Cari Blog Ini
Sabtu, 03 November 2012
kekerasan anak dari sudut pandang psikologi
Universitas
Gunadarma
Fakultas
Psikologi
Kasus Kekerasan Anak Dari Sudut
Pandang Psikologi
NAMA : Farid Hikmatullah
NPM : 12512773
JURUSAN : Psikologi
TUGAS : TUGAS INDIVIDU ANALIS KASUS KEKERASAN ANAK DARI SUDUT PANDANG PSIKOLOGI
Jakarta
2012
Kata
pengantar
Makalah
ini disusun dengan menggunakan beberapa buku referensi buku psikologi,dengan
demikian diharapkan isi dari makalah ini dapat membantu masyarakat khususnya
mahasiswa Gunadarma untuk lebih menambah pengetahuan tentang suatu topik dalam
bidang kajian psikologi.
Dan
tentunya bertujuan untuk memberikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat
mempelajari psikologi,tidak terbatas hanya pada mahasiswa fakultas psikologi
saja.
Dan
oleh karena itu kami membutuhkan segala saran dan masukan agar makalah ini
dapat di jadikan pedoman untuk mahasiswa yang lebih baik dan juga teriring
ucapan terima kasih.
Jakarta, November
2012
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar........................................................................2
Daftar isi.................................................................................3
Abstraksi................................................................................4
Bab 1
Latar belakang
masalah..........................................................5
Pertanyaan penelitian
psikologi.............................................7
Tujuan
...................................................................................7
Manfaat.................................................................................7
Bab 2
Pembahasan..........................................................................8
Post traumatis stress
disorder...............................................8
Depresi.................................................................................9
Dinamika kekerasan
psikologi seksual................................10
Faktor penyebab
kekerasan seksual.....................................10
Dampak
psikologis...............................................................11
Bab 3
Penutup...............................................................................12
Kesimpulan.........................................................................12
Saran...................................................................................13
Daftar
pustaka....................................................................14
Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang masalah
Kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk-bentuk
perilaku yang dilakukan dengan niat menyakiti atau mencederai anggota keluarga.
Karena
statusnya sebagai anggota yang relatif tidak berdaya, anak-anak rentan menjadi
sasaran perilaku agresif yang dilakukan orangtua maupun anggota keluarga lain
yang lebih tua. Kekerasan dalam bentuk apapun yang dilakukan orangtua terhadap
anak akan mengakibatkan anak tumbuh menjadi anak yang mengalami gangguan
kepribadian dan trauma.
Jenis
kekerasan terdiri dari fisik dan psikis, kekerasan fisik mudah terdeteksi
karena meninggalkan cedera badan, sedangkan kekerasan psikis sulit terdeteksi
dikarenakan berbentuk kata-kata kasar atau sikap perilaku. Namun, keduanya
menyisakan trauma bagi para korbanya.
Kejadian trauma adalah peristiwa hidup yang dramatis yang mengancam
hidup atau kesehatan individu atau yang menggangu ego sedemikian parahnya
sehingga individu tidak dapat menguasai dampak dari peristiwa tersebut yang
dalam istilah kejiwaan disebut PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang
berarti gangguan stress pasca trauma yaitu stress yang muncul dan berkelanjutan
dan timbul setelah atau sebagai akibat pengalaman mengerikan yang dialami di
masa yang lampau. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) bisa disebabkan karena
trauma fisik, trauma psikologis ataupun kombinasi dari keduanya, Trauma ini bisa dialami baik orang
dewasa maupun anak – anak.
Kasus
kekerasan meski tidak berujung pada kematian anak, namun anak menjadi cacat
seumur hidup, yaitu seorang ayah di Madiun yang menabrakkan kaki kanan anaknya
ke kereta api yang sedang melintas hingga putus pada tanggal 06 Agustus 2009,
dengan alasan yang kurang jelas. Pada dasarnya pelaku, yang adalah ayah korban, memang sengaja ingin membunuh anaknya
yang bernama Tegar tersebut. Tegar, balita 3,5 tahun yang menjadi korban
kebiadaban sang ayah menolak untuk melihat wajah ayahnya, dan ia meminta agar ayahnya
segera ditembak. Dari keterangan tersebut sepertinya ada kemarahan yang sangat
besar yang membara di hati anak yang masih berumur 3,5 tahun itu, dan kemarahan
seperti ini akan terus membara hingga ia dewasa nanti jika tidak ditangani
dengan segera (lawupos, 2009).
Untuk
mengatasi stress dan perilaku anak bermasalah dibutuhkan konseling yang
dilakukan oleh para ahli (konselor), dalam hal ini konseling bermanfaat untuk
anak-anak yang mengalami masalah sebelum dilakukan intervensi yang tepat yaitu
pemberian terapi. Terapi memiliki berbagai macam model, namun pemberian terapi
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Pertanyaan analisis psikologi
Bagaimana gambaran psikologis anak
korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?
Bagaimana penanganan psikologis bagi anak yang mengalami
kekerasan ?
Apa yang harus dilakukan orangtua dalam melakukan
tindakan preventif terhadap kekerasan pada anak ?
Tujuan
analisis kasus kekerasan anak
Tujuan penelitian ini adalah
melakukan analisis kasus tentang
bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan pada anak, melakukan analisis bagi anak
yang mengalami kekerasan,
dan mengetahui dinamika dan dampak bagi anak yang
mengalami serta penangannya.
Manfaat
Penelitian
Pada penelitian
ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu:
1. Manfaat
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkandapat memberikan informasi yangbermanfaat terutama
bagiperkembangan ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial dan psikologi
perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya
terutama dalam mengkaji variabel yang berkaitan dengan kekerasan dalam keluarga
ataupun perilaku agresi.
2. Manfaat
Praktis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya
bagi seseorang agar jangan sampai melakukan tindakan menyimpang seperti
melakukan kekerasan seksual yang mengakibatkan buruknya dinamika kepribadian
bagi korban kekerasan seksual.
Bab
2
Pembahasan
Melalui
ulasan efek kekerasan dalam rumah tangga pada anak-anak (Edleson, 1999; Kolbo,
Blakely, & Engleman, 1996; Margolin & Gordis, 2000) mengkonfirmasi
temuan dari berbagai masalah perilaku, emosional, dan kognitif pada populasi
anak-anak bila dibandingkan dengan anak lain. Eksternalisasi masalah, seperti
agresif dan antisosial perilaku, depresi, dan kompetensi sosial
yang lebih rendah. Ada juga beberapa bukti untuk mendukung hipotesis bahwa
anak-anak dari keluarga kekerasan asal beresiko membawa kekerasan dan
kekerasan-toleran peran dalam hubungan dewasa, menunjukkan potensi untuk jangka
panjang perkembangan masalah (Edleson, 1999).
Pengakuan
bahwa anak-anak terkena pengalaman traumatis dapat di identifikasi gejala post trauma (Yule, Perrin, & Smith,
1999). Terr (1979) studi tentang penculikan bus sekolah Chowchilla adalah salah
satu yang pertama untuk menggambarkan gejala stres pasca trauma pada anak-anak,
menemukan bahwa semua anak yang terlibat dalam penculikan itu mengalami
gangguan stres berat pasca trauma (PTSD), hubungan orangtua, atau trauma masa
lalu. Empat tahun kemudian (Terr, 1983) mengungkapkan bahwa anak-anak ini masih
terpengaruh oleh penculikan, sehingga memberikan indikasi awal sifat traumatis
pengalaman pada anak-anak. Berikutnya
Terr
(1979, 1983) penelitian, PTSD semakin dijelaskan pada anak-anak terkena
berbagai peristiwa traumatis. Pynoos dan rekan (1987), misalnya menemukan bukti
untuk gejala posttrauma akut terjadi pada anak usia sekolah yang terkena untuk
serangan sniper sekolah, dengan korelasi mencolok antara kedekatan dengan jenis
kekerasan dan jumlah gejala. Demikian pula, Yule dan Udwin (1991) dan Yule dan
Williams (1990) melaporkan gejala stres pasca trauma pada anak-anak yang
selamat dari tenggelamnya kapal pesiar Jupiter dan tenggelamnya feri Herald
Enterprise. Sedangkan PTSD dapat didiagnosa pada anak-anak dan remaja yang
terkena kisaran peristiwa traumatis dan mengancam nyawa (Pfefferbaum, 1997),
tidak sampai akhir 1990-an bahwa penelitian dilakukan pada kejadian PTSD pada
anak-anak dari latar belakang kekerasan dalam rumah tangga (Graham-Berman &
Levendosky, 1998; Kilpatrick & Williams, 1997; Lehman, 1997).
Jurnal
1:
The Effectiveness of Parent–Child Interaction Therapy for Victims of
Interparental Violence
Penelitian
ini membandingkan efektivitas Parent (orangtua) – Child (Anak) Terapi Interaksi
(PCIT) mengurangi masalah perilaku (misalnya,
agresi, Defi Ance, kecemasan) dari 62 klinik-disebut, 2 ke 7 tahun, anak-anak dianiaya terkena
kekerasan interparental (IPV) dengan kelompok anak sama dengan tidak ada
paparan IPV (N = 67). Analisis pendahuluan menunjukkan bahwa IPV untuk
menghentikan pengobatan sebelum waktunya dari IPV exposed non diad. Hasil dari
ukuran berulang MANCOVAs menunjukkan penurunan signifikan perilaku anak masalah
dan tekanan psikologis pengasuh dari pra ke pasca-pengobatan untuk IPV terbuka dan tidak terbuka IPV kelompok,
dan tidak ada variasi signifikan oleh paparan IPV. Stres dalam peran orang tua
terkait dengan perilaku anak-anak dan hubungan orangtua-anak menurun dari pra
ke pasca-pengobatan, namun tekanan orang tua tidak menurun signifikan selama
PCIT. Hasil analisis pengujian selama fase pengobatan menunjukkan bahwa kursus
pengobatan dilaporkan secara signifikan lebih besar dalam perilaku anak-anak
masalah dibandingkan mereka yang menerima hanya fase pertama pengobatan.
Jurnal
2 Incidence and Correlates of Post trauma Symptoms in Children From Backgrounds
of Domestic Violence
Dalam
beberapa tahun terakhir, bukti telah muncul adanya gejala posttrauma pada
anak-anak dari latar belakang kekerasan domestik. Penelitian ini meneliti
kejadian dan berkorelasi gejala posttrauma di 56 anak-anak dari ibu yang telah
warga di perempuan penampungan di Adelaide, Australia Selatan. Yang paling
sering didukung gejala antara contoh ini yaitu anak terganggu oleh pikiran-pikiran menyedihkan,
sadar penghindaran, hypervigilance, dan kesulitan tidur. Dua puluh persen
anak-anak memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Anak-anak yang mengalami PTSD memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran
kecemasan, depresi, dan disosiasi. Hasil mendukung penggunaan kerangka
posttrauma untuk memahami efek pada anak-anak hidup dengan kekerasan domestik.
Jurnal
3 Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families
Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat intim kekerasan pasangan lebih
tinggi di antara pasangan dengan anak-anak dibandingkan mereka yang tanpa anak.
Temuan ini konsisten dengan penelitian pada keluarga di mana kekerasan pasangan
dilaporkan ke polisi (Fantuzzo dkk., 1997) dan medis sampel praktek (Bradley,
Smith, Long, & O’Dowd, 2002). Dari perspektif klinis, pengetahuan ini dapat
menjadi penting dan berguna. Secara khusus, fakta bahwa anak-anak sering mendapat bagian dari mitra-kekerasan
keluarga harus dipertimbangkan dalam penilaian keluarga dan dalam desain pelaksanaan intervensi untuk kekerasan
pasangan. Sebagai contoh, mungkin keterlibatan anak dalam episode kekerasan
perlu dipertimbangkan dalam penilaian dan pengobatan keluarga di kekerasan
pasangan intim yang terjadi. Demikian pula, yang mungkin merusak efek pada
anak-anak strategi intervensi untuk kekerasan pasangan orangtua.
Penelitian
ini memiliki sejumlah keterbatasan. Meskipun menyediakan bukti bahwa sejumlah
besar anak Amerika tinggal
dalam keluarga di mana kekerasan fisik antara menikah atau mitra kumpul kebo,
kami tidak memiliki data pada frekuensi, konteks, atau konsekuensi dari
kekerasan. Data tersebut akan menginformasikan pemahaman kita tentang kekerasan
dilaporkan dalam penelitian ini. Namun, perlu dicatat bahwa versi ukuran
kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki juga sangat banyak
digunakan dalam penelitian mendokumentasikan hubungan antara kekerasan pasangan
dan masalah anak. Artinya, hubungan antara kekerasan pasangan dan masalah anak
telah diperoleh terlepas dari konteks dan konsekuensi kekerasan. Pembatasan
lain adalah bahwa wawancara untuk studi ini dilakukan individu pada saat di
rumah, bukan di laboratorium. Pengaruh variabel yang berhubungan dengan
pengaturan rumah (misalnya, kehadiran anggota keluarga lain di rumah, tetapi di
lain kamar selama wawancara kekhawatiran peserta tentang potensi konflik atau
kekerasan sebagai konsekuensi dari wawancara) akan menghasilkan pelaporan
kekerasan, render perkiraan kami satu konservatif.
Dari
3 jurnal penelitian diatas, ditemukan faktor-faktor timbulnya trauma pada
anak-anak dan remaja disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang hampir merengut
nyawa mereka. Selain itu, trauma juga dapat terjadi pada anak-anak yang hidup
dalam keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Anak-anak yang
mengalami gangguan stres dan trauma dapat dipulihkan melalui konseling terlebih
dahulu kemudian dilakukan terapi anak-orangtua. Berikut ini dijelaskan dinamika
psikologis pada anak dan keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
“Kekerasan
Dalam Rumah Tangga”
Anak Belajar Dari
lingkungannya
Jika anak banyak
dicela, ia akan terbiasa menyalahkan.
Jika anak banyak
dimusuhi, ia akan terbiasa menentang.
Jika anak dihantui
ketakutan, ia akan terbiasa cemas, dan
Jika anak dikelilingi
olok-olok, maka ia akan terbiasa menjadi pemalu.
(Dorothy Law Nolte)
Gangguan stress pasca trauma
Posttraumatic
stress disorder (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma yaitu gangguan
emosional yang menyebabkan distress, yang bersifat menetap, yang terjadi
setelah menghadapi ancaman keadaan yang membuat individu merasa tidak berdaya
dan ketakutan (Durand & Barlow, 2006).
Indikator
Posttraumatic stress disorder PTSD (Lerner & Shelton, 2005) sebelum korban
(misalnya, masa kanak-kanak pelecehan seksual dan fisik)
•
paparan peristiwa yang parah.
•
diperpanjang paparan bahaya.
•
pra-trauma kecemasan dan depresi.
•
kondisi medis kronis.
•
keterlibatan substansi.
•
sejarah masalah dengan otoritas
(misalnya, vandalisme mencuri, dll).
•
penyakit mental.
•
kurangnya dukungan keluarga / social.
•
tidak memiliki kesempatan untuk terbuka
( tidak mampu menceritakan kisah seseorang )
•
emosional reaksi kuat setelah terpapar
acara.
•
secara fisik terluka oleh kasus, dll.
Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
KDRT
dapat diartikan sebagai tindakan penggunaan kekuasaan atau wewenang secara
sewenang-wenang tanpa batasan (abuse of power) yang dimiliki pelaku,yaitu suami
atau istri maupun anggota lain dalam rumah tangga, yang dapat mengancam
keselamatan dan hak-hak individual masing-masing. dan atau anggota lain dalam
rumah tangga seperti anak-anak, mertua, ipar, dan pembantu (Manan, 2008).
Menurut Manan (2008), KDRT dapat dikelompokkan ke dalam lima bentuk, yaitu:
·
Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan
dengan tangan maupun benda, penganiayaan, pengurungan, pemberian beban kerja
yang berlebihan, dan pemberian ancaman kekerasan.
·
Kekerasan verbal dalam bentuk caci maki,
meludahi, dan bentuk penghinaan lain secara verbal.
·
Kekerasan psikologi atau emosional yang
meliputi pembatasan hak-hak individu dan berbagai macam bentuk tindakan teror.
·
Kekerasan ekonomi melalui tindakan
pembatasan
penggunaan keuangan yang berlebihan dan pemaksaan kehendak untuk untuk
kepentingan-kepentingan ekonomi, seperti memaksa untuk bekerja dan sebagainya.
·
Kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan
seksual yang paling ringan hingga perkosaan.
Sedangkan efek – efek
kekerasan dalam rumah tangga pada anak menurut Borrego, Gutow, Reicher &
Barker (2008), terdiri dari karakteristik berikut:
- Disruptive behavior (perilaku mengganggu).
- Aggressive behavior (perilaku agresif).
- Antisocial behavior (perilaku anti sosial).
- Impaired social skill (gangguan ketrampilan sosial).
- Trauma symptoms (gejala trauma).
- Internalizing problem (internalisasi masalah).
- Difficulty focusing on tasks (kesulitan berfokus pada tugas).
- Academic problems (masalah akademik).
Kemunculan simptom pada
Anak korban kekerasan dalam rumah tangga (wikipedia, 2011) yaitu:
- Physical symptom: mengakibatkan trauma, cemas, rasa bersalah, gangguan depresi, sindrom ADHD
- Behavioral symptom: mengakibatkan sikap denial (penolakan), regresi (kemunduran), confrontation, agresif
- Emotional symptom: mengakibatkan PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorder), insomnia, emotional disorder (gangguan emosi), low self esteem (rendahnya penghargaan diri), grief (kesedihan)
- Social symptom: hilangnya kepekaan terhadap kemampuan dalam mengelola kemarahan, terhambatnya hubungan sosial dan problem solving skills (keterampilan memecahkan masalah).
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari makalah jurnal diatas dapat disimpulkan bahwasanya, Pemberian konseling
sebagai penanganan awal untuk identifikasi masalah sebelum dilakukan intervensi
yang salah satu metodenya yaitu parent-child interaction therapy (PCIT).
Sehingga, anak-anak yang mengalami stress dan trauma akibat kekerasan dalam
rumah tangga dapat diberikan terapi interaksi antara anak dan orangtua.
Ditemukan dari salah satu jurnal bahwasannya anak-anak yang mengikuti terapi
pra dan pasca pengobatan parent-child interaction therapy (PCIT), mengalami
penurunan signifikan pada perilaku bermasalah dan tekanan psikologis.
DAFTAR
PUSTAKA
Borrego, Jr. Joaquin,
Gutow, R. Mindy, Reicher, S., Barker H. Chikira. (2008). Parent-Child
Interaction Therapy with Domestic Violence Populations. Journal of Violence and
Victims the Springer Publishing Company, 23:495-505
Corey, G. (2005) Teori
dan paraktek “konseling dan psikoterapi”. Bandung: Refika Aditama
Durand, V. Mark &
Barlow, H. David. (2006) Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Latipun. (2005).
Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Krahe, B. 2005. Perilaku
Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mertin, P. & Mohr,
B. Philip. (2002) Incidence and Correlates of Posttrauma Symptoms in Children
From Backgrounds of Domestic Violence. Journal of Violence and Victims the
Springer Publishing Company, Volume 17, Number 5
Geldard, K. &
Geldrad, D. 2011. Konseling Anak – Anak Panduan Praktis (edisi ketiga).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Timmer, G. Susan, Ware,
M. Lisa, Urquiza, J. Anthony & Zebell, M. Nancy (2010) The Effectiveness of
Parent–Child Interaction Therapy for Victims of Interparental Violence. Journal
of Violence and Victims the Springer Publishing Company, Volume 25, Number 4
Manan, A. Mohammad
(2008) Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Sosiologis. Jurnal
Legilasi Indonesia Vol. 5 No. 3
McDonald, R., Jouriles,
N. Ernest, Mikler, R. Suhasini, Caetano, R., & Green, E. Charles (2006)
Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families.
Journal of Family Psychology: the American Psychological Association.
http://id.wikipedia.org/wiki/Stres,
diakses 9 Juli 2011http://id.wikipedia.org/wiki/Trauma_psikologis, diakses juni
2011 www.traumatic-stress.org,
analisis jurnalis penelitian psikologi
Universitas Gunadarma
Fakultas Psikologi
Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual
NAMA : Farid Hikmatullah
NPM : 12512773
JURUSAN : Psikologi
TUGAS : TUGAS INDIVIDU ANALIS JURNALIS PENELITIAN PSIKOLOGI
Jakarta 2012
Kata pengantar
Makalah
ini disusun dengan menggunakan beberapa buku referensi buku psikologi,dengan
demikian diharapkan isi dari makalah ini dapat membantu masyarakat khususnya
mahasiswa Gunadarma untuk lebih menambah pengetahuan tentang suatu topik dalam
bidang kajian psikologi.
Dan
tentunya bertujuan untuk memberikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat
mempelajari psikologi,tidak terbatas hanya pada mahasiswa fakultas psikologi
saja.
Dan
oleh karena itu kami membutuhkan segala saran dan masukan agar makalah ini
dapat di jadikan pedoman untuk mahasiswa yang lebih baik dan juga teriring
ucapan terima kasih.
Jakarta, November 2012
DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................2
Daftar
isi.................................................................................3
Abstraksi................................................................................4
Bab 1
Pendahuluan...........................................................................5
Latar belakang
masalah..........................................................5
Pertanyaan
penelitian psikologi.............................................7
Tujuan
...................................................................................7
Manfaat.................................................................................7
Bab 2
Pembahasan..........................................................................8
Post traumatic
stress disorder...............................................8
Depresi.................................................................................9
Dinamika
kekerasan psikologi seksual................................10
Faktor penyebab
kekerasan seksual.....................................10
Dampak
psikologis...............................................................11
Bab 3
Penutup...............................................................................12
Kesimpulan.........................................................................12
Saran...................................................................................13
Daftar
pustaka....................................................................14
Abstraksi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana kekerasan seksual
terjadi, dampak psikologis dari kekerasan seksual, dan mengetahui bagaimana
dinamika psikologis korban kekerasan seksual.
terjadi, dampak psikologis dari kekerasan seksual, dan mengetahui bagaimana
dinamika psikologis korban kekerasan seksual.
Subjek dalam penelitian ini yang dua orang yang
diambil secara purposive dengan kriteria mengalami kekerasan seksual.
Metodologi dalam penelitian kualitatif fenomenologis.
Ada empat proses dalam pendekatan fenomenologis yang epoche,fenomenologis pengurangan, variasi imajinatif dan sintesis berarti.
Ada empat proses dalam pendekatan fenomenologis yang epoche,fenomenologis pengurangan, variasi imajinatif dan sintesis berarti.
Proses analisis data melibatkan bracketing,
horizonalizing, dan berarti unit untuk mendapatkan gambaran tekstur. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa dampak psikologis dari subyek yang menjadi
korban kekerasan seksual adalah adanya pasca-traumatic stress disorder. Selain memiliki
dampak psikologis, dinamika psikologis subjek dalam Penelitian ini juga
memiliki kesamaan, tetapi ada beberapa perbedaan mencolok.
Perbedaan besar dalam dinamika dampak dan psikologis disebabkan oleh
beberapa faktor seperti karakteristik kepribadian, bagaimana memecahkan masalah,
bagaimana memanipulasi kognisi, dan dukungan sosial.
Perbedaan besar dalam dinamika dampak dan psikologis disebabkan oleh
beberapa faktor seperti karakteristik kepribadian, bagaimana memecahkan masalah,
bagaimana memanipulasi kognisi, dan dukungan sosial.
Kata kunci : kekerasan seksual, dampak psikologis,
dan dinamika psikologi
Bab
1
Pendahuluan
Latar belakang masalah
Dewasa ini banyak kita temui
kasus kekerasan seksual yang dialami anak-anak dan remaja. Kasus kekerasan
seksual sebagian besar dialami remaja putri. Setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan
tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan.
Penelitian dari Abar & Subardjono (1998),
menunjukkan bahwa berdasarkan data usia pelaku perkosaan, dapat dikatakan bahwa
pelaku perkosaan tidak mengenal usia.Yayasan kepedulian untuk Anak (KAKAK)
Surakarta selama tahun 2000 mencatat telah terjadi 90 kasus kekerasan seksual
yangdialami oleh anak yang korbannya mencapai 18 orang (SuaraMerdeka, 2001),
ini menunjukkan betapa banyaknya perempuan yang menjadi korban kekerasan
seksual.
Solihin (2004) dalam
penelitiannya dengan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center
for tourism research and development Universitas Gadjah Mada melaporkan child
abuse yang
terjadi dari tahun 1999-2002 di 7 kota besar di kota besar di Indonesia ditemukan
sebanyak 3.969 kasus dengan rincian sexsual abuse 65,8%,
physical
abuse 19,6%,
emotional abuse 6,3%, dan child
neglect 8,3%.
Whitffen dan MacIntosh (dalam
Rice, 1999) menemukan bahwa pengalaman kekerasan seksual pada masa anak-anak
berhubungan dengan stres emosional pada masa dewasa dan kesulitan menjalin
relasi intim pada saat dewasa. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti
berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan melakukan analisis dan studi fenomenologi
tentang dampak psikologis korban kekerasan seksual.
Tujuan penelitian ini adalah
melakukan analisis tentang bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan seksual,
melakukan analisis dampak psikologis pada korban kekerasan seksual, dan mengetahui
dinamika kepribadian korban kekerasan seksual.
Poerwandari (2000)
mendefinisikan kekerasan seksual sebagai tindakan yang mengarah ke
ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki oleh korban, memaksa korban menonton
produk pornografi, gurauan-gurauan seksual, ucapan-ucapan yang merendahkan dan
melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa
berhubungan seks tanpa persetujuan korban dengan kekerasan fisik maupun tidak, memaksa
melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, merendahkan,
menyakiti atau melukai korban.
Sisca & Moningka (2009)
mengatakan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada masa kanak-kanak merupakan
suatu peristiwa krusial karena membawa dampak negatif pada kehidupan korban dimasa
dewasanya. Angka kasus kekerasan seksual pada anak meningkat setiap tahunnya.
Mboiek (1992) dan Stanko (1996)
mendefinisikan kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan
laki laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual yang tidak
disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu
ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya.
Suhandjati (2004) mengatakan
bahwa seseorang dikatakan sebagai korban kekerasan apabila menderita kerugian
fisik, mengalami luka atau kekerasan psikologis, trauma emosional, tidak hanya
dipandang dari aspek legal, tetapi juga sosial dan kultural. Bersamaan dengan
berbagai penderitaan itu, dapat juga terjadi kerugian harta benda.
The
nation center on child abuse and neglect 1985, (Tower,2002) menyebutkan
beberapa jenis kekerasan seksual berdasarkan pelakunya, yaitu:
1. Kekerasan yang dilakukan
oleh anggota keluarga.
2. Kekerasan yang dilakukan
oleh orang lain di luar anggota keluarga.
3. Kekerasan Perspektif Gender.
Faham gender memunculkan
perbedaan laki-laki dan perempuan, yang sementara diyakini sebagai kodrat
Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah. Oleh karena gender
bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan berperilaku dalam
masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-laki akibat gender ternyata melahirkan
ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi, dominasi, diskriminasi,
marginalisasi, dan stereotype. Bentuk ketidak adilan
tersebut merupakan sumber utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan.Teori
Feminis Radikal berpandangan bahwa adanya pemisahan ranah publik dan ranah
privat yang menyebabkan perempuan
mengalami ketertindasan.
Pengertian ranah publik mengandung arti yang lebih tinggi tingkatannya dari
ranah privat dan ini merupakan awal sistem patriarki yang menyebabkan perempuan
berada padaposisi tertindas (Arivia, 2003).
Dampak yang muncul dari
kekerasan seksual kemungkinan adalah depresi, fobia, dan mimpi buruk, curiga
terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi
didalam berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan
ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan
yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan
merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri (Sulistyaningsih &
Faturochman, 2002) Penelitian yang dilakukan oleh MS
Magazine (dalam
Warshaw,1994) menunjukkan bahwa 30% dari perempuan yang diindetifikasi mengalami
perkosaan bermaksud untuk bunuh diri, 31% mencari psikoterapi, 22% mengambil
kursus bela diri, dan 82% tidak dapat melupakan.
Pertanyaan
penelitian psikologi
1. Mengapa terjadi kekerasan
terhadap korban?
2. Bagaimana dampak psikologis
korban kekerasan seksual?
3. Bagaimana dinamika
kepribadian korban kekerasan seksual?
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
melakukan analisis tentang bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan seksual,
melakukan analisis dampak psikologis pada korban kekerasan seksual, dan
mengetahui dinamika kepribadian korban kekerasan seksual.
Manfaat
Penelitian
Pada
penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu:
1.
Manfaat Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkandapat memberikan informasi yangbermanfaat terutama
bagiperkembangan ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial dan psikologi
perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama
dalam mengkaji variabel yang berkaitan dengan kekerasan dalam keluarga ataupun
perilaku agresi.
2.
Manfaat Praktis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya
bagi seseorang agar jangan sampai melakukan tindakan menyimpang seperti
melakukan kekerasan seksual yang mengakibatkan buruknya dinamika kepribadian
bagi korban kekerasan seksual
Bab 2
Pembahasan
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
PTSD merupakan sindrom
kecemasan, labilitas autonomic, ketidakrentanan emosional,
dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun
emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan, H.I., Sadock, B. J.,
& Grebb, J.A.,1997).
Hikmat (2005) mengatakan PTSD
sebagai sebuah kondisi yang muncul setelah pengalaman luar biasa yang mencekam,
mengerikan dan mengancam jiwa seseorang, misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan
hebat, sexual abuse (kekerasan seksual), atau
perang.
Grinage (2003) menyebutkan
kriteria diagnosis PTSD meliputi: (1) Kenangan yang mengganggu atau ingatan
tentang kejadian pengalaman traumatik yang berulang-ulang, (2) perilaku
menghindar, (3) muncul gejala-gejala berlebihan terhadap sesuatu yang mirip
saat
kejadian traumatik, dan (4)
tetap adanya gejala tersebut minimal satu bulan. Selain itu, kriteria diagnostik
ditegakkan berdasar kriteria diagnostik gangguan stress akut berdasar Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revisi atau DSM III-R, dapat memperlihatkan
kondisi traumatik seseorang, kriteria tersebut adalah :
1. Orang yang telah mengalami,
menyaksikan dan dihadapkan pada suatu kejadian traumatik.
2. Merupakan salah satu keadaan
dari ketika seseorang mengalami atau setelah mengalami kejadian yang
menakutkan.
3. Kejadian traumatik yang
secara menetap dialami kembali dalam episode kilas balik yang berulang-ulang.
4. Penghindaran pada stimuli
yang menyadarkan rekoleksi trauma.
5. Gejala kecemasan yang nyata
atau peningkatan kesadaran.
6. Gangguan menyebabkan
penderitaan yang bermakna klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, yang
mengganggu kemampuan individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan.
7. Bukan efek fisiologis
langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum
(Rose, S, J. Bisson & S.
Wessely., 2002)
PTSD dapat disembuhkan apabila
segera terdeteksi danmendapatkan penanganan yang tepat. Apabila tidak
terdeteksi dandibiarkan tanpa penanganan, maka dapat mengakibatkan komplikasi medis
maupun psikologis yang serius yang bersifat permanen yangakhirnya akan
mengganggu kehidupan sosial maupun pekerjaanpenderita. (Flannery, 1999).
Depresi
Beck (1967) mendefinisikan
depresi sebagai adanya penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan,
retardasi danagitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban
dalam berpikir serta serangkaian tanda vegetatif seperti gangguan dalam nafsu
makan maupun gangguan dalam hal tidur.
Louis dkk. (1996) mengatakan
bahwa depresi berhubungan dengan kognisi yang mengalami distorsi.
Leitenberg & Wilson (1986) menyatakan
bahwa mereka yang depresi menunjukkan kontrol diri rendah, yaitu evaluasi diri
yang negatif, harapan terhadap performance rendah, suka menghukum diri dan
sedikit memberikan hadiah terhadap diri sendiri.
Sue, et. al (1986)
mendefinisikan depresi sebagai suatu keadaan emosi yang mempunyai karakteristik
seperti perasaan sedih, perasaan gagal dan tidak berharga, dan menarik diridari
orang lain ataupun lingkungan.
beck (1967) sendiri membuat
simtom-simtom depresi menjadi simtom-simtom emosional, kognitif, motivasional
dan vegetatif fisik.Secara rinci Beck menjelaskan lebih lanjut, sebagai berikut
:
1. Simtom Emosional, merupakan
perubahan perasaan atautingkah laku yang merupakan akibat langsung dari
keadaanperasaannya.
2. Simtom Kognitif, manifestasi
kognitif yang muncul, antaralain adanya penilaian diri yang rendah,
harapan-harapan yang negatif, menyalahkan dan mengkritik diri sendiri, tidak
dapat
memutuskan dan adanya distorsi
body image.
3. Simtom Motivasional, berkaitan
dengan hasrat dan ketergugahan penderita yang cenderung regresif. Istilah
regresif dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan, dengan derajat tanggung
jawab atau dengan banyaknya energi yang akan digunakan.
4. Simtom Gejala Fisik –
Vegetatif, perwujudan gejala vegetatif danfisik benar-benar dipertimbangkan
peneliti sebagai bukti untuk melihat gangguan otonom atau hypothalamic yang
bertanggung jawab terhadap keadaan depresi.
Dinamika
kekerasan psikologi seksual
Analisis data dilakukan dengan prosedur
analisis dan intepretasi data sebagai berikut:
a. Memulai dengan deskripsi
tentang pengalama peneliti terhadap fenomena
b. Membuat pertanyaan dalam
interview untuk mengetahui bagaimana subyek mengalami fenomena tersebut, dan mengembangkan
daftar pernyataan.
c. Pernyataan dikelompokkan
kedalam unit-unit makna, membuat daftar dari unit-unit tersebut dan menuliskan
deskripsi tekstural dari pengalaman.
d. Membuat refleksi berdasarkan
deskripsinya sendiri dengan menggunakan deskripsi struktural. Mencari semua
makna yang memungkinkan dan perspektif divergen. Memperkaya kerangka pemahaman
dari fenomena, dan membuat deskripsi tentang fenomena tersebut.
e. Membuat deskripsi
keseluruhan dari makna dan esensi dari pengalaman.
f. Membuat composite
textural-structural description dari maknamakna dan esensi pengalaman, lalu
mengintegrasikan semua deskripsi struktural individu menjadi deskripsi
universal dari pengalaman yang mewakili responden secara keseluruhan (Moustakas,
1994).
Faktor
Penyebab Kekerasan Seksual
Faktor-fakor yang menyebabkan
terjadinya tindak kekerasan
seksual yang dialami oleh
subyek adalah sebagai berikut:
a. Faktor kelalaian orang tua.
Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang dan pergaulan anak
yang membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual.
b. Faktor rendahnya moralitas
dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh
dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor
ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan rencananya dengan memberikan
iming-iming kepada korban yang menjadi target dari pelaku.
Dampak
Psikologis
Dampak psikologis yang dialami
oleh subyek dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu gangguan perilaku,
gangguan kognisi, dan gangguan emosional.
a. Gangguan Perilaku, ditandai
dengan malas untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Gangguan Kognisi, ditandai
dengan sulit untuk berkonsentrasi, tidak fokus ketika sedang belajar, sering
melamun dan termenung sendiri.
c. Gangguan Emosional, ditandai
dengan adanya gangguan mood dan suasana hati serta menyalahkan diri sendiri.
Hasil penelitian ini didapatkan
bahwa kekerasan seksual yang terjadi tidak sesederhana dampak psikologisnya.
Korban akan diliputi perasaan dendam, marah, penuh kebencian yang tadinya
ditujukan kepada orang yang melecehkannya dan kemudian menyebar kepada obyek-obyek
atau orang-orang lain. Setelah mengalami kekeraan
seksual berbagai macam
penilaian terhadap masalah yang dialami subyek bermacam-macam muncul perasaan
sedih, tidak nyaman, lelah, kesal dan bingung hingga rasa tidak berdaya muncul.
Subyek berusaha mengevaluasi sumber stress yang muncul (primary
apparsial)
dengan menilai apakah suatu situasi menimbulkan stress pada dirinya (Folkman,
1986).
Dari berbagai penjelasan diatas
dapat diketahui bahwa dampak
psikologis kekerasan seksual
yang diterima oleh subyek pertama (S1)
dan subyek dua (S2) adalah
gejala post traumatic stress disorder (PTSD).
Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah suatu reaksi psikologis
yang dapat terjadi sebagai
akibat dari suatu pengalaman traumatik yang mengancam hidup atau menghadapi
situasi stres yang sangat ekstrim yang pada umumnya ditandai dengan adanya depression, anxiety,
flashbacks, recurrent nightmares, and avoidance of reminders of the event.
Zuhri (2009) mengatakan bahwa
beberapa orang mengalami
gejala adanya Post
Traumatic Stress Disorder ditunjukan dengan adalah adanya rasa waswas apabila
berhadapan dengan situasi/keadaan yang mirip saat kejadian, merasa ingin
menghindari dari situasi/keadaan yang membawa kenangan saat terjadinya, keadaan
ini dirasakan lebih dari 2 bulan pasca kejadian. Dalam hal ini subyek berusaha
mengatasi keadaan ini dengan banyak sharing dengan orang lain yang
dipercayainya tentang kondisinya sehingga membuat kondisi subyek lebih tenang. Selain
mengalami stress pasca trauma, subyek juga mengalami depresi akibat dari
kejadian yang menekan tersebut. Subyek
berpandangan bahwa dirinya
sudah tidak berguna lagi, merasa tidak memiliki masa depan dan menganggap dunia
ini kejam. Depresi juga merupakan gangguan yang terutama ditandai oleh kondisi
emosi sedih dan muram serta terkait dengan gejala-gejala kognitif, fisik,
dan interpersonal (APA, dalam
Aditomo & Retnowati, 2004).
Sikap dan keyakinan negatif
yang dialami oleh subyek disebabkan oleh distorsi kognitif, interpretasi
negatif terhadap pengalaman yang diterima, evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan harapan negatif akan masa depan. Sumber permasalahan bisa berasal
dari masa Perkembangan awal sebagaimana pandangan psikoanalisis (Beck, 2008).
Bab 3
Penutup
Kesimpulan
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kekerasan seksual dalam penelitian ini adalah: (a) Faktor kelalaian
orang tua. (b) Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. dan (c) Faktor
ekonomi.
Dampak psikologis yang dihadapi
oleh kedua subyek berbeda, hal ini disebabkan karena masing-masing subyek
memiliki kepribadian, cara mengatasi masalah, cara memanipulasi kognisi, serta
dukungan sosial yang berbeda. Meskipun dampaknya berbeda,
namun secara umun hasil
penelitian ini menunjukkan adanya perilaku traumatis pada korban kekerasan
seksual. Perilaku traumatis tersebut adalah stress pasca trauma (PTSD), dengan
ditandai adanya penilaian diri yang rendah, pengabaian terhadap diri sendiri,
adanya
perubahan mood dan perilaku,
adanya kenangan-kenangan yang mengganggu serta ganguan tidur. Adapun dinamika
psikologis subyek sebelum mendapatkan dukungan sosial subyek memiliki berbagai
pandangan negatif terhadap dirinya. Pikiran-pikiran negatif yang dimiliki ini
terjadi berulang-ulang sampai pada akhirnya menjadi negative
belief yang
terekam dalam sistem kognisi subyek. Negative belief yang dimiliki oleh subyek
selanjutnya di repress dalam diri subyek yang kemudian membuat subyek menjadi terkekang
dalam keadaan simpatik yang sifatnya kronik/dalam. Keadaan seperti ini kemudian
dibekukan oleh kondisi emosioal subyek dan tetap tersimpan dalam diri subyek.
Adaya pembekuan negative
belief pada
diri subyek ini kemudian berpengaruh pada kondisi psikis dan psikologis subyek.
Keadaan berbeda ketika subyek mendapatkan dukungan sosial. Disaat mendapatkan
dukungan sosial subyek berupaya memanipulasi kognisinya dengan melakukan
penyangkalan bahwa yang terjadi tidaklah seburuk apa yang dipikirkan. Manipulasi
kognisi yang disertai dengan dukungan sosial inilah kemudian
membantu subyek untuk mampu
membantuk strategi coping atas segala permasalahan yang
dihadapinya. Untuk meminimalisir tekanan-tekanan psiologis yang menimpanya
subyek memiliki beberapa strategi coping, yaitu: (a) mencari dukungan sosial
dari LSM (b) mengikuti
kegiatan konseling, (c) menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan rasa
kecewa atas perilaku traumatis, (d) mengembalikan semua kejadian yang menimpanya
pada yang Maha Kuasa, (e) berusaha membangun suatu pemikiran yang positif (f)
mencari dukungan moral, simpati dan pemahaman terhadap stresor yang
dihadapinya.
Saran
Kekerasan dalam jenis dan
bentuk apapun, tidak dapat ditoleransi dengan alasan apapun. Bagi subyek penelitian
diharapkan untuk berhati-hati dalam memilih teman dalam pergaulan, jangan cepat
percaya dan terlena oleh bujuk rayu serta iming-iming yang
dijanjikan oleh orang lain baik
yang sudah dikenal maupun belum. Hal terbaik yang mungkin bisa dilakukan adalah
dengan memberikan pemahaman kepada diri sendiri tentang bagian tubuh mana dan hal-hal
yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian tubuhnya.
Penenaman agama serta pemahaman
ajaran agama yang mendalam juga bisa menjadi benteng untuk menghindari tindakan
serta pergaulan bebas. Apabila memang sudah melakukan antisipasi namun masih
mengalami kekerasan, lawanlah dengan kemampuan
yang dimiliki. Hal ini akan
membuat beban psikologis menjadi sedikit ringan dan mengurangi adanya
penyesalan serta menumbuhkan rasa percaya diri apabia dibandingkan tanpa
perlawanan.
Perhatian orang tua serta
dukungan terhadap anak juga merupakan faktor terpenting dalam proses
meminimalisir terhadap kejadian-kejadian traumatis yang menimpa anak.
Penelitian ini menununjukkan bahwa dukungan sosial mampu meringankan beban berat
yeng diterima oleh anak ketika menghadapi situasi-situasi sulit, oleh sebab itu
hendaknya orang tua tidak serta merta menyalahkan anak akibat dari
tekanan-tekanan yang melanda. Bagi peneliti yang akan mendatang diharapkan
dapat memperluas jangkauan sudut pandang penelitian, baik dari segi etnografi
maupun biopsikososiospiritual.
Daftar
Pustaka
Abar, A. Z,. & Subardjono,
T. (1998). Perkosaan dalam Wacana Pers National. Kerjasama PPK & Ford Foundation.
Yogyakarta.
Aditomo, A. & Retnowati, S.
(2004). Perfeksionisme, harga diri, dan kecenderungan depresi pada remaja
akhir. Jurnal Psikologi, No.1, hal.
1-15.
Aldwin, C. M., & Revenson,
T.A. (1987). Does coping help? A reexamination of the relation between coping
and mental helath, Journal of Personality and Social
Psychology,
53, 337-348.
Arivia, G. (2003). Filsafat
berspektif feminis. Yayasan Jurnal Perempuan. Jakarta
Arikunto, S. (2002). Prosedur
penelitian suatu pendekatan praktek edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta.
Bilkis, R. M. R., & Mark,
K. A. (1998). Mind-Body: Practical aplications in dermatology. Arch
Dermatol, 143, 1437-1441.
Beck, A. T. (2008). Review and
overviews: The evolution of the cognitive model of depression and its
neurobiological correlates. Philadelphia: Am
J Psychiatry, 165, 969-977.
Beck, A. T. (1967). Depression
: clinical, experimental and theoritical aspects by Hoeber Medica Devision
USA, Harper and Row Published Incorporated.
Carver, C.S., Scheier, M.F.,
& Weintraub , J.K. (1989). Assesing coping strategies : A theoritically
based approach, Journal of Personality and
Social Psychology, 56,
267-283.
Creswell, J. W. (1998). Qualitative
inquiry and research design choosing among five traditions. Sage Pubilcation, Inc.
Flannery, R. B. (1999).
Psychological trauma and post traumatic stress disorder: a review. International
Journal of Emergency Mental Health. 1 (2) p 77 – 82
Folkman, S., S., Richard, S.L.,
Cristine, D.S., Anktad., & Rand, J.G. (1986). Dynamics of a stressful
encounter: Cognitive appraisal, coping, and encounter outcome. Journal
of Personal and Social Psychology, 50 (5),
992-1003.
Gorgi, A., & Giorgi, B.
(2008). Qualitative psychology: a practice to research
methods. ed.
Jonathan A. Smith. London, Los Angeles,
New Delhi, Singapore, and
Whosington DC: Sage Publication Grinage, B. D. (2003). Diagnosis and management
of post traumatic stress disorder. American Family
Physician, vol 68, no 12, Desember,2003,p: 2401-2408.
Hikmat, E. K. (2005). Trauma
Pasca-perang. http://www.pikiran-rakyat.
com/cetak/0504/15/1105.html, diakses 04 Mei 2005.
Kaplan, H.I., B. J. Sadock,
J.A. Grebb. (1997) Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis, 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Koentjoro (2007) Berbagai
jenis inquiry dalam penelitian kualitatif. Unpublished Manuscript.
Universitas Gadjah MadaYogyakarta.
Leitenberg, H., Yost, L. W.,
Wilson-Carroll, M. (1986). Negative Cognitive Error in Children: Questionnaire
Development Normative Data, and Comparasions Berween Children With and Without
Self-Reported Symptoms of Depression, Low Self-Esteem, and Evaluation Anxiety. Journal
of Consulting and Clinical Psychology, 54 (4), 528 – 536.
Louis, G. C., Adele, M. H.,
Marvin, Susan, Patrick. (1996). Predicting the effect of cognitive therapy for
depression; A study unique and common factors. Journal
of Consulting and Clinical Psychology, 64 (3), 497.
Moleong, L. (2007). Metode
penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological
research methods.
Thousand Oaks, CA: Sage.
Mboiek, P. B. (1992). Pelecehan
seksual suatu bahasan psikologis paeda
-gogis, makalah dalam Seminar
Sexual Harassment ,
Surakarta 24 Juli (Surakarta : Kerjasama Pusat Studi Wanita Universitas Negeri
Surakarta dan United States Information Service).
Poerwandari, E. K. (2000).
Kekerasan terhadap perempuan: tinjauan psikologi feministik, dalam Sudiarti
Luhulima (ed) “Pemahaman Bentuk-bentuk
tindak kekerasan terhadap perempuan dan alternative pemecahannya”,
Jakarta:
Kelompok kerja “convention watch”
Rose, S, J. Bisson & S.
Wessely. (2002). “Psychological Debriefing for Preventing Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD): Review,” dalam Cochrane Database of
Systematic Reviews, Issue 2, Art No.CD000560.
Ronen, T. (1997). Cognitive
Development Therapy with Children. New York: John Woley & Sons.
Schiraldi, G. R. (2000), The
post traumatic stress disorder, sourcebook, guide to healing, recovery and
growth.
Boston : Lowell House.
Sisca, H., & Moningka, C.
(2009). Resiliensi perempuan dewasa muda yang pernah mengalami kekerasan
seksual di masa kanak-kanak.
Jurnal
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol : 3
Oktober 2009.
Sue, D,. Sue, D., & Sue, S.
(1986). Understanding Abnormal Behavior. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Suhandjati, S. (2004). Kekerasan
terhadap istri,
Yogyakarta: Gama Media.
Sulistyaningsih, E., &
Faturochman (2002). Dampak sosial psikologis perkosaan. Buletin
Psikologi, Tahun X, No. 1, Juni 2002, 9-23. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Stanko, E. A. (1996). Reading
Danger: Sexual Harassment, Anticipation and Self-Protection, dalam Marianne
Hester (ed.)
Women
Violence and Male Power: Feminist Activism, Research and Practice (Buckingham: Open University
Press).
Tower, C. (2002). Understanding
Child Abuse and Neglect (5th ed). Boston: Allyn & Bacon, A Pearson
Education Company.
Warshaw, R. (1994). I
Never Called It Rape. New York: Ms. Foundation for Education and
Communication, Inc.
Langganan:
Postingan (Atom)