Latar Belakang
Abraham Maslow merupakan salah satu tokoh yang lahir di Manhattan
New york, pada 1 April 1908. Maslow mungkin memiliki masa kecil yang paling
menderita dan kesepian, Maslow menghabiskan masa kecilnya yang tidak bahagia di
Brooklyn. Maslow adalah anak tertua dari tujuh bersaudara dimana pada masa
kecilnya maslow dipenuhi dengan perasaan malu, rendah diri dan depresi yang
kuat.
Teori kepribadian dari Abraham Maslow mempunyai beberapa
sebutan, seperti teori humanistik, teori transpersonal, kekuatan ketiga dalam
psikologi, keempat dalam kepribadian, teori kebutuhan, dan teori aktualisasi
diri. Akan tetapi, Maslow (1970) menyebutnya sebagai teori holistik –
dinamis karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus
– menerus termotivasi oleh satu arah atau lebih kebutuhan dan bahwa orang
mempunyai potensi untuk tumbuh menuju kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri.
Aktualisasi diri dapat dicapai setelah individu telah
mencapai dan memenuhi hirarki kebutuhan yang paaling dasar yaitu kebutuhan
fisiologi, kebutuhan keamanan, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan
penghargaan, baru kemudian memenuhi aktualisasi diri.
Individu yang aktualisasi diri mempunyai ciri-ciri yaitu
berorientasi secara fisik, penerimaan umum atas kodrat dari, orang lain dan
diri sendiri, spontanitas, kesederhanaan dan kawajaran, memusatkan diri pada
masalah dan bukan pada diri sendiri, mamiliki kebutuhan akan indenpendensi dan
privasi, barfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik,
apresiasi yang senantiasa segar, mangalami pengalaman-pengalaman puncak, minat
sosial, hubungan antar pribadi yang kuat, stuktur watak demokratis, mampu
mengintegrasikan sarana dan tujuan, selera humor yang tidak menimbulkan
permusuhan, sangat kreatif, menantang komformitas terhadap kebudayaan.
Rumusan Masalah
Bagaimana
gambaran umum teori holistik-dinamis menurut Abraham Maslow?
Bagaimana
konsep hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow ?
Bagaimana
konsep aktualisasi diri menurut Abraham Maslow ?
Tujuan Penulisan
Untuk
memaparkan tentang gambaran umum tentang teori holistik – dinamis.
Untuk
memaparkan konsep hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow.
Untuk
menjelaskan konsep aktualisasi diri menurut Abraham Maslow.
BAB
II
PEMBAHASAN
Teori
Holistik – Dinamis
Teori kepribadian dari Abraham Maslow mempunyai beberapa sebutan, seperti teori
humanistik, teori transpersonal, kekuatan ketiga dalam psikologi, keempat dalam
kepribadian, teori kebutuhan, dan teori aktualisasi diri. Akan tetapi, Maslow
(1970) menyebutnya sebagai teori holistik – dinamis karena teori ini
menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus – menerus termotivasi oleh
satu arah atau lebih kebutuhan dan bahwa orang mempunyai potensi untuk tumbuh
menuju kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri. Untuk meraih
aktualisasi diri, orang harus memenuhi kebutuhan – kebutuhan di level yang
lebih rendah, seperti kebutuhan akan lapar, keamanan, cinta, dan harga diri.
Hanya setelah orang merasa cukup puas pada masing – masing kebutuhan –
kebutuhan ini maka mereka bisa mencapai aktualisasi diri.
Teori – teori dari Maslow, Gordon Allport, Carl Rogers, Rollo May, dan lainnya
kadang disebut sebagai kekuatan ketiga dalam psikologi. (kekuatan
pertama adalah psikoanalisis dan modifikasinya; kekuatan kedua adalah
behaviorisme beragam bentuknya). Seperti juga teoritikus lainnya, Maslow
menerima beberapa dari prinsip – prinsip psikoanalisis dan behaviorisme.
Sebagai seorang mahasiswa S2, Maslow telah mempelajari Interprestasi Mimpi
(Interpretation of dreams) dari Freud (Freud, 1900/1953) dan menjadi sangat
tertarik dengan psikologi selain itu, tesisnya yang meneliti primata sangat
dipengaruhi oleh Jon B. Watson (Watson, 1925). Akan tetapi, pada teori yang diungkapkannya
dikemudian hari, Maslow mengkritik, baik psikoanalisis maupun behaviorisme
untuk pandangan kedua teori ini yang terbatas dalam hal humanisme dan pemahaman
kedua teori ini yang kurang tepat mengenai seseorang yang sehat secara
psikologis. Maslow percaya bahwa manusia mempunyai ciri – ciri yang lebih
tinggi daripada yang diungkapkan, baik oleh teori psikoanalisis maupun
behaviorisme dan Maslow menghabiskan tahun – tahun terakhir masa hidupnya untuk
berusaha menemukan ciri – ciri dari individu – individu yang sehat secara
psikologis.
Konsep Hierarki Kebutuhan
Kebutuhan Fisiologis
Identifikasi Kebutuhan
Fisiologis
Kebutuhan
fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan
hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal,
seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan,
harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi
orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat
lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini
umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera
kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan
mendominasi perilaku manusia.
Tak
diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat
dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan
segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang
paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan
kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan
selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
Aplikasi
Pendidikan
Pertama-tama
harus selalu diingat bahwa bagi individu yang sangat kelaparan, tidak ada
perhatian lain kecuali makanan. Seorang guru atau orang tua jangan berharap
terlalu banyak dari siswa yang kelaparan karena siswa yang kelaparan tidak akan
bisa belajar dengan baik. Berbeda dari kebutuhan-kebutuhan tingkat berikutnya,
kebutuhan pokok ini hanya bisa dipenuhi oleh pemicu kekurangannya. Rasa lapar
hanya dapat dipuaskan dengan makanan. Maslow menggambarkan bahwa bagi manusia
yang selalu dan sangat kelaparan atau kehausan. individu yang cenderung
berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin sepanjang hidupnya, maka
sempurnalah kebahagiaannya, individu seperti itu hanya hidup untuk makan saja.
Untuk memotivasi siswa seperti ini, tentu saja makanan solusinya. Pemberian
waktu untuk makan dan memenuhi kebutuhan fisiologis akan memberikan dampak positiv
dan motivasi untuk belajar.
Kebutuhan Rasa Aman
Identifikasi
Kebutuhan Rasa Aman
Segera
setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow
sebagai kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori
kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan
kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan
sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang
anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang
anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika
hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman.
Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas
serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak
diharapkan.
Aplikasi
Pendidikan
Dalam
pendidikan, siswa butuh akan rasa aman dalam belajar. Siswa akan merasa aman
jika gedung sekolah dalam keadaan baik dan layak atau siswa juga akan merasa
aman jika guru yang mengajarnya sabar.Untuk dapat memberikan rasa aman tersabut
pihak sekolah dan guru harus memahami akan apa yang dibutuhkan siswa.
Rasa
sabar yang dimiliki guru untuk mendidik siswa akan membuat siswa merasa aman
dan akan termotivasi untuk belajar. Rasa aman ini akan membuat siswa ingin
memcapai kebutuhan yang lain.
Kebutuhan
Sosial
Identifikasi
Kebutuhan Sosial
Setelah
terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup
kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang
akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan
belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih,
isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh
kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan)
di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai
dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa
bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan
cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia
akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan,
tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Aplikasi
Pendidikan
Siswa
dalam organisasi menginginkan dirinya tergolong pada kelompok tertentu. Siswa
tersebut ingin berasosiasi dengan rekan lain, diterima, berbagi, dan menerima
sikap persahabatan dan afeksi. Misalnya seorang siswa yang mencari perhatian
pada gurunya agar dapat diterima oleh guru tersebut, namun guru tersebut tidak
menanggapi dengan baik terhadap hal yang dilakukan oleh siswa tersebut sehingga
siswa tersebut merasa mengalami penolakan dan terkucilkan. Hal tersebut membuat
siswa enggan untuk belajar dan enggan untuk mencapai kebutuhan yang lebih
tinggi.
Kebutuhan
akan Penghargaan
Identifikasi
Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut
Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis)
mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap,
mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri
atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan
akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal)
mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan,
kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang
kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan,
penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama
baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan
demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang
kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus
asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat
kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang
menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus
nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah
terpuaskan.
Aplikasi
Pendidikan
Tidak jarang siswa yang merasa kecewa karena merasa hasil belajarnya tidak
dihargai oleh guru, teman atau orang tua. Contohnya saat siswa tersebut
mendapat nilai delapan puluh namun guru atau orang tua meremehkan dan
mengabaikan nilai yang didapat oleh siswa tersebut sehingga membuat siswa
tersebut merasa sangat kecewa.
Guru atau orang tua hendaknya tidak melakukan hal tersebut karena hal tersebut
dapat membuat anak tidak termotivasi. Setidaknya berikan penghargaan berupa
pujian terhadap siswa tersebut sehingga siswa tersebut merasa dihargai.
Kebutuhan
akan Aktualisasi Diri
Identifikasi
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Menurut
Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia
untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow
sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat
untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut
kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul
setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan
akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi
Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai
titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan
ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara
ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin
yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida
kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga
aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang
diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan,
melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada
menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan
lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
Aplikasi
Pendidikan
Pada
tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang
bagaimana cara memotivasi siswapada level ini. Bagi siswa yang dikatakan telah
mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang
ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai
dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa
yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya,
siswa biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama
dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan
kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut
Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan
orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap
wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri atau
sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia.
GAMBAR
PIRAMIDA KONSEP KEBUTUHAN HIERARKI
Kebutuhan Neurotik
Menurut Maslow, manusia itu lahir dengan keinginan dasar
berkembang sehat dan bergerak menuju aktualisasi diri. Apabila gagal dalam
mengambangkan keinginan dasar itu maka akan menimbulkan neurosis dan
perkembangan abnormal. Penderita neurotik adalah orang yang terhalang atau
menghalangi diri sendiri dari memperoleh kepuasan kebutuhan dasar mereka
sendiri. Halangan itu akan menghentikan gerak maju menuju aktualisasi diri.
Kebutuhan Kognitif
Menurut
Maslow (1943) “Keinginan untuk tahu dan mengerti adalah conative, yang
harus dilakukan dengan usaha-usaha tertentu, dan kebutuhan ini diperlukan
layaknya kebutuhan dasar”. Maslow tidak begitu jelas mengapa menempatkan
kebtuhan kognitif ini diurutan atas dalam hierarki kebutuhannya, tapi pastinya
kebutuhan ini ditempatkan setelah kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan
dan sebelum kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Pengetahuan
menjadi prasyarat untuk mengaktualisasikan diri karena jumlah pengetahuan
sangat penting untuk motivasi mengembangkan potensi dan perencanaan hidup.
Ketika individu mengetahui dengan pasti petunjuk dimana aktualisasi diri
ditemukan, aktualisasi diri membantu memotivasi untiuk mengikuti belajar
tambahan. Menurut Maslow, proses pembelajaran dan pemahaman itu tidak memiliki
arti apa-apa jika tidak ditanamkan.
Kebutuhan Estetika
Kebutuhan
estetika meliputi kebutuhan akan keindahan, kesenian, musik, yang merupakan
bagian dari aspirasi tertinggi dari individu. Kebutuhan ini akan muncul jika
kebutuhan-kebutuhan yang lain sudah terpenuhi. Melalui kebutuhan inilah
individu dapat mengembangkan kreativitasnya.
Konsep Aktualisasi Diri
Pengertian Aktualisasi Diri
Pengertian
“aktualisasi diri”(self actualization) yang dibahas pada kesempatan kali ini
adalah murodif dengan term “realisasi diri“ (self realization ) yang masing –
masing mempunyai pengertian yang mengacu kepada pemenuhan pengembangan diri
atas potensi dan kapasitas sendiri.
“Setiap
orang harus berkembang sepenuh kemampuannya”. Pemaparan tentang kebutuhan
psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan dan menggunakan kemampuan, oleh
Maslow disebut aktualisasi diri, merupakan salah satu aspek penting teorinya
tentang motivasi pada manusia. Lebih lanjut aktualisasi diri adalah keinginan
untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment), untuk
menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat
melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi
potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi
manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain
bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu. Mereka mengekspresikan
kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami, dan tidak mau ditekan oleh budaya.
Dalam aktualisasi diri yang optimal terkandung dua unsur penting yang
terintegrasi yakni kepuasan diri dan kepuasan lingkungan oleh prestasi optimal
yang diraih berkat upaya keras yang bisa membutuhkan waktu bertahun – tahun.
Tentu saja, proses pencapaian aktualisasi diri baru akan teraih bila lingkungan
secara kondusif memberi kesempatan bagi kebebasan individu untuk berlatih
mengembangkan potensinya secara optimal yang dibantu melalui proses pendidikan.
Persepsi
di atas, mencerminkan pemberian tempat atau wadah secara khusus untuk pengembangan
potensi diri bagi individu dirasa perlu mendapat perhatian khusus oleh individu
itu sendiri. Sebenarnya teori ini adalah salah satu bagian dari teori hierarki
kebutuhan yang menempati posisi teratas, dan teori aktualisasi diri Abraham
Maslow ini berkenaan dengan tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun.
Konon,
sebelum wafat, Abraham Maslow, Bapak Penggagas Hierarki Kebutuhan itu, sempat
menunjukkan penyesalannya. Teori motivasi yang digagasnya itu mestinya perlu
direvisi. Apanya yang perlu direvisi? Menurut yang ditulis Danah Zohar dan Ian
Marshall dalam bukunya Spiritual Capital (Mizan: 2005), katanya, Hierarki
Kebutuhan yang digagasnya mestinya perlu dibalik. Seandainya itu benar-benar
kejadian, maka yang paling bawah bukanlah kebutuhan fisik (fisiologis),
melainkan aktualisasi-diri. Maslow menyesal karena teori yang sebenarnya
dimaksud untuk memaparkan problema masyarakat saat itu, mengilhami orang-orang
tertentu untuk menjadi tamak dan terus-terusan memikirkan kebutuhan fisiknya,
kebutuhan ragawinya. Di sisi lain, seperti yang kerap kita dengar, teori ini
juga banyak “dimanfaatkan” oleh orang-orang malas untuk menjustifikasi
kemalasannya dengan alasan kebutuhan fisik.
Sebagaimana
kita ketahui, Maslow mengeluarkan teori motivasi yang diasaskan pada kebutuhan
manusia dalam bentuk gambar piramida (kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial,
penghargaan, aktualisasi-diri). Tak tahunya, teorinya ini bisa dibilang
termasuk yang paling mashur dan telah dijadikan pedoman banyak orang. Kalau
membaca buku-buku manajemen yang beredar, ada sedikitnya tiga penjelasan dari
teori Maslow itu.
Pertama,
setiap tingkatan atau hierarki, harus dipenuhi lebih dulu sebelum tingkatan
berikutnya diaktifkan. Orang tidak terdorong untuk memperoleh pemenuhan
kebutuhan sosial sebelum kebutuhan fisiknya dapat dipenuhi. Orang tidak
terdorong untuk mengaktualisasikan dirinya sebelum kebutuhan lain-lain
terpenuhi.
Kedua,
setelah satu kebutuhan dipenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi dapat memotivasi
perilaku seseorang. Tingkatan kebutuhan di atas hanya bisa diibaratkan seperti
pintu masuk. Jauh sebelum kita sampai rumah, yang kita tuju adalah pintu masuk
rumah. Begitu kita sudah sampai di depan rumah, kepentingan kita dengan pintu
masuk hanyalah untuk bisa melewatinya. Jika ini dikaitkan dengan usaha
memotivasi orang, maka yang diperlukan adalah mengetahui sudah sampai pada
hierarki ke berapa kini orang itu berada. Seandainya orang itu masih berada
pada hierarki fisiologi lantas dimotivasi untuk melakukan hal-hal yang menjadi
sumber pemenuhan kebutuhan sosial, ini mungkin tidak kena. .
Ketiga,
Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu menjadi dua tingkat, yaitu: tingkat atas
dan tingkat bawah. Kebutuhan fisiologis dan keamanan digambarkanya sebagai
kebutuhan tingkat bawah. Sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan
aktualisasi diri digambarkannya sebagai kebutuhan tingkat atas. Kebutuhan
tingkat bawah mendapatkan pemenuhan dari faktor eksternal. Sementara kebutuhan
tingkat atas mendapatkan pemenuhan dari faktor internal.
Aktualisasi
potensi
Kalau
berbicara tentang potensi manusia, ini mungkin referensinya sudah sangat
banyak. Profesor satu berbicara ada sekian kecerdasan yang terpendam dalam diri
manusia. Profesor satunya lagi berbicara ada sekian bakat yang terpendam.
Profesor lain lagi berbicara ada sekian kompetensi dasar. Kitab suci berbicara
betapa hebatnya manusia itu dan sekaligus berbicara betapa lemahnya manusia
itu. Intinya, seperti kesimpulan Daniel Goleman, seberapa pun kecerdasan
manusia itu bisa diungkap, yang sanggup diungkap itu hanya sebagian dan sekian.
Meski
terkesan ada perbedaan yang cenderung sulit disepakati tentang “istilah”nya,
tetapi semuanya sepakat untuk satu hal, yaitu: potensi manusia itu selamanya
tidak akan berubah menjadi prestasi selama tidak diaktualisasikan. Maslow
sempat bicara: “Saat ini juga Anda sudah berada di dalam posisi yang tepat
untuk melakukan apapun. Di dalam diri Anda sudah terdapat kapasitas, bakat,
misi, arah hidup dan panggilan yang menyadarkan.”
Bukti
Diri
Memunculkan
dorongan aktualisasi diri juga kita butuhkan saat menghadapi realitas yang
brutal atau bertentangan dengan keinginan. Realitas semacam itu sama artinya
dengan halang rintang. Meski realitas itu tak berbicara, tetapi sebetulnya ia
menawarkan tiga pilihan: a) apakah Anda akan mundur, b) apakah Anda akan diam,
dan c) apakah Anda akan tetap memutuskan untuk melangkah maju dengan mencari
jalan lain. Kita pilih yang manapun, sebetulnya itu pilihan kita. Tak ada orang
lain yang punya ruang ikut campur di sini. Cuma, pilihan yang kita jatuhkan itu
adalah bukti siapa diri kita. Jika kita memilih mundur, itulah bukti siapa diri
kita. Meski kita sanggup mengungkapkan beribu dalih, tapi dunia ini akan tetap
mencatat itulah bukti siapa diri kita. Itulah kita yang mundur. Sebaliknya,
jika kita memilih maju dengan mencari jalan lain, itu pulalah bukti siapa diri
kita. Meski tidak ada koran yang menulisnya tetapi dunia ini akan mencatatnya
sebagai rapor (report) .
Kaitannya
dengan bahasan kita ini adalah, jika kita menjadikan terpenuhinya kebutuhan fisik,
keamanan, sosial dan lain-lain sebagai pra-syarat yang kita tetapkan untuk
memulai langkah maju, dengan berlindung di balik Piramida Maslow, tentu kasihan
sekali konsep itu. Piramida itu dikeluarkan untuk memotivasi manusia supaya
lebih maju, tapi kini disalahgunakan untuk men-demotivasi. Hal lain yang lebih
krusial adalah sikap dunia. Dunia ini tidak punya kebijakan yang berbasiskan
perasaan, seperti iba atau kasihan atas dalih yang kita kemukakan. Ketika kita
mengambil keputusan mundur, dunia ini membalasnya dengan kemunduran. Ketika
kita mengambil keputusan diam, dunia ini membalasnya dengan stagnasi. Ketika
kita mengambil keputusan maju, dunia ini membalasnya dengan progresivitas. Ini
diberikan dengan tanpa memandang hierarki kebutuhan.
Jadi,
kita kedepankan atau kita “simpan” masalah aktualisasi diri itu, pada akhirnya
dunia ini tetap menuntut untuk diawalkan, di kedepankan, di utamakan. Suka atau
tidak, siap atau tidak, memang sudah begitu garisnya. Ini kalau kita bicara
minimalnya untuk dua konteks di atas.
Adapun
untuk konteks lain, bisa jadi akan lebih bermanfaat kalau Piramida itu diikuti,
misalnya untuk memotivasi anak buah atau karyawan. Penggoda bernama desakan
“Kebutuhan”. Menurut petuah klasik orang-orang bijak, jika Tuhan harus lebih
banyak mengingatkan manusia tentang kehidupan dunia yang membahayakan dan
kehidupan akhirat yang lebih menjanjikan, itu bukan berarti kehidupan dunia ini
tidak penting. Dunia ini tetap penting, terlepas kita menganggapnya penting
atau tidak.
Peringatan
terhadap dunia itu dikeluarkan berkaitan dengan “the nature” manusia. Secara
insting, manusia lebih tertarik dengan kehidupan dunia, target jangka pendek,
dan hasil yang langsung kelihatan dan bisa dilihat orang lain, sekaligus bisa
dinikmati sekarang juga. Manusia, by nature, kurang tertarik dengan kehidupan
akhirat, yang nanti, yang tidak kelihatan langsung, dan yang tidak bisa
dinikmati sekarang.
Jika
Tuhan lebih banyak mengingatkan keutamaan intelektual, emosional dan spiritual
(kualitas manusia), dan lebih banyak mengingatkan bahayanya kekayaan, perhiasan
atau penampilan, itu bukan berarti semuanya itu tidak penting bagi manusia.
Tapi, ini karena, secara nafsu, manusia lebih tertarik untuk mengejar kemewahan
dengan harta ketimbang mengasah intelektualnya atau emosionalnya. Manusia lebih
tertarik menunjukkan kekayaannya (show-off) ketimbang tertarik untuk
meng-amal-kan (sebagian) kekayaannya kepada orang lain.
Jika
itu semua kita jelaskan dengan bahasa manajemen, mungkin kebutuhan dunia
(jangka pendek, kelihatan langsung) atau kebutuhan fisik manusia itu selalu
berada pada level “urgent” dalam diri manusia. Sementara, kebutuhan yang
berjangka panjang, kebutuhan yang mengarah pada terbentuknya kualitas manusia,
dan semisalnya selalu ditempatkan pada level “important”. Sayangnya,
seperti pesan Covey, kebanyakan manusia lebih sering merasa terdesak oleh
kebutuhan-kebutuhan urgent-nya dan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan yang
important. Covey menyebutnya dengan istilah keracunan desakan. Sebagai
contohnya misalnya, adakah orang yang merasa terdesak untuk membaca buku,
beramal, mengasah potensinya, dan semisalnya? Kalau pun ada, itu jumlahnya
sedikit. Tapi, jika kita bertanya adakah orang yang terdesak untuk membeli TV
terbaru, handphone terbaru, atau mobil keluaran baru, tentu ini jumlahnya
terlalu banyak.
Kaitannya
dengan motivasi berprestasi adalah, jika kita selalu menjadikan pemenuhan
kebutuhan fisik (dalam pengertian yang luas), sebagai syarat mutlak untuk
berprestasi, berkarya, berkreasi atau berbuat baik bagi manusia, kerapkali ini
akan dikalahkan oleh dorongan kebutuhan yang tidak ada habisnya itu. Bahkan
seringkali hanya berupa tipuan. Desakan kebutuhan fisik itu seperti air laut.
Semakin banyak kita minum, semakin haus kita.
Karenanya,
kepentingan kita untuk membalik piramida itu bukan untuk sebagai bahan menulis
puisi bahwa Maslow telah gagal. Bukan untuk itu. Maslow telah “berijtihad”
dengan kemampuannya dan untuk konteks tertentu masih tetap perlu dijadikan
rujukan, misalnya untuk pimpinan organisasi. Kepentingan kita untuk membaliknya
itu adalah agar kita tidak terjebak dalam upaya memenuhi kebutuhan fisik dan
mengabaikan kebutuhan aktualisasi dengan berlindung di balik teori Piramida.
Dan lagi, kalau kita mau hitung-hitungkan sederhana, jika kita sudah mengaktualisasikan
potensi yang kita miliki menjadi kumpulan prestasi yang terus bertambah dan
mengaktualisasikan “siapa diri kita” dalam menghadapi realitas, maka dengan
sendirinya kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang dan penghargaan akan kita
dapatkan dengan mudah.
Maslow
menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi
orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Maslow juga
melukiskan kebutuhan ini sebagai “Hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya ”.
Mengenai
pemanfaatan atau pengembangan potensi-potensi jiwa yang merupakan pangkal atau
sumber-sumber yang ada dan terpendam yang harus dikembangkan serta diyakini
bahwa setiap jiwa itu sebagai permata yang tak ternilai. Dalam hal ini Ghazali
menuturkan : “ Siapa meyakini setiap jiwa sebagai permata tak ternilai, ia pun
berhati-hati agar tidak menyia-nyiakan termasuk faedahnya adalah mampu
mengutamakan orang lain dan mencapai keutamaan.”
Penuturan
Al-Ghazali tersebut di atas merefleksikan bahwa jiwa itu permata yang tak
ternilai yang perlu dijaga, demikian juga dibina atau diarahkan, dikontrol dan
dikendalikan dari yang jelek menuju yang baik. Hal ini disebabkan karena
perubahan jiwa yang baik tidak akan terjadi sebelum orangnya sendiri berupaya
untuk merubahnya.
Termasuk
di dalam perubahan jiwa ini adalah perubahan dalam berpikir dimana dalam hal
ini aspek kognitif atau intelektual yang lebih dominan lalu diikuti perubahan
secara rohani yang dibuktikan dengan adanya akhlakul karimah.
Selain
perubahan jiwa yang telah disebutkan di atas, dalam aktualisasi diri juga
mencakup aspek perubahan secara jasmani atau fisik. Artinya seorang individu
yang beraktualisasi diri tidak hanya perubahan jiwa tetapi juga pemanfaatan
suatu potensi diri juga diimbangi dengan adanya aspek fisik yang memadai,
seperti dalam sebuah semboyan “ dalam tubuh yang sehat terdapat pula jiwa yang
sehat “, sehingga nantinya pengembangan potensi diri individu bisa mencerminkan
seorang manusia seutuhnya yang bisa diharapkan bermanfaat bagi orang lain dan
lingkungan di sekitarnya.
Definisi
pribadi yang teraktualisasikan diri memang masih kabur, namun secara bebas
Maslow melukiskannya sebagai “Penggunaan dan pemanfaatan secara penuh bakat,
kapasitas-kapasitas, potensi-potensi, dsb. Orang semacam itu memenuhi dirinya
dan melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya”. Kriterium negatifnya ialah
tiadanya kecenderungan-kecenderungan ke arah gangguan-ganggugan psikologis,
neurois atau psikosis. Pribadi yang teraktualisasikan diri merupakan contoh
tepat spesies manusia , wakil kelompok yang kemudian oleh Maslow disebut “pucuk
yang tumbuh mekar” (the “growing tip”).
Maslow
mencatat bahwa aktualisasi diri itu tidak hanya berupa penciptaan kreasi atau karya-karya
berdasarkan bakat-bakat atau kemampuan-kemampuan khusus. Orang tua, mahasiswa,
dosen, sekretaris, dan buruhpun bisa mengaktualisasikan dirinya , yakni dengan
jalan membuat yang terbaik, atau bekerja sebaik-baiknya dengan bidangnya
masing-masing, misalkan seorang musisi harus menciptakan musik, seorang artis
harus melukis, seorang penyiar harus bersyair, jika pada akhirnya ia ingin
tenteram. Ia harus jujur terhadap sifatnya sendiri. Kebutuhan ini dapat kita
sebut perwujudan diri. Istilah ini yang mula-mula diciptakan oleh Kurt
Goldstein dalam buku ini dipergunakan dalam arti yang jauh lebih khusus dan
terbatas. Istilah itu menunjuk pada keinginan orang akan perwujudan diri, yakni
pada kecenderungannya untuk mewujudkan dirinya sesuai kemampuannya. Kecenderungan
ini dapat diungkapkan sebagai keinginan untuk makin lama makin istimewa, untuk
menjadi apa saja menurut kemampuannya. Bentuk pengaktualisasian diri ini
berbeda pada setiap orang. Hal ini disebabkan adanya perbedaan individual.
Namun dengan kata lain, beragam profesi manusia dengan latar belakang apapun
bisa menuju pada taraf aktualisasi diri.
Dari
penjelasan di atas, kiranya dapat dipahami bahwa yang menjadi tolok ukur akan
aktualisasi diri disini adalah kemampuan daripada individu itu sendiri dalam
mewujudkan apa yang menjadi ide dan hasrat serta kesadaran diri yang sebelumnya
telah didahului adanya dan didasarkan pada potensi atau kemampuan yang
konstruktif yang ia miliki.
Bagaimanapun
Maslow bahwa untuk mencapai taraf aktualisasi diri atau memenuhi kebutuhan akan
aktualisasi diri tidaklah mudah, sebab upaya ke arah itu banyak sekali
hambatan-hambatannya. Hambatan yang pertama berasal dari dalam individu, yakni
berupa ketidaktahuan , keraguan, dan bahkan juga rasa takut dari indivdu untuk
mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga potensi-potensi itu
tetap laten.
Hambatan
yang kedua atas upaya aktualisasi diri itu berasal dari masyarakat. Hambatan
ini selain berupa kecenderungan mendepersonalisasi individu, juga berupa
perepresian sifat-sifat, bakat, atau potensi-potensi. Dalam kenyataannnya,
menurut keyakinan Maslow, tidak ada satupun lingkungan masyarakat yang
sepenuhnya menunjang atas upaya aktualisasi diri para warganya, meski tentunya
ada beberapa masyarakat yang jauh lebih baik dan menunjang dari pada masyarakat
yang lainnya.
Hambatan
yang terakhir atas upaya aktualisasi diri berupa pengaruh negatif yang
dihasilkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman. Oleh individu-individu yang
kebutuhan akan rasa amannya terlalu kuat, pengambilan resiko, pembuatan
kesalahan, dan pelepasan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak konstruktif itu
justru akan merupakan hal-hal yang mengancam atau menakutkan, dan pada
gilirannya ketakutan ini akan mendorong individu-individu tersebut untuk bergerak
mundur menuju pemuasan kebutuhan akan rasa aman.
Oleh
karena the need for self actualization itu tidak mudah diaktualisasikan dan
bentuknya pun juga mengalami perbedaan pada setiap orang, maka kita harus
menerima kemampuan kita itu dengan penuh lapang dada. Namun kita tetap bertumpu
pada diri sendiri artinya kita tidak usah meniru-niru orang lain dan yakin pada
diri sendiri. Bahkan kita bisa melakukan seperti apa orang lain lakukan
dihadapan kita. Karena sebenarnya hanya kitalah yang tahu akan kemampuan kita
sendiri dan kita masih memiliki kekuatan-kekuatan baru yang tidak dapat
diketahui oleh orang lain.
Dengan
demikian bisa disimpulkan, bahwa pencapaian aktualisasi diri disamping
membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjang, juga menuntut adanya kesediaan
atau keterbukaan individu terhadap gagasan-gagasan dan pengalaman-pengalaman
baru.
Sifat-Sifat
Individu Yang Mencapai Aktualisasi Diri
Untuk
mencapai tingkat aktualisasi-diri, individu harus sudah memenuhi empat
kebutuhan sebelumnya. Dia jangan lagi direpotkan oleh masalah mencari makan,
jangan lagi dihiraukan oleh ancaman keamanan dan penyakit, memiliki teman yang
akrab dan penuh rasa cinta, juga memiliki perasaan dihargai. Dia bebas dari
neurosis, psikosis, dan gangguan psikologis lain. Sifat lainnya adalah soal
usia: orang yang mengaktualisasikan dirinya tampaknya adalah orang yang telah
setengah tua atau lebih tua. Maslow bahkan menyebut usia 60 tahun atau lebih,
sebab orang setua ini sudah mencapai taraf kematangan (sudah hampir selesai),
dalam arti tidak akan atau sulit untuk berubah lagi.
Sifat-sifat
berikut ini merupakan manifestasi dari metakebutuhan-metakebutuhan yang
disebutkan di atas.
1.
Berorientasi secara Realistik
Inilah sifat paling umum dari individu yang teraktualisasi. Dia mampu mengamati
objek-objek dan orang-orang di sekitarnya secara objektif. Maslow menyebut
persepsi objektif ini Being-cognition (B-cognition), suatu bentuk
pengamatan pasif dan reseptif, semacam kesadaran tanpa hasrat. Dia melihat
dunia secara jernih sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi oleh keinginan,
kebutuhan, atau sikap emosional.
2.
Penerimaan umum atas kodrat, orang-orang lain dan diri sendiri
Individu yang teraktualisasi menerima dirinya, kelemahan-kelemahan dan
kekuatan-kekuatannya tanpa keluhan atau kesusahan. Dia menerima kodratnya
sebagaimana adanya, tidak defensif atau bersembunyi di balik topeng-topeng atau
peranan sosial. Sikap penerimaan ini membuatnya mampu mendengarkan orang lain
dengan penuh kesabaran, rendah hati dan mau mengakui bahwa Dia tidak tahu
segala-galanya dan bahwa orang lain akan mengajarinya sesuatu.
3.
Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
Dalam semua segi kehidupan, orang yang teraktualisasi bertingkah laku secara
terbuka dan langsung tanpa berpura-pura. Dia tidak harus menyembunyikan
emosi-emosinya, tetapi dapat memerlihatkan emosi-emosi tersebut secara jujur
dan wajar. Seperti anak kecil, orang yang teraktualisasi kadang terlihat lugu,
mendengarkan dengan penuh perhatian, takjub dan heran akan sesuatu yang baru,
dan itu semua dilakukannya secara apa adanya tanpa dibuat-buat.
4.
Memusatkan diri pada masalah dan bukan pada diri sendiri
Individu yang teraktualisasi-diri tidak pernah menyalahkan diri sendiri ketika
gagal melakukan sesuatu. Dia menganggap kegagalan itu sebagai suatu hal yang
lumrah dan biasa saja. Dia mungkin akan mengecam setiap ketololan dan
kecerobohan yang dilakukannya, tetapi hal-hal tersebut tidak menjadikannya
mundur dan menganggap dirinya tidak mampu. Dicobanya lagi memecahkan masalah
dengan penuh kegembiraan dan keyakinan bahwa ia mampu menyelesaikannya.
5.
Memiliki kebutuhan akan privasi dan independensi
Individu yang mengaktualisasikan-diri memiliki kebutuhan yang kuat untuk
memisahkan diri dan mendapatkan suasana kesunyian atau suasana yang meditatif.
Dia butuh saat-saat tertentu untuk tidak terganggu oleh adanya orang lain. Dia
memiliki kemampuan untuk membentuk pikiran, mencapai keputusan, dan
melaksanakan dorongan dan disiplin dirinya sendiri.
6.
Berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik
Individu yang mengaktualisasikan-diri sudah dapat melepaskan diri dari
ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan sosial dan fisik. Pemuasan
akan motif-motif pertumbuhan datang dari dalam diri sendiri, melalui
pemanfaatan secara penuh bakat dan potensinya.
7.
Apresiasi yang senantiasa segar
Individu yang teraktualisasi senantiasa menghargai pengalaman-pengalaman
tertentu bagaimana pun seringnya pengalaman itu terulang, dengan suatu perasaan
kenikmatan yang segar, perasaan terpesona, dan kagum. Bulan yang bersinar
penuh, matahari terbenam, gelak tawa teman, dan hal-hal biasa lainnya selalu
dipandang seolah-olah merupakan pengalaman yang baru pertama kali baginya.
Apresiasi yang senantiasa segar ini membuat hidupnya selalu bergairah tanpa
kebosanan.
8.
Mengalami pengalaman-pengalaman puncak (peak experiences)
Ada kesempatan di mana individu yang mengaktualisasikan diri mengalami ekstase,
kebahagiaan, perasan terpesona yang hebat dan meluap-luap, seperti pengalaman
keagamaan yang mendalam. Inilah yang disebut Maslow “peak experience”
atau pengalaman puncak. Pengalaman puncak ini ada yang kuat dan ada yang
ringan. Pada orang yang teraktualisasi, perasaan “berada di puncak” ini bisa
diperolehnya dengan mudah, setiap hari; ketika bekerja, mendengarkan musik,
membaca cerita, bahkan saat mengamati terbit matahari.
9.
Minat sosial
Individu yang teraktualisasi memiliki perasaan empati dan afeksi yang kuat dan
dalam terhadap semua manusia, juga suatu keinginan membantu kemanusiaan. dia
menemukan kebahagiaan dalam membantu orang lain. Baginya mementingkan orang
lain berarti mementingkan diri sendiri.
10.
Hubungan antarpribadi yang kuat
Individu yang teraktualisasi memiliki cinta yang lebih besar, persahabatan yang
lebih dalam serta identifikasi yang lebih sempurna dengan individu-individu
lain. Sahabat-sahabatnya bisa jadi tidak banyak, tetapi sangat akrab. Istrinya
mungkin cuma satu, tetapi cinta yang diterima dan diberikannya sangat besar dan
penuh kesetiaan. Ia tidak memiliki ketergantungan yang berlebihan kepada orang
yang dicintai sehingga membuatnya terhindar dari cemburu buta, iri hati, dan
kecemasan.
11.
Struktur watak demokratis
Individu yang sangat sehat membiarkan dan menerima semua orang tanpa
memerhatikan kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik, ras, warna
kulit, bahkan agama. Tingkah laku mereka menunjukkan tingkat toleransi yang
tinggi, tidak angkuh, tidak picik atau menganggap diri paling benar. Sifat ini
menggabungkan beberapa meta-kebutuhan seperti kebenaran, kejujuran, dan
keadilan.
12.
Mampu mengintegrasikan sarana dan tujuan
Bagi orang yang teraktualisasi, sarana adalah sarana dan tujuan adalah tujuan.
Tetapi berbeda dengan orang-orang biasa, individu yang teraktualisasi melihat
sarana bisa pula menjadi tujuan karena kesenangan dan kepuasan yang
ditimbulkannya. Pekerjaan bagi orang yang sehat bukanlah semata-mata untuk
mendapatkan keuntungan material, tetapi untuk mendapatkan kesenangan dan
kepuasan. “Menyenangi apa yang dilakukan” sekaligus “melakukan apa yang
disenangi”, membuat hidup bebas dari paksaan, terasa santai dan penuh dengan
rekreasi.
13.
Selera humor yang tidak menimbulkan permusuhan
Humor yang disukai oleh individu yang mencapai aktualisasi lebih bersifat
filosofis; humor yang menertawakan manusia pada umumnya, bukan kepada individu
tertentu. Ini adalah sejenis humor yang bijaksana yang dapat membuat orang tersenyum
dan mengangguk tanda mengerti daripada membuatnya tertawa terbahak-bahak.
14.
Sangat kreatif
Kreativitas juga merupakan ciri umum pada manusia superior ini. Ciri-ciri
yang berkaitan dengan kreativitas ini antara lain fleksibilitas, spontanitas,
keberanian, keterbukaan, dan kerendahan hati. Maslow percaya ini merupakan
sifat yang sering hilang tatkala orang sudah dewasa.
Kreativitas bisa berarti menghasilkan karya baru, asli, inovatif, atau
menggabungkan beberapa penemuan sehingga didapatkan sesuatu yang berbeda.
Kreativitas juga merupakan suatu sikap, suatu ungkapan kesehatan psikologis dan
lebih mengenai cara bagaimana kita mengamati dan beraksi terhadap dunia – suatu
proses – dan bukan mengenai hasil-hasil yang sudah selesai.
15.
Menentang konformitas terhadap kebudayaan
Individu yang teraktualisasi bukanlah penentang kebudayaan, tetapi ia dapat
berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh-pengaruh sosial
untuk berpikir dan bertindak menurut cara-cara tertentu yang diyakininya baik.
Individu ini tidak terlalu memermasalahkan hal-hal kecil seperti cara
berpakaian, tata-krama, cara makan, dan sebagainya, tetapi ia dapat keras dan
terus-terang jika mendapati soal-soal yang sangat penting baginya mengenai
aturan-aturan dan norma-norma masyarakat.
Aplikasi
1.
Personal orientation inventory
(POI/Shostrom)
POI adalah tes yang disusun Maslow mengenai aktualisasi diri
dan bertujuan untuk mengukur aktualisasi diri seseorang. Shostrom melaporkan
tes yang disusunnya cukup valid dan reliabe menghasilkan ukuran yang
komprehensif mengenai nilai-nilai dan tingkah laku dari aktualisasi diri
seseorang. POI mempunyai 2 skala utama dan 10 sub skala.
2.
Neurotik
Menurut Maslow, manusia itu lahir dengan keinginan dasar
berkembang sehat dan bergerak menuju aktualisasi diri. Apabila gagal dalam
mengambangkan keinginan dasar itu maka akan menimbulkan neurosis dan
perkembangan abnormal. Penderita neurotik adalah orang yang terhalang atau
menghalangi diri sendiri dari memperoleh kepuasan kebutuhan dasar mereka
sendiri. Halangan itu akan menghentikan gerak maju menuju aktualisasi diri.
3.
Psikoterapi
Teori ini dapat diaplikasikan dalam psikoterapi. Menurutnya,
kepuasan kebutuhan dasar hanya dapat terjadi melalui hubungan interpersonal,
karena itu terapi harus bersifat interpersonal. Suasana terapi harus melibatkan
perasaan jujur, saling percaya, dan tidak difensif. Suasana itu juga
mengijinkan ekspresi yang kekanak-kanakan dan memalukan. Seorang terapis harus
mampu memuaskan kebutuhan dasar klien. Tetapi terapi yang efektif harus maju
lebih jauh. Klien secara umum didorong untuk menampilka nilai-nilai yang
berhubungan dengan perkembangan positif.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam buku Motivation and Personality,
Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima
tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow
sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian
manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan.
Untuk memahami, menerima, dan menerapkan
teori yang hingga kini masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah
kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif.
Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka.
Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka.
Kedua, rantai kausatif tidak selalu
berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya
menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya,
maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya,
mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal,
standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya.
Ketiga, suatu tindakan jarang
sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan cenderung
disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama
tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu.
Umumnya dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan
tujuan-tujuan substitut ketika pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan
terhalangi.
Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang membatasi semua teori tentang manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2012. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.
Feist,Jess,2010.Teori
Kepribadian.Jakarata:Salemba Humanika.
Hall, Calvin S., & Lindzey, Gardner.
2000. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Dr. A. Supratiknya
(ed.). Jogjakarta :Kanisius.
Warner, A.R. 1975. Maslow and
field experiences in contemporary based teacher
education. ERIC Document Reproduction Service No. 132152.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar