri;
2. realitas, yaitu
persepsi individual terhadap lingkungan sekitarnya yang subjektif, di mana
perubahan terhadap persepsi akan memengaruhi pandangan individu terhadap
dirinya;
3. kecenderungan
individu untuk bereaksi sebagai keseluruhan yang beraturan (organized whole), di mana
individu cenderung bereaksi terhadap apa yang penting bagi mereka (skala
prioritas);
4. kecenderungan
individu untuk melakukan aktualisasi, di mana individu pada dasarnya
memiliki kecenderungan untuk menunjukkan potensi diri mereka, bahkan meskipun
apa yang mereka lakukan (dan pikirkan) irasional;
5. kerangka
acuan internal yakni bagaimana individu memandang dunia dengan cara unik mereka
sendiri;
6. self atau diri,
yakni bagaimana individu memandang secara keseluruhan hubungan aku (I)
dan diriku (me), dan bagaimana hubungan keduanya dengan
lingkungan;
7. simbolisasi,
di mana individu menjadi sadar dengan pengalamannya, dan simbolisasi itu
seringkali muncul secara konsisten dengan konsep diri;
8. penyesuaian
psikologis, di mana keberadaan congruence antara konsep diri dan
persepsi individu akan menjadikan individu dapat melakukan penyesuaian
psikologis (dan sebaliknya);
9. proses
penilaian organis, di mana individu membuat penilaian pribadi berdasarkan nilai
yang dianutnya; dan
10. orang yang berfungsi sepenuhnya, di
mana orang-orang seperti ini adalah mereka yang mampu merasakan pengalamannya,
terbuka terhadap pengalaman, dan tidak takut akan apa yang mereka sedang dan
mungkin alami.
Munculnya
Gangguan
Model humanistik
kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar
konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia
untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak
pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan
realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta
merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi
kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan
masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan
humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang
muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
Tujuan
Person-Centered Therapy
Pada terapi ini Rogers tidak mengkhususkan tujuan untuk satu
pemecahan masalah. Tapi untuk membantu klien dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan mereka, sehingga klien dapat lebih baik dalam memahami, menerima
serta mengatasi masalah mereka saat ini dan masa depan. Tidak ditetapkan tujuan
khusus dalam terapi ini, sebab terapis digambarkan memiliki kepercayaan penuh
pada klien untuk menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari dirinya
sendiri. Bagi Rogers pada dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan
iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang
utuh (fully functioning person), yaitu pribadi yang mampu memahami
kekurangan dan kelebihan dirinya. Tujuan dasar terapi ini kemudian
diklasifikasikan kedalam 4 konsep inti tujuan terapi, yaitu;
a. Keterbukaan
pada pengalaman
Klien
diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman
mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka
terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi
keberagaman makna dirinya.
b. Kepercayaan
pada organisme sendiri
Dalam
hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya
terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan
klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka
secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya
mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya
sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap
pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun
mulai timbul.
c. Tempat evaluasi
internal
Tujuan
ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar
tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan
dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d. Kesediaan untuk
menjadi satu proses.
Dalam
hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah
suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses
pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri
bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
Peranan
konselor dalam client-centered therapy
- Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseling tetapi dilakukan sendiri oleh klien.
- Arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
- Konselor menerima klien dengan sepenuhnya dalam keadaan apa adanya.
- Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Menurut
Carl Rogers, seorang konselor harus memiliki syarat, yaitu :
- Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.
- Memiliki sikap yang obyektif.
- Menghormati kemuliaan orang lain.
- Memahami diri sendiri.
- Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.
- Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.
Tahap-Tahap Person-Centered Therapy
Jika dilihat dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat
dua tahap, yaitu; Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik,
menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang substantif seperti empati,
kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif tanpa syarat. Tahap kedua adalah
tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas hubungan konseling dan
disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan
jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi dapat
dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu;
- klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
- saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
- pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
- klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya., dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.
DAFTAR
PUSTAKA:
Abidin, Zanial, 2002. Analisis
Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika
Aditama.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan
Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling
Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Palmer, Stephen. 2010. Pengantar
Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar