Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga saya
dapat menyelesaikan hasil observasi penelitian ini yang alhamdulillah tepat
pada waktunya yang berjudul “pengaruh lingkungan terhadap pasien
psikosomatik”.
penelitian ini berisikan tentang
informasi tentang segala aspek yang mencakup tentang faktor yang menyebabkan
psikosomatik dan gejal-gejala yang pada umumnya diderita oleh seseorang yang
menderita psikosomatik, dan cara-cara penanganan yang dapat membantu pasien
psikosomatik untuk mengenal dan mengetahui bagaimana mengurangi psikosomatik
yang dialami pasien. dan diharapkan diharapkan penelitian ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang faktor, gejal-gejala cara-cara penanganan
yang dapat membantu pasien psikosomatik untuk mengenal dan mengetahui bagaimana
mengurangi psikosimatik yang dialami pasien.
kami menyadari bahwa penelitian ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan hasil penelitian
ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan proposal
penelitian ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
Daftar Isi
Kata pengantar..................................................................................................................... 1
Daftar isi............................................................................................................................... 2
Bab 1 pendahuluan
Latar
Belakang Masalah........................................................................................... 4
Pertanyaan
Penelitian................................................................................................ 5
Batasan
Penelitian..................................................................................................... 5
Tujuan
Penelitian...................................................................................................... 5
Manfaat
Penelitian.................................................................................................... 6
Bab 2 kajian Teori
Landasan
Teori.......................................................................................................... 7
Penyebab
Umum Gangguan Psikosomatis............................................................... 8
Gambaran Jalannya
Observasi.................................................................................. 11
Restruksi.................................................................................................................... 13
Bab
3 Metode penelitian
Pendekatan
Penelitian............................................................................................... 14
Metode
Pengumpulan Data....................................................................................... 20
Alat
Bantu Penelitian................................................................................................ 21
Draft
Wawancara...................................................................................................... 22
Catatan
Kecil............................................................................................................. 22
Prosedur
Penelitian................................................................................................... 23
Bab
4 Pembahasan
Gangguan Psikosomatis............................................................................................ 28
Deskripsi Pasien........................................................................................................ 30
Hasil wawancara....................................................................................................... 31
Hambatan/Kendala.................................................................................................... 32
Terapi........................................................................................................................ 33
Bab
5 Penutup
Kesimpulan............................................................................................................... 36
Saran.......................................................................................................................... 36
Lampiran................................................................................................................... 37
Daftar
Pustaka........................................................................................................... 39
Bab
1
Pendahuluan
Latar
Belakang Masalah
Psikosomatik
berasal dari kata Psiko atau Psyche yang artinya Jiwa, sedang Soma
artinya badan, jadi ilmu ini mempelajari kaitan antara jiwa dan badan. Ilmu ini
menegaskan bahwa faktor psikologis memegang peranan sangat penting dalam
perkembangan semua penyakit. Gangguan psikosomatik adalah salah satu gangguan
jiwa yang paling umum ditemukan dalam praktek umum. Istilah ini
terutama digunakan untuk penyakit fisik yang disebabkan atau diperburuk
oleh faktor kejiwaan/ psikologis.
Gejala gagal dalam melakukan penyesuaian bisa
muncul dalam bentuk gangguan-gangguan yang bersifat ketubuhan/fisik karena pada
dasarnya antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,
sehingga gangguan terhadap salah satu di antaranya menimbulkan gangguan pada
lainnya. Inilah yang kemudian disebut gangguan psikosomatik.
Penemuan-penemuan
terbaru berkaitan dengan kerja otak semakin menambah keyakinan akan hubungan
yang erat antara fisik dan mental. Oleh karena itu penyembuhan
penyakit-penyakit psikosomatik perlu melibatkan interaksi fisik mental.
Psikosomatik
merupakan bentuk gangguan kesehatan yang umum dijumpai di masyarakat, tapi
masih sedikit yang menyadari bahwa penyebabnya adalah masalah psikologis.
Bahkan tidak banyak penderita yang berusaha menggunakan terapi psikologis untuk
menyembuhkan penyakit psikosomatis. Penyakit-penyakit psikosomatik biasanya
berkaitan dengan kerja saraf otonom. Faktor budaya serta kepribadian juga
memegang peranan terhadap jenis dan gejala psikosomatis yang dimunculkan.
Upaya
menangani gangguan psikosomatik secara integral perlu mulai dikembangkan
pendekatan medis saja tidaklah cukup bagi kesejahteraan pasien terutama dengan
gangguan psikosomatik ini. Apalagi efek jangka panjang dari medikasi yang
berakibat merugikan sering kali tidak diperkirakan sebelumnya. Sementara itu
terapi psikologi perlu dikembangkan untuk juga bukan hanya melulu mengatasi
gejala-gejala psikis saja, melainkan diperluas untuk menyentuh aspek fisik.
Menurut David Cheeck M.D., dan
Leslie LeCron menulis dalam buku mereka,
Clinical Hypnotherapy (1968), terdapat 7 hal yang bisa mengakibatkan
penyakit psikosomatik seperti internal conflict, organ language, motivation,
pengalaman masalalu, identifikasi, self punishment, dan imprint
Banyak orang yang menderita
penyakit psikosomatis namun tidak menyadarinya. Mereka biasanya akan terus
berusahan sembuh dari sakit yang dideritanya dengan terus berobat namun tidak
bisa sembuh. Kalau pun ada perubahan biasanya intensitas penyakitnya saja yang
menurun tapi tidak bisa sembuh total. Selang beberapa saat biasanya akan kambuh
lahi dan bisa lebih parah dari sebelumnya.
Pertanyaan
Penelitian
1. Seberapa
besar lingkungan mempengaruhi pasien pskosomatis ?
2. Dalam
hal apa sajakah pengaruh lingkungan berefek pada pasien ?
Batasan
Penelitian
Penelitian dilakukan pada pasien
penderita psikosomatis yang terdata di tempat observasi. Setiap observer
terdiri dari 2-3 observer dan mengobservasi minimal 2 dan makismal 4 subjek
penelitian. Dan observer bisa mendapat informasi dari staf rumah sakit.
Tujuan
penelitian
Sesuai judul. Memberikan gambaran
tentang terapi pada klien psikosomatis dan efek dari terapi tersebut dan
mengetahui cara-cara meminimalisir terjadinya psikosomatis pada masyarakat.
Manfaat
Penelitian
· Manfaat
penelitian ini bagi pasien adalah memberikan pengetahuan lebih luas tentang
penyebab psikosomatis dan memberikan informasi dari hasil penelitian berupa meminimalisir terjadinya psikosomatis dan
terapi yang bisa dilakukan pada klien.
· Manfaat
penelitian bagi keluarga pasien adalah memberikan informasi tentang penyakit
yang diderita pasien, keluarga bisa membantu pasien meminimalisir terjadinya
psikosomatis dan memberikan penjelasan tentang terapi yang akan dilakukan
terapis pada pasien.
· Manfaat
penelitian bagi rumah sakit adalah memberikan hasil penelitian mengenai
pengaruh lingkungan pada pasien psikosomatis dan dengan hasil penelitian ini
rumah sakit dapat mengkomunikasikan pada pasien tentang seberapa besar dan
aspek lingkungan apa saja yang dapat mempengaruhi pasien psikosomatis.
Bab 2
Kajian
Teori
Landasan
Teori
Dalam konsep "
neurosis " Freud berbicara mengenai gejala yang
merupakan konsekuensi langsung dari tertahannya
energy tubuh. Kecemasan dilihat
sebagai akibat dari suatu kegagalan melepaskan naluri seksual.
Beberapa murid
Freud menjelaskan adanya psikofisiologis karena sebuah simbolisasi. Bagi mereka,
gejala disimbolkan melalui bentuk bahasa tubuh, dan
bergantung pada konflik intrapsikis
yang
ditekan pasien. Misalnya, Ferenczi (1926) menganggap bahwa diare menjadi bentuk
agresif kepada orang lain yang dinyatakan secara tidak langsung, dan Garma (
1950) menganggap bahwa sakit lambung merupakan serangan simbolis pada lapisan
mukosa oleh introyeksi permusuhan. Flanders Dunbar ( 1935 )
memberikan model alternatif mengenai psikofisiologis. Dunbar menyimpulkan bahwa
ada korespondensi langsung antara tipe kepribadian dan gejala psikofisiologis
tertentu. Sebagai contoh seseorang
yang ambisius akan rentan terhadap penyakit arteri koroner. Profil
kepribadian lainnya ditemukan menurut Dunbar berkorelasi khusus dengan migrain,
tukak lambung, dll.
Franz
Alexander (1950) setuju dengan Dunbar bahwa gangguan psikofisiologis tidak
harus dipahami sebagai konversi simbolik, tetapi tidak setuju dengan pandangan
bahwa korelasi langsung ada antara tipe kepribadian tertentu dan penyakit
somatik tertentu.
Sebaliknya,
Alexander mengusulkan bahwa setiap gangguan psikosomatik mencerminkan jenis
tertentu konflik tak sadar
Misalnya, kemarahan
secara khusus dikaitkan dengan respon kardiovaskular, ketergantungan kebutuhan
khas menstimulasi aktivitas pencernaan dan fungsi pernapasan terutama terlibat
dalam masalah komunikasi . Untuk Alexander,
pasien
dengan konflik tertentu akan menderita sesuai gangguan fisiologis .
Dalam mencoba untuk menjelaskan bagaimana gejala psikofisiologis muncul pada pasien tertentu, Alexander menggunakan konsep Freudian “regresi”, menyatakan bahwa pasien psikosomatis telah mengalami pengalaman di masa kecil yang terfiksasi, dan mengalami reactivation pada saat tertentu , yaitu saat dimana situasi menjadi sebuah ancaman dan kemudian membangkitkan kembali pengalaman yang terfiksasi. Jadi, untuk Alexander, gangguan psikofisiologis dewasa mencerminkan konsekuensi dari reactivation kronis reaksi psikologis anak. Sebagai contoh, pasien ulkus seolah-olah mengalami konflik ketergantungan terpaku pada tahap oral perkembangan psikoseksual . Ketika peristiwa tertentu mengaktifkan kembali pengalaman fase yang terfiksasi , tubuh pasien merespon dengan reaksi psikologis yang sama seperti ketika konflik awalnya terjadi pada masa oral.
Dalam mencoba untuk menjelaskan bagaimana gejala psikofisiologis muncul pada pasien tertentu, Alexander menggunakan konsep Freudian “regresi”, menyatakan bahwa pasien psikosomatis telah mengalami pengalaman di masa kecil yang terfiksasi, dan mengalami reactivation pada saat tertentu , yaitu saat dimana situasi menjadi sebuah ancaman dan kemudian membangkitkan kembali pengalaman yang terfiksasi. Jadi, untuk Alexander, gangguan psikofisiologis dewasa mencerminkan konsekuensi dari reactivation kronis reaksi psikologis anak. Sebagai contoh, pasien ulkus seolah-olah mengalami konflik ketergantungan terpaku pada tahap oral perkembangan psikoseksual . Ketika peristiwa tertentu mengaktifkan kembali pengalaman fase yang terfiksasi , tubuh pasien merespon dengan reaksi psikologis yang sama seperti ketika konflik awalnya terjadi pada masa oral.
Penyebab Umum Gangguan Psikosomatis
David B.Cheek, M.D. dan Leslie M.
Lecron,B.A. dalam bukunya Clinical Hypnotherapy mengatakan bahwa ada 7 faktor
penyebab berbagai gangguan psikosomatis. Memahami 7 kunci penting ini akan
membantu terapis dan klien membuka pintu gerbang kesadaran baru tentang
pemahaman masalahnya.
Untuk memudahkan mengingat maka kita
gunakan mnemonik COMPISS (Conflict, Organ Language, Motivation, Past
Experience, Identification, Self-punishment, Suggestion/Imprint)
1. Conflict
Konflik
internal muncul karena ada minimal dua bagian dari diri seseorang yang saling
bertentangan. Tujuan dari kedua bagian ini sebenarnya sama baiknya namun karena
bertolak belakang akibatnya timbul masalah.
Contohnya
adalah seorang manajer yang selalu sakit kepala pada akhir bulan. Ternyata ada
dua bagian dari dirinya yang konflik. Satu bagian dirinya ingin agar ia
istirahat di rumah bersama keluarganya. Yang satu lagi ingin agar ia tetap
bekerja agar menerima uang lembur lebih banyak dengan menyelesaikan laporan
bulanan.
Sebagai contoh
kasus yang lain adalah seorang salesman yang sangat sukses namun memiliki
kecemasan sangat tinggi dan selalu berusaha menghindar untuk berjabat tangan.
Padahal dalam menjalankan aktivitasnya ia seringkali harus berjabat tangan
memperkenalkan diri dengan pelanggannya. Setelah dilakukan hipnoanalisis
ternyata saat ia masih remaja ia sering melakukan masturbasi dan ia ketakutan
membayangkan orang-orang yang dikenalnya akan bisa mengenali keburukannya
Organ language à unresolved problems
Ini adalah salah satu cara pikiran bawah sadar berbicara
pada kita tentang masalah yang belum terselesaikan. Caranya adalah
dengan memberi rasa sakit pada bagian tertentu tubuh kita. Jadi masalah itu
dimunculkan dalam bentuk symptom. Dengan adanya symptom diharapkan pikiran
bawah sadar mendapatkan perhatian dari pikiran sadar. Makna symptom ini adalah, ”Saya
tidak suka apa yang sedang anda lakukan”. Inilah penyakit yang bersifat
psikosomatis.
Jadi klien perlu dibantu menemukan akar masalahnya jauh di
pikiran bawah sadarnya. Seringkali apa yang tampaknya menjadi masalah, menurut
pikiran sadar, ternyata berbeda dengan yang dinyatakan oleh pikiran bawah
sadar.
Motivation / secondary gain
Symptom yang dialami seseorang sering kali mempunyai tujuan
tersembunyi demi keuntungan orang tersebut. Contohnya adalah seorang anak yang
malas sekali belajar sehingga ulangannya mendapatkan nilai jelek semua. Ternyata hal
ini adalah salah satu upayanya agar mendapatkan teguran dari orangtua. Ia menyamakan
teguran dengan perhatian. Ya ..... benar ia ingin mendapatkan perhatian dari
orangtuanya.
Contoh lain
lagi adalah kasus pada seorang wanita yang mengalami migrain. Setelah
diselidiki lebih dalam ternyata pikiran bawah sadar wanita ini membuat wanita
ini mengalami migrain karena dengan demikian suami dan anak-anaknya
memperhatikannya. Bila dalam kondisi normal, tanpa migrain, keluarganya
biasanya sibuk sendiri dan kurang memperhatikan wanita ini.
Past experience
Pengalaman masa
lalu yang menyakitkan, sesuai dengan persepsi pikiran bawah sadar, mempunyai
pengaruh yang sangat kuat dan bertahan lama. Contohnya adalah phobia. Ketakutan
akan sesuatu, yang terjadi di masa lalu, terbawa hingga masa kini dan sangat
mengganggu seseorang.
Identification
Pada kasus ini
klien mengidentifikasikan dirinya dengan satu figur yang ia kagumi.
Contoh kasusnya adalah seorang klien
yang sering ditipu oleh rekan kerjanya. Ternyata ia mengidolakan seorang tokoh
bisnis yang dulunya ditipu berkali-kali sehingga akhirnya bisa sukses dan
makmur. Identifikasi ini adalah sebuah program yang bekerja sangat halus yang
jika digunakan dengan baik maka akan menghasilkan sesuatu yang positif. Satu
hal yang perlu diingat bila kita menggunakan identifikasi adalah apapun yang
melekat pada seorang figur biasanya akan ikut terserap juga walau terkadang ini
bertentangan dengan nilai hidup kita. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan
baru yang masuk dalam kategori ”conflict”
Self punishment
Perasaan
bersalah atas apa yang telah dilakukan di masa lalu sering kali termanifestasi
dalam sebuah perilaku untuk menghukum diri sendiri.
Ada seorang
pria yang mengalami semacam impotensi. Setelah melalui pengobatan dokter ahli
tetap tak menujukkan perbaikan berarti. Setelah dilakukan hipnoanalisis ternyata
beberapa tahun yang lalu ia pernah melakukan hubungan seks dengan salah seorang
stafnya. Perasaan bersalah terhadap diri sendiri dan istrinya akhirnya
termanifestasi dalam bentuk impotensi sehingga ia tak bisa bercinta dengan
istrinya walaupun pada saat pemanasan ia bisa sangat bergairah sekali. Namun
menjelang ”gongnya” ia langsung lemas tak berdaya.
Terapi
dilakukan dengan membantu klien untuk bisa memaafkan dirinya sendiri atas
kesalahan tersebut atau yang dirasa sebagai suatu kesalahan yang ia lakukan.
Suggestion/imprint
Imprint adalah
sebuah kepercayaan/belief yang ditanamkan ke pikiran klien, biasanya oleh figur
yang oleh klien dipandang memiliki otoritas.
Seorang wanita
berumur 40 an tahun menderita batuk puluhan tahun. Tak ada pengobatan yang bisa
menyembuhkan batuknya. Akhirnya ia pun mencoba hipnoterapi dan setelah
dilakukan hipnoanalisis akhirnya terungkap pada saat ia berusia 4 tahun ia
sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Ia menderita batuk yang sangat parah.
Ayah ibunya ada di sisi ranjangnya saat seorang dokter mengatakan bahwa ia tak
akan pernah sembuh dari batuknya. Perkataan dokter ini langsung membuatnya
ketakutan dan saat itulah perkataan sang dokter menjadi sebuah kebenaran yang
diterima pikiran bawah sadarnya.
Gambaran
Jalannya Observasi
Dalam gambaran
observasi ini, kami melakukan observasi
terhadap 2 orang pasien yang menderita gangguan psikosomatis dirumah sakit jiwa
yang sudah ditentukan.
Untuk
memahami terjadinya penyakit psikosomatis kita perlu mencermati hukum pikiran
dan pengaruh emosi terhadap tubuh. Ada banyak hukum yang mengatur cara kerja
pikiran, salah duanya adalah: • Setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi
fisik. • Simtom yang muncul dari emosi cederung akan mengakibatkan perubahan
pada tubuh fisik bila simtom ini bertahan cukup lama. Hukum pertama mengatakan
setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. Bila seseorang berpikir,
secara konsisten, dan meyakinkan dirinya bahwa ia sakit jantung, maka cepat
atau lambat ia akan mulai merasa tidak nyaman di daerah dada, yang ia yakini
sebagai gejala sakit jantung. Bila ide ini terus menerus dipikirkan dan
akhirnya ia menjadi sangat yakin, menjadi belief, karena gejalanya memang
“benar” adalah gejala sakit jantung maka, sesuai dengan bunyi hukum yang kedua,
ia akan benar-benar sakit jantung.
Biasanya
orang tidak akan secara sadar menginginkan mengalami sakit tertentu. Umumnya
yang mereka rasakan adalah suatu perasaan tidak nyaman, secara emosi. Sayangnya
mereka tidak mengerti bahwa perasaan tidak nyaman ini sebenarnya adalah salah
satu bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar.
Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar. Bisa melalui perasaan, kondisi fisik, intuisi, mimpi, dan dialog internal. Umumnya pikiran bawah sadar menyampaikan pesan melalui perasaan atau emosi tertentu. Bila emosi ini tidak ditanggapi atau diperhatikan maka ia akan menaikkan level intensitas pesannya menjadi suatu bentuk gangguan fisik dan terjadilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.
Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar. Bisa melalui perasaan, kondisi fisik, intuisi, mimpi, dan dialog internal. Umumnya pikiran bawah sadar menyampaikan pesan melalui perasaan atau emosi tertentu. Bila emosi ini tidak ditanggapi atau diperhatikan maka ia akan menaikkan level intensitas pesannya menjadi suatu bentuk gangguan fisik dan terjadilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.
Cara penanganan orang yang mengalami
gangguan psikosomatis yaitu :
psikoterapi
psikoterapi
biasanya merupakan cara yang paling efektif dalam menangani seseorang yang
menderita gangguan, faktor yang utama dari psikoterapi ini adalah kualitas
hubungan antara pasien dan terapis, kepercayaan adalah kunci utamanya, terapis
harus menunjukan dukungan dalam situasi apapun, ketika klien mulai merasa aman
dalam dunia sosial barulah tugas produktif dalam terapi dapat dituntaskan, yang
diperlukan adalah menjalin hubungan terhadap kepercayaan klien secara lembut.
1. Memori
yang menyebabkan munculnya simtom harus dimunculkan dan dibawa ke level pikiran
sadar sehingga diketahui.
2. Perasaan
atau emosi yang berhubungan dengan memori ini harus kembali dialami dan
dirasakan oleh klien.
3. Menemukan hubungan antara simtom dan memori.
4. Harus
terjadi pembelajaran pada secara emosi atau pada level pikiran bawah sadar,
sehingga memungkinkan seseorang membuat keputusan, di masa depan, yang mana
keputusannya tidak lagi dipengaruhi oleh materi yang ditekan (repressed
content) di pikiran bawah sadar.
Mencari tahu apa yang menjadi sumber masalah
dilakukan dengan hypnoanalysis mendalam. Ada banyak teknik hipnoterapi yang
bisa digunakan untuk melakukan hypnoanalysis. Setelah itu, emosi yang
berhubungan dengan memori dialami kembali, dikeluarkan, diproses, dan
di-release. Dan yang paling penting adalah kita mengerti pesan yang selama ini
berusaha disampaikan oleh pikiran bawah sadar dengan membuat klien mengalami
penyakit psikosomatis. Baru setelah itu proses kesembuhan bisa terjadi.
Pada saat alasan untuk terciptanya penyakit psikosomatis telah berhasil dihilangkan maka pikiran bawah sadar tidak lagi punya alasan untuk mempertahankan penyakit itu atau memunculkannya lagi di masa mendatang.
Pada saat alasan untuk terciptanya penyakit psikosomatis telah berhasil dihilangkan maka pikiran bawah sadar tidak lagi punya alasan untuk mempertahankan penyakit itu atau memunculkannya lagi di masa mendatang.
Restruksi
Kesan awal kami
dalam mengobservasi psien psikosomatik dirumah sakit jiwa. Kami merasa gugup dan takut dan terlebih kurang
nyaman karena berada di tengah-tengah pasien yang mengalami gangguan tersebut.
Namun, setelah kami melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan terapis,
kami mulai terbiasa dan kami mendapatkan wawasan mengenai pasien yang mengalami
gangguan psikosomatik dan memiliki keinginan untuk memberikan sumbangsih
terhadap pasien yang mengalami gangguan psikosomatik.
Bab 3
Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan penelitian ini, kami menggunakan
observasi sebagai alat untuk pengumpulan datanya dan kami menggunakan
pendekatan kualitatif sebagai metodenya. Metode ini juga digunakan untuk
menjawab pertanyaan apa, mengapa atau bagaimana. Data naratif, deskriptif dalam
kata-kata mereka yang diteliti, dokumen pribadi, catatan lapangan dan lain-lain
merupakan cara-cara dari pengumpulan data penelitian ini.
Menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositifsime, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument
kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive dan
snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan)
analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode
penelitian naturalistic (naturalistic research), karena penelitian dilakukan
dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga penelitian
etnografi, karena pada awalnya metode ini banyak digunakan untuk penelitian
bidang antropologi budaya. Selain itu disebut sebagai metode kualitatif karena
data yang terkumpul dan dianalisis lebih bersifat kualitatif.
Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan
pada objek yang alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak
dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi
dinamika pada objek tersebut.
Sebagaimana dikemukakan dalam penelitian kualitatif
instrumennya adalah orang atau peneliti itu sendiri (humane instrument). Untuk
dapat menjadi instrumen maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan
yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi situasi
sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.
Kelompok kami mendapatkan tema penelitian tentang
gangguan psikosomatik, sebelum kami membahas metode, alat-alat pengumpul data
dan draft wawancara yang akan digunakan alangkah baiknya kita terlebih dahulu
membahas singkat mengenai gangguan psikosomatik itu sendiri.
Gangguan Psikosomatik atau yang sekarang lebih
dikenal sebagai penyakit Psikofisiologis, merupakan penyakit fisik yang
gejalanya disebabkan oleh proses mental dari penderitanya. Jika dalam sebuah
pemeriksaan medis, tidak ditemukan penyebab fisik atas gejala-gejala yang
muncul, atau jika penyakit ini muncul sebagai akibat dari kondisi emosional,
seperti kemarahan, depresi, rasa bersalah, maka penyakit ini dapat
diklasifikasikan sebagai penyakit Psikosomatis.
Menurut istilahnya Psikosomatis berasal dari dua
kata. Pertama, psyche secara
sederhana dapat diterjemahkan sebagai jiwa/pikiran. Kedua, somato dapat diterjemahkan sebagai tubuh. Jadi psikosomatis dapat
diterjemahkan sebagai hubungan antara jiwa/pikiran yang mempengaruhi tubuh atau
dapat diartikan sebagai penyakit yang ditimbulkan sebagai akibat adanbya
masalah yang dikaitkan dengan
jiwa/pikiran manusia.
Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul
psikologi abnormal mendefinisikan psikosomatis yaitu bentuk macam-macam
penyakit fisik yang ditimbulakn oleh konflik-konflik psikis/psikologis dan
kecemasan-kecemasan kronis. Dia juga mendefinisikan psikosomatis sebagai
kegagalan sistem syaraf dan sistem fisik disebabkan oleh kecemasan-kecemasan,
konflik-konflik psikis dan gangguan mental.
Gangguan psikosomatik biasanya digolongkan menurut
organ yang terkena, yaitu:
1. Gangguan
kulit misalnya neurodermatitis dan hiperhidrosis (kulit kering);
2. Gangguan
pernafasan misalnya asma bronchial, hiperventilasi (bernafas sangat cepat
seringkali menjadi pingsan);
3. Gangguan
kardiovaskular misalnya migraine dan tekanan darah tinggi (hipertensi); dan
4. Gangguan
gastrointestinal misalnya luka lambung.
Dalam buku The Miracle Of Mind Body Medicine,
Adi W Gunawan mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan penyakit
psikosomatis, antara lain:
1.
Motivasi
2.
Memori Sakit
3.
Konflik
4.
Imprint
5.
Sugesti Diri
6.
Identifikasi
7.
Pengalaman masa lalu yang belum
terselesaikan
8.
Pengalaman masa kini yang belum
terselesaikan
9.
Organo Language
10.
Menghukum diri sendiri (self punishment)
11.
Ego state yang mengalami trauma
12.
Identofact
13.
Alter
14.
Mimpi
15. Stress
Namun,
salah satu penyebab utama dari gangguan psikosomatis adalah stressor. Stres
bisa muncul dari berbagai permasalahan dalam pikiran seseorang yang memicu
reaksi emosionalnya. Adapun di bawah ini adalah penyebab umum yang dari
gangguan psikosomatis:
1.
Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa
atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon secara
adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan
penyesuaian kembali sosial (social read
justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh
jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya
kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit,
perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat
63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai
latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh
perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang
yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah cenderung
tidak mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah
pulih dari gangguan.
2.
Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik
dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang
menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan
gangguan psikosomatis. Homeostasis merupakan ketahanan dan kekuatan tubuh dalam
mempertahankan keaadaan secara konstan dan sama dalam waktu yang lama. homeostasis
akan terlihat saat kita mempertahankan diri dari keadaan sters yang menyerang
tubuh di mana tubuh mempertahankan keseimbangan. Tipe kepribadian tertentu yang
pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang
memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3.
Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator
antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem
kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit
mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana
hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu
hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal,
hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon
tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar
endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem
kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai
pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi
keadaan psikis dan mood.
Melalui Hypnotherapy faktor-faktor yang menyebabkan penyakit psikosomatis
tersebut dapat diselesaikan. Kenapa? Karena Hypnotherapy
bekerja di level Pikiran Bawah Sadar (Unconscious
Mind) sementara faktor-faktor penyebab tersebut sering kali bersumber dari
pikiran bawah sadar.
Orang yang mengalami
psikosomatis mungkin akan mengalami kesulitan dalam membedakan apakah penyakit
yang dideritanya itu merupakan gangguan psikosomatis atau hanya disebabkan
gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi/pikiran penyebab sakit itu
tidak disadari. Cara paling mudah dan akurat untuk mengetahui apakah suatu
penyakit adalah psikosomatis atau sakit biasa adalah dengan menggunakan terapi
hipnotis. Pikiran bawah sadar sangat tahu apa yang terjadi pada diri pasien.
Hypnotherapist adalah terapi yang bisa bertanya langsung ke pikiran bawah sadar
pasien.
Apabila sakit, tetaplah
periksakan diri ke dokter terlebih dahulu. Apabila setelah dilakukan
pemeriksaan secara medis tidak ditemukan akar penyebab masalahnya, maka pasien
diduga kuat mengalami psikosomatis. Begitu pula apabila penyakit-penyakit
ringan sering kambuh seolah tak ada hentinya. Kemungkinan pasien mengalami
gangguan psikosomatis.
Gejala psikosomatis bisa saja
diringankan dengan obat-obatan semisal penahan rasa sakit. Namun, itu hanya
menahan sementara, dan gejala penyakit akan muncul kembali berulang-ulang, dan
kadang dalam bentuk yang berbeda-beda. Obat-obatan hanya menangani gejala.
Selama penyebabnya (program pikiran dan emosi negatif) masih ada, gejala
penyakit akan terus timbul.
Maka dari itu pasien
membutuhkan terapi hipnotis, satu-satunya solusi yang kami tahu paling cepat
untuk menyembuhkan psikosomatis. Bagi hypnotherapist,
menyembuhkan psikosomatis bukanlah hal yang rumit. Pasien akan dibimbing
memasuki kondisi somnambulis (kondisi hipnotis yang dalam) untuk menemukan akar
masalah dan kemudian membereskannya.
Apabila masalahnya adalah
program pikiran yang salah, berkaitan dengan sistem kepercayaan, salah paham
dan sebagainya, maka dilakukan re-edukasi atau pembelajaran ulang agar klien
mempunyai pikiran yang benar dan keyakinan baru yang positif. Sedangkan bila
sebabnya adalah emosi negatif, seperti depresi, kecewa dan rasa bersalah, maka
pikiran bawah sadar dipersilakan menyadari masa lalu sebagai sebuah pelajaran,
menerima dirinya sepenuhnya, dan berbahagia dengan kondisi saat ini.
Adapun
tipe-tipe terapi lain yang bisa digunakan untuk para penderita psikosomatis
adalah :
a)
Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga
Karena kepentingan psikopatologis dari
hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan
tersebut telah diajukan sebagai kemungkinan fokus penekanan dalam psikoterapi
untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa pendekatan
kelompok harus juga menawarkan kontak intrapersonal yang lebih besar,
memberikan dukungan ego yang lebih tinggi bagi ego pasien psikosomatis yang
lemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Terapi
keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan antara keluarga dan
anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang sangat baik.
b)
Terapi Perilaku
Biofeedback. Ini
adalah terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan untuk
mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari
oleh pemikiran bahwa berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem
syaraf otonam sebenarnya dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning. Biofeedback mempergunakan instrumen
sehingga individu dapat mengenali adanya perubahan psikologis dan fisik pada
dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur reaksinya.
Misalnya seseorang penderita migrain
atau sakit kepala. Dengan menggunakan biofeedback,
ia bisa berusaha untuk rileks pada saat mendengar signal yang menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau denyutan
dikepala.
Penerapan teknik ini pada pasien dengan
hipertensi, aritmia jantung, epilepsy dan nyeri kepala tegangan telah
memberikan hasil terapetik yang membesarkan hati tetapi tidak menyakitkan.
c)
Teknik Relaksasi
Terapi hipertensi dapat termasuk
penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang positif telah diterbitkan tentang
pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat lain dengan menggunakan meditasi transcendental. Teknik meditasi juga
digunakan dalam pengobatan nyeri kepala.
Metode Pengumpulan Data
Kelompok kami menggunakan metode
pengumpulan data berupa observasi dan wawancara tak berstruktur. Observasi
ialah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan
pencatatan terhadap fenomena yang diteliti. Dalam artian luas observasi berarti
pengamatan yang dilaksanakan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat
bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam arti sempit observasi berarti
pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang diselidiki baik dalam kondisi
normal maupun dalam kondisi buatan.
Dalam penelitian ini kami memilih
pengamatan yang secara langsung, sehingga kami bisa melakukan teknik
pengambilan data berupa wawancara kepada mentor daripada pasien. Metode
wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan
mengadakan wawancara dengan narasumber atau responden. Teknik wawancara
memiliki kelebihan yakni penanya dapat menerangkan secara detail
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pewawancara dalam mewawancarai responden
hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Pewawancara mampu membina hubungan yang
baik dengan responden dan mampu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang
dilakukan.
b.
Pewawancara harus dapat menghindarkan
diri dari pertanyaan yang bersifat mengarahkan atau menyarankan suatu jawaban.
c.
Pewawancara menguasai
persoalan-persoalan yang diteliti.
Pada
penelitian ini kelompok kami menggunakan Wawancara tidak terstruktur, yaitu
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2010 : 197).
Wawancara
tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan
atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada
penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang
berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat
menentukan secara pasti permasalahan atau variabel yang harus diteliti. Untuk
mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti perlu
melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan yang
ada dalam obyek.
Alat Bantu Penelitian
Dalam penelitian ini kami
menggunakan alat bantu berupa perekam (handphone) dan alat tulis. Selain kedua
alat tersebut kami juga membuat kuesioner berupa angket berisi daftar
pertanyaan untuk dijawab responden. Kuesioner ini juga dapat disebut interview
tertulis. Kuesioner yang akan kami gunakan adalah kuesioner atau anget tidak
langsung yaitu, daftar pertanyaan yng dikirim kepada seseorang yang dimintai
keterangan untuk mengutarakan keadaan orang lain.
Kuesioner ini disusun sedemikian
rupa untuk dijawab responden, pertanyaan-pertanyaan tersebut cukup terperinci
dan lengkap. Kami menggunakan pertanyaan terbuka yaitu, responden diberikan
kebebasan untuk menguraikan jawabannya,
sedangkan pertanyaan yang bersifat terbuka jika jawaban tidak ditentukan
sebelumnya.
Penelitian kualitatif ini
menggunakan metode wawancara sebagai sarana menggali fenomena pada tiap
responden. Untuk wawancara, dibentuk pedoman wawancara berdasarkan acuan
teoritis yang ada.
Draft Wawancara
Berikut adalah
pertanyaan-pertanyaan yang kurang lebih akan ditanyakan kepada mentor dari
pasien yang menderita gangguan psikosomatis:
·
Apa penyebab utama seseorang terkena
gangguan psikosomatis?
·
Apakah penderita gangguan akan tahu
dengan mudah kalau dia sebenarnya mengalami gangguan psikosomatis?
·
Ciri-ciri dari penderita gangguan
psikosomatis berat adakah bedanya dengan penderita gangguan psikosomatis
ringan?
·
Kira-kira bagaimana tanggapan wali
pasien saat mengetahui bahwa anggota keluarganya mengalami gangguan
psikosomatis?
·
Bagaimana interaksinya dengan sesama
penghuni rumah sakit lainnya?
·
Apakah dia bisa diajak berkomunikasi
dengan orang biasa?
·
Apakah interaksi yang dilakukan pasien
dengan keluarganya cukup baik?
·
Bagaimana treatment yang diberikan oleh
pihak rumah sakit kepada pasien? apakah sudah cukup untuk bisa menyembuhkan
pasien?
Catatan Kecil
a.
Waktu Observasi
Kami melakukan observasi ke lapangan
pada hari Jum’at, 18 April dan 25 April
2014, diperkirakan akan sampai ke rumah sakit siang harinya. Observasi ini kami
lakukan selama satu hari. Segera setelah sampai disana kami akan memulai untuk
mencari beberapa pasien yang terkena gangguan psikosomatis untuk melihat
perbandingan antara pasien yang satu dengan yang lainnya dan mulai mewawancarai
mentor dari si pasien tersebut.
b. Penampilan
Pasien
Sebelumnya kami sudah mencari-cari
informasi tentang ciri-ciri atau kharakteristik dari penampilan pasien terkena
gangguan psikosomatis melalui internet. Gejala yang tampak pada pasien tersebut
yang banyak dijumpai di masyarakat berupa gejala sakit kepala, mudah pingsan,
banyak berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pada lambung,
diare, mudah gatal-gatal dan sebagainya dengan frekuensi yang
berulang-ulang.
Pada saat orang tersebut mengalami
penderitaan secara emosional, semisal pertengkaran atau permusuhan, tidak puas
terhadap diri sendiri, kekecewaan atau kehilangan seseorang tanpa dukungan dari
lingkaran terdekatnya, maka semua itu akan termanifestasi di badan dengan
berbagai macam gejala.
c. Perilaku
Pasien
Bila
pasien terebut mengalami konflik, maka yang pertama terjadi adalah reaksi
kecemasan (nerosa). Ada lima jenis nerosa, yaitu:
1. Nerosa
Cemas
2. Nerosa
Histerik: Gejala utamanya, penderita akan mengeluarkan jerit-jeritan untuk
melampiaskan kecemasannya.
3. Nerosa
Fobik: Dengan ketakutan berlebih.
4. Nerosa
Obsesif Kompulsif: Melakukan sesuatu hal secara berulang-ulang.
5. Nerosa
Depresi: Ditandai oleh kesedihan yang berkepanjangan.
Prosedur Penelitian
a.
Tahap Pra-lapangan
Terdapat
enam tahapan yang harus dilakukan oleh peneliti, ditambah dengan satu
pertimbangan yaitu etika penelitian lapangan. Tahapan-tahapannya adalah sebagai
berikut :
1) Menyusun
rancangan penelitian
Rancangan
penelitian mengatur sistematika yang akan dilaksanakan dalam penelitian.
Memasuki langkah ini peneliti harus memahami berbagai metode dan teknik
penelitian. Metode dan teknik penelitian disusun menjadi rancangan penelitian.
Mutu keluaran penelitian ditentukan oleh ketepatan rancangan penelitian serta
pemahaman dalam penyusunan teori.
2) Memilih
lapangan penelitian
Pemilihan
lapangan penelitian diarahkan oleh teori substansif yang dirumuskan dalam
bentuk hipotesis kerja walaupun masih tentatif sifatnya. Dalam menentukan
lapangan penelitian kita harus mempelajari dan mendalami fokus serta rumusan
lapangan penelitian.
3) Mengurus
Perizinan
Yang
harus diketahui oleh peneliti sebelum melakukan penelitian adalah siapa saja pihak
yang berwenang dalam memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian dan juga
persyaratan lain yang diperlukan dalam mengurus perizinan.
4) Menjajaki
dan Menilai Lapangan
Pada
tahapan ini, peneliti baru melakukan orientasi lapangan dan dalam hal-hal
tertentu telah menilai keadaan lapangan. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk
mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam supaya
peneliti dapat mempersiapkan diri serta menyiapkan perlengkapan yang
diperlukan.
5) Memilih
dan Memanfaatkan Lingkungan
Informan
adalah penyelidik dan pemberi informasi dan data[3]. Seorang
peneliti perlu memiliki seorang informan yang mempunyai banyak pengalaman
tentang latar penelitian yang berguna bagi peneliti dalam mencari dan
melengkapi informasi dari penelitiannya.
6) Menyiapkan
Perlengkapan Penelitian
Sebelum
melakukan penelitian, peneliti sejauh mungkin sudah menyiapkan segala alat dan
perlengkapan penelitian yang diperlukan sebelum terjun ke dalam kancah
penelitian.
7) Persoalan
etika Penelitian
Peneliti
hendaknya menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, adat kebiasaan, nilai
dan norma sosial serta kebudayaan masyarakat yang menjadi latar penelitiannya.
b. Tahap
Pekerjaan Lapangan
Dalam tahapan ini dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan
dan berperan serta sambil mengumpulkan data.
1) Memahami
Latar Penelitian dan Persiapan Diri
a. Pembatasan
latar dan peneliti
Peneliti
hendaknya mengenal adanya latar terbuka dan tertutup[5]. Selain itu
peneliti juga harus tahu bagaimana cara menempatkan diri sebagai peneliti yang
dikenal atau tidak.
b. Penampilan
Dalam
hal ini, peneliti harus menyesuaikan penampilan dengan latar penelitian,
seperti pakaian dan tingkah laku.
c. Pengenalan
hubungan peneliti di lapangan
Hubungan
akrab antara subjek dan peneliti alangkah baiknya harus dibina. Hal ini akan
sangat berguna bagi peneliti dalam menggali informasi karena antara peneliti
dan subjek penelitian dapat saling bekerja sama dengan saling bertukar
informasi.
d. Jumlah
waktu studi
Seorang
peneliti hendaknya perlu menentukan pembagian waktu agar waktu yang digunakan
di lapangan dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.
2) Memasuki
Lapangan
a. Keakraban
Hubungan
Dalam
menjalin keakraban hubungan, sikap peneliti hendaknya pasif, hubungan yang
perlu dibina berupa rapport, yaitu hubungan antara peneliti dan subjek yang
sudah melebur sehingga seolah tidak ada lagi dinding pemisah di antara
keduanya.
b. Mempelajari
bahasa
Selain
mempelajari bahasa dari latar penelitiannya, peneliti juga harus mempelajari
simbol-simbol yang digunakan oleh orang-orang yang menjadi subjek
penelitiannya.
c. Peranan
peneliti
Peneliti
harus dapat berperan aktif di tempat penelitiannya bahkan kadang kala peneliti
dipaksa berperan ketika mengahadapi masalah yang terjadi selama proses
penelitian.
3) Berperan-serta
Sambil Mengumpulkan Data
a. Pengarahan
batas studi
Pada
waktu menyusun usulan penelitian, peneliti harus dapat mengarahkan batas studi
agar dapat memutuskan apakah mengikuti permulaan, sebagian,atau seluruh
kegiatan suatu peristiwa sosial.
b. Mencatat
data
Proses
penelitian, peneliti diwajibkan untuk mencatat data yang kemudian dapat
dilengkapi dan disempurnakan bahkan dikembangkan untuk menjadi bahan
penelitian.
c. Petunjuk
tentang cara mengingat data
Peneliti
tidak dapat melakukan pengamatan sambil membuat catatan yang baik sambil
melakukan pekerjaan lain. Untuk itu diperlukan trik-trik tersendiri dalam
mengingat data.
d. Kejenuhan, keletihan, dan istirahat
Ada
masanya peneliti akan merasa jenuh dan letih dalam menjalani proses penelitian
tersebut. Maka dari itu, peneliti memerlukan istirahat yang cukup untuk
menyegarkan kembali pikirannya.
e. Meneliti suatu latar yang di dalamnya terdapat
pertentangan
Dalam
menghadapi konflik, hendaknya peneliti bersikap netral, tidak memihak dan menengahi
persoalan dan pertikaian yang sedang terjadi.
f. Analisis di lapangan
Seorang
peneliti, khususnya peneliti kualitatif mengenal adanya analisis data di
lapangan walaupun analisis data secara intensif barulah dilakukan sesudah ia
selesai melakukan penelitian di tempat tersebut.
Bab
4
Pembahasan
Gangguan Psikosomatis
Gangguan
Psikosomatik atau yang sekarang lebih dikenal sebagai penyakit Psikofisiologis,
merupakan penyakit fisik yang gejalanya disebabkan oleh proses mental dari
penderitanya. Jika dalam sebuah pemeriksaan medis, tidak ditemukan penyebab
fisik atas gejala-gejala yang muncul, atau jika penyakit ini muncul sebagai
akibat dari kondisi emosional, seperti kemarahan, depresi, rasa bersalah, maka
penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai penyakit Psikosomatis.
Dalam
buku The Miracle Of Mind Body Medicine, Adi W Gunawan mengungkapkan
ada beberapa faktor yang menyebabkan penyakit psikosomatis, antara lain:
· Motivasi
· Memori
Sakit
· Konflik
· Imprint
· Sugesti
Diri
· Identifikasi
· Pengalaman
masa lalu yang belum terselesaikan
· Pengalaman
masa kini yang belum terselesaikan
· Organo
Language
· Menghukum
diri sendiri (self punishment)
· Ego
state yang mengalami trauma
· Identofact
· Alter
· Mimpi
· Stress
Namun,
salah satu penyebab utama dari gangguan psikosomatis adalah stressor. Stres
bisa muncul dari berbagai permasalahan dalam pikiran seseorang yang memicu
reaksi emosionalnya. Adapun di bawah ini adalah penyebab umum yang dari
gangguan psikosomatis:
Stres Umum
Stres
ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu
tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe,
didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa
kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang
rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan,
perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian
anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan
orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian
yang diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah
menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara
pesimis adalah cenderung tidak mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka
mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.
Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres
psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian
spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan
homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Homeostasis
merupakan ketahanan dan kekuatan tubuh dalam mempertahankan keaadaan secara
konstan dan sama dalam waktu yang lama. homeostasis akan terlihat saat kita
mempertahankan diri dari keadaan sters yang menyerang tubuh di mana tubuh
mempertahankan keseimbangan. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali
diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan
keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
Variabel Fisiologis
Faktor
hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya
adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara
kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum
Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah
fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit.
Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis
anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan
hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah
kerja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak,
yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi,
imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.
Deskripsi Pasien
Nama:
Elli Agustina (Elli)
Tempat
tinggal: Jakarta
Status:
Belum Menikah
Pendidikan
terakhir: S1 di bidang pertanian
Masuk
panti: 2009-sekarang
Penyebab
gangguan: Kecelakaan dan sempat mengalami koma.
Kami
melakukan observasi di YPKK, Bogor dan menemukan pasien dengan gangguan
psikosomatis yang bernama Elli. Ia saat itu menggunakan baju kaos oblong
berwarna orange dengan celana bahan ¼.
Sekilas tidak ada yang nampak berbeda dari dirinya. Ia layaknya orang
normal pada umumnya duduk tenang diatas bangku panjang sambil menonton
televisi. Saat itu saya belum tahu bahwa beliau adalah pasien dengan gangguan
psikosomatis. Maka dari itu saya memberanikan diri untuk bertanya-tanya biasa
layaknya mengobrol bersama. Saya memulai dengan bertanya nama, dan mulai masuk
ke panti tersebut dari kapan, kenapa ia disana dan lain-lain. Semua pertanyaan dijawabnya
dengan luwes seperti ia tidak menganggap bahwa ini adalah sesi wawancara. Semua
yang kami obrolkan ia tanggapi dengan santai dan jawaban yang diberikannya
cukup jelas. Ia tahu hampir semua pasien wanita yang ada di panti itu. Ia
mengenal betul nama dan kebiasaan mereka. Itu bukti bahwa dia adalah orang yang
mudah bergaul. Pengetahuan dan wawasannya pun cukup luas terbukti saya tidak
kesulitan saat mengobrol dengannya. Ia juga saat itu bilang bahwa punya dua
saudara kandung (kakak). Tapi, saat kami bertanya tentang keluarganya,
tampaknya ia menjawab dengan sedikit kebohongan. Ia mengaku sudah punya anak
dua, padahal saat kami lansir dari susternya Elli sebenarnya belum menikah. Ia
juga sempat berbohong saat ditanya Panti tersebut memperbolehkan keluarga
berkunjung ke dalam lingkungan panti, ia jawab boleh dan sebenarnya keluarga
pasien hanya bisa menunggu di kantor saja dan tidak diperbolehkan masuk ke
lingkungan asrama mereka. Lalu, katanya pasien boleh membawa handphone atau
tidak ke dalam lingkungan tersebut ia menjawab boleh-boleh saja tapi, kalo
hilang susternya gak nanggung resiko padahal sang suster bilang tidak boleh ada
barang-barang seperti handphone, alat-alat yang kiranya membahayakan jiwa dan
sebagainya. Namun, ia orangnya ramah dan murah senyum. Saat saya mengobrol
dengannya kadang kami berdua tertawa bersama karena membahas topik-topik yang
menarik. Terlepas dari itu ia juga mengatakan aktivitas apa saja yang
dilakukannya selama berada di dalam Panti. Setiap pagi ia dan pasien lainnya melakukan
senam pagi jam 07.30 sampai 08.00. Setiap kamis diadakan pengajian atau khotbah
bagi kaum muslim dan pencerahan bagi umat kristiani. Setiap jam 10 pagi selalu
dibagikan cemilan dan jam 12 makan siang bersama. Setiap bulan pergi ke Kebon
Raya Bogor. Lalu, ia menambahkan bahwa jam 5 sore sudah harus masuk ke dalam
kamar.
Kami
sempat bertanya ke suster tentang penyebab ia mengalami gangguan psikosomatis.
Menurut suster, ia mengalami kecelakaan dan sempat mengalami koma sebenarnya
saya belum terlalu jelas apakah koma yang ia alami itu selama 3 tahun atau 3
bulan.
Hasil wawancara
· Apa
penyebab utama seseorang terkena gangguan psikosomatis?
Tidak
bisa dijelaskan dengan pasti apa penyebabnya, tetapi kebanyakan penyebabnya
adalah dari tuntutan lingkungan, seperti tugas deadline, keluarga, rekan kerja
dan lain-lain.
· Apakah
penderita gangguan akan tahu dengan mudah kalau dia sebenarnya mengalami
gangguan psikosomatis?
Tidak,
mereka sadar ketika di ingatkan atau disadari.
· Ciri-ciri
dari penderita gangguan psikosomatis berat adakah bedanya dengan penderita
gangguan psikosomatis ringan?
Gangguan
psikosomatis itu termasuk gangguan neurosis, ketika ganggguannya neurosis
dengan mereka menjaga pola makan, pola tidur, olahraga itu sudah bisa
menyembuhkan penyakitnya. Oleh karena itu tidak ada tingkatan berat dan
ringannya.
· Kira-kira
bagaimana tanggapan wali pasien saat mengetahui bahwa anggota keluarganya
mengalami gangguan psikosomatis?
Wali
mendukung kesembuhan pasien, oleh karena itu wali membawa ke panti rehab.
· Bagaimana
interaksinya dengan sesama penghuni rumah sakit lainnya?
Seperti
orang biasa.
· Apakah
dia bisa diajak berkomunikasi dengan orang biasa?
Iya
pasien psikosomatis berkomunikasi seperti orang biasa, jadi ia bisa
berkomuniaksi dengan kami yang orang normal.
· Apakah
interaksi yang dilakukan pasien dengan keluarganya cukup baik?
Pasien
diberikan waktu 20 hari sekali untuk dikunjungi oleh keluarganya, jadi pasien
berkomunikasi dengan keluarganya cukup baik.
· Bagaimana
treatment yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien? apakah sudah
cukup untuk bisa menyembuhkan pasien?
Panti
memberikan obat minum yang diberikan oleh psikiater dan menjalani terapi
aktivitas, dengan memberikan kegiatan yang pas, istirahat, dan makan yang cukup
untuk pasien.
Hambatan/Kendala
Dalam
melakukan penelitian ini kami mengalami
kendala yaitu pada subyek yang akan kami observasi, ketika kami melakukan
observasi di dua tempat yang berbeda yaitu di YPKK bogor dan di YAYASAN DAHA
GRAHA mengenai gangguan psikosomatis. Ketiak kami mengobservasi di YPKK BOGOR
kami menemukan ada subyek yang mengalami gangguan psikosomatis namun dari pihak
YPKK sendiri tidak mengizinkan kami untuk mengambil foto si subyek jadi dalam
hal ini keterangan lebih lanjut mengenai si pasien tidak dapat di telaah secara
mendalam namun pihak YPKK memberi sedikit info tentang si subyek tersebut
seperti nama, keterangan dia selama dirawat di yayasan tersebut dll.
Selanjutnya
kami melakukan observasi ke yayasan DAHA GRAHA dimana kami ingin menmgetahui
lebih lanjut tentang psikosomatis itu sendiri namun disana tidak ada pasien
dengan gangguan psikosomatis tunggal dalam arti yang dialami pasien itu terdiri
dari macam-macam gangguan namun pihak dari DAHA GRAHA memberikan penjelasan
tentang psikosomatis itu sendiri yang sekiranya menambah data yang kami punya
untuk menulis laporan dari hasil observasi.
Terapi
Melalui
Hypnotherapy faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit psikosomatis tersebut dapat diselesaikan. Kenapa? Karena Hypnotherapy bekerja di level Pikiran
Bawah Sadar (Unconscious Mind)
sementara faktor-faktor penyebab tersebut sering kali bersumber dari pikiran
bawah sadar.
Orang
yang mengalami psikosomatis mungkin akan mengalami kesulitan dalam membedakan
apakah penyakit yang dideritanya itu merupakan gangguan psikosomatis atau hanya
disebabkan gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi/pikiran penyebab
sakit itu tidak disadari. Cara paling mudah dan akurat untuk mengetahui apakah
suatu penyakit adalah psikosomatis atau sakit biasa adalah dengan menggunakan
terapi hipnotis. Pikiran bawah sadar sangat tahu apa yang terjadi pada diri
pasien. Hypnotherapist adalah terapi yang bisa bertanya langsung ke pikiran
bawah sadar pasien.
Apabila
sakit, tetaplah periksakan diri ke dokter terlebih dahulu. Apabila setelah
dilakukan pemeriksaan secara medis tidak ditemukan akar penyebab masalahnya,
maka pasien diduga kuat mengalami psikosomatis. Begitu pula apabila
penyakit-penyakit ringan sering kambuh seolah tak ada hentinya. Kemungkinan
pasien mengalami gangguan psikosomatis.
Gejala
psikosomatis bisa saja diringankan dengan obat-obatan semisal penahan rasa
sakit. Namun, itu hanya menahan sementara, dan gejala penyakit akan muncul
kembali berulang-ulang, dan kadang dalam bentuk yang berbeda-beda. Obat-obatan
hanya menangani gejala. Selama penyebabnya (program pikiran dan emosi negatif)
masih ada, gejala penyakit akan terus timbul.
Maka
dari itu pasien membutuhkan terapi hipnotis, satu-satunya solusi yang kami tahu
paling cepat untuk menyembuhkan psikosomatis. Bagi hypnotherapist, menyembuhkan psikosomatis bukanlah hal yang rumit.
Pasien akan dibimbing memasuki kondisi somnambulis (kondisi hipnotis yang
dalam) untuk menemukan akar masalah dan kemudian membereskannya.
Apabila masalahnya adalah program pikiran yang salah,
berkaitan dengan sistem kepercayaan, salah paham dan sebagainya, maka dilakukan
re-edukasi atau pembelajaran ulang agar klien mempunyai pikiran yang benar dan
keyakinan baru yang positif. Sedangkan bila sebabnya adalah emosi negatif,
seperti depresi, kecewa dan rasa bersalah, maka pikiran bawah sadar
dipersilakan menyadari masa lalu sebagai sebuah pelajaran, menerima dirinya
sepenuhnya, dan berbahagia dengan kondisi saat ini.
Adapun tipe-tipe
terapi lain yang bisa digunakan untuk para penderita psikosomatis adalah :
Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga
Karena
kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan
psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telah diajukan sebagai kemungkinan
fokus penekanan dalam psikoterapi untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Bryam
Karasu menulis bahwa pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak
intrapersonal yang lebih besar, memberikan dukungan ego yang lebih tinggi bagi
ego pasien psikosomatis yang lemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan
perpisahan parental. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam
hubungan antara keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang
sangat baik.
Terapi
Perilaku
Biofeedback. Ini
adalah terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan untuk
mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari
oleh pemikiran bahwa berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem
syaraf otonam sebenarnya dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning. Biofeedback mempergunakan instrumen
sehingga individu dapat mengenali adanya perubahan psikologis dan fisik pada
dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur reaksinya.
Misalnya
seseorang penderita migrain atau sakit kepala. Dengan menggunakan biofeedback, ia bisa berusaha untuk
rileks pada saat mendengar signal
yang menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau denyutan dikepala.
Penerapan
teknik ini pada pasien dengan hipertensi, aritmia jantung, epilepsy dan nyeri
kepala tegangan telah memberikan hasil terapetik yang membesarkan hati tetapi
tidak menyakitkan.
Teknik
Relaksasi
Terapi
hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang positif telah
diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat lain dengan
menggunakan meditasi transcendental.
Teknik meditasi juga digunakan dalam pengobatan nyeri kepala.
Bab
5
Penutup
Kesimpulan
Secara
singkat gangguan psikosomatik merupakan bentuk gangguan kesehatan yang umum
dijumpai di masyarakat, tapi masih sedikit yang menyadari bahwa penyebabnya
adalah masalah psikologis. Bahkan tidak banyak penderita yang berusaha
menggunakan terapi psikologis untuk menyembuhkan penyakit psikosomatis.
Penyakit-penyakit
psikosomatik biasanya berkaitan dengan kerja saraf otonom. Faktor budaya serta
kepribadian juga memegang peranan terhadap jenis dan gejala psikosomatis yang
dimunculkan.
Upaya
mengangani gangguan psikosomatik secara integral perlu mulai dikembangkan
penekatan medis saja tidaklah cukup bagi kesejahteraan pasien terutama dengan gangguan
psikosomatik ini. Apalagi efek jangka panjang dari medikasi yang berakibat
merugikan sering kali tidak diperkirakan sebelumnya. Sementara itu terapi
psikologi perlu dikembangkan untuk juga bukan hanya melulu mengatasi
gejala-gejala psikis saja, melainkan diperluas untuk menyentuh aspek fisik.
Saran
Tentunya,
kami sebagai Mahasiswa/I menghimbau kepada seluruh masyarakat khususnya kepada
keluarga yang salah satu anggotanya mempunyai gangguan psikosomatik agar
diberikan dukungan secara penuh untuk dapat meringankan gangguan yang dialami
oleh salah satu anggota keluarga dengan penuh rasa kasih sayang dan tanggung
jawab.
Serta,
untuk yayasan rumah sakit yang menangani pasien dengan gangguan psikosomatik
tentu harus meningkatkan sumbangsih tanpa putus asa dan kualitas pelayanan yang
ada demi tercapainya kesembuhan pasien.
Lampiran
Daftar
Pustaka
Bartanto
dan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994) hal. 256.
Hariwijaya, M. 2009. Cara Mudah Menyusun Proposal Skripsi, Tesis
& Disertasi. Pararaton: Yogyakarta.
Kartono, Kartini. 1989. Psikologi
Abnormal Dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju.
K.H. SS. Djam’an, Islam
dan Psikosomatis, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1975.
http://www.isekolah.org/file/h_1090894530.doc pada
tanggal 13 April 2014 jam 18.11.
Melliong, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Bandung: Remaja Posda Karya, 2004), hal. 127.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar