BAB
1
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan
dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah
adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari
pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Hakim sangat erat kaitannya dengan hukum atau negara hukum.
Karena hukum akan ditegakkan dimana ada pengadilan yang merupakan tempat untuk
mengadili dan tentunya dalam pengadilan ada hakim yang berperan sebagai pemutus
sebuah keputusan yang adil. Untuk itu, perlu adanya kode etik profesi hakim
yaitu aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim. Adapum maksud dan tujuan adanya kode
etik profesi hakim ini adalah Sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter
Hakim dan pengawasan tingkah laku Hakim. Selain itu juga sebagai sarana kontrol
sosial, pencegah campur tangan ekstra judicial, dan pencegah timbulnya kesalah
pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat.
Tujuan dari kode etik ini adalah memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim
dan kemandirian fungsional bagi Hakim dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat
pada lembaga peradilan. Dengan adanya kode etik profesi hakim yang menjadi
pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya
harapannya adalah untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam
pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan
suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
Tetapi kenyataannya sekarang hakim
banyak menyimpang dari kode etik tersebut. Faktanya bisa dilihat dari media
massa ataupun cerita pribadi yang berupa pengalaman dengan melihat secara
langsung. Tetapi, media massa kurang begitu mengekspose karena biasanya kasus
pelanggaran kode etik ini tidak sampai ke publik. Komisi Yudisial (KY)
menemukan banyak laporan yang menyatakan hakim melakukan praktik yang dilarang
dalam menangani perkara. Itu menunjukkan kemerosotan penegakan hukum akibat
penegak hukum yang tak profesional.
BAB
2
PEMBAHASAN
Kedudukan
Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan Indonesia.
Dasar hukum dibentuknya komisi
yudisial adalah pasal 24 b Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dengan rumusan sebagai berikut :
(1)
Komisi yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakan kehormatan,keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
(2)
Anggota komisi yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3)
Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan
persetujuan DPR.
(4)
Susunan,kedudukan,dan keanggotaan komisi yudisial diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan pasal 24B ayat (4) UUD 1945, maka dikeluarkanlah UU NO.22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Menurut ketentuan pasal 1 ditegaskan bahwa
komisi yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Lebih lanjut,dalam pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan komisi yudisial dalam struktur ketatanegaraan indonesia adalah termasuk ke dalam lembaga negara setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan yang bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independen yang dalam istilah lain disebut lembaga negara mandiri(state auxiliary institution) . Sebenarnya ide perlu adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi tetrtentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968, setempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitiaan Hakim. Majelis ini berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang berkenaan dengan perangkat, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan atau hukumanjabatan para hakim, yang diajukan oleh Mahkamah Agung maupun Mentri Kehakiman.
Lebih lanjut,dalam pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan komisi yudisial dalam struktur ketatanegaraan indonesia adalah termasuk ke dalam lembaga negara setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan yang bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independen yang dalam istilah lain disebut lembaga negara mandiri(state auxiliary institution) . Sebenarnya ide perlu adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi tetrtentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968, setempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitiaan Hakim. Majelis ini berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang berkenaan dengan perangkat, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan atau hukumanjabatan para hakim, yang diajukan oleh Mahkamah Agung maupun Mentri Kehakiman.
Kedudukan
Komisi Yudisial sebagai Lembaga Yudikatif.
Sebagai lembaga yang bebas dari pengaruh kekuasaan,lembaga yudikatif
dimungkinkan untuk melaksanakan proses pengadilan yang jujur, objektif, tidak
memihak, dan adil. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lembaga yudikatif
merupakan sandaran harapan dan kepercayaan terakhir bagi warga negara untuk
memperoleh keadilan. Keistimewaan yudikatif dibanding dengan legislatif dan
eksekutif adalah pada substansi sifat produk lembaga. Produk legislatif, yang
berupa Undang-Undang,dan produk eksekutif,yang berupa kebijakan atau aturan
pemerintah, didasarkan pada “demi kepentingan rakyat” atau “demi kepentingan
umum”. Sementara yudikatif mendasarkan putusannya(putusan hukum) pada “demi
keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa”.Karena sifatnya yang demikian
hakim acapkali diidentikan sebagai “kepanjangan tangan Tuhan di dunia”. Dengan
predikat itu mengandung makna bahwa, penyalahgunaan fungsi dan kewenangan yang
dilakukan hakim adalah pengingkaran atas fungsi dan misi sucinya “perpanjangan
Tuhan”. Beranjak dari kenyataan yang ada bahwa masih banyak hakim yang salah
dalam mengambil keputusan,Maka dari itu diperlukan suatu lembaga negara yang
dapat mengawasi kinerja hakim, yaitu Komisi Yudisial yang bertujuan Menjaga dan
Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim dan Menjaga
kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi
secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Dengan adanya lembaga
seperti Komisi Yudisial mewujudkan harapan warga negara serta kepercayaan
terakhir untuk memperoleh keadilan (landing of the last resort). Menurut Jimly
asshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan
Kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga
parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan
kemungkinan pemberhentian hakim. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya
Komisi Yudisial sebagai badan LANDING OF THE LAST RESORT untuk menjadi
kepercayaan terakhir serta mewujudkan harapan warga negaranya dalam mencapai
suatu keadilan sangat terbatas,hal ini didasarkan oleh UU no 22 tahun 2004
Tentang Komisi Yudisial dalam pasal 13 dan pasal 21 bunyinya sebagai berikut:
PASAL 13 Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung kepada DPR; dan b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta
menjaga perilaku hakim. PASAL 21 Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas
mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian karena adanya amanat dari UU 22
tahun 2004 inilah Komisi Yudisial sebagai LANDING OF THE LAST RESORT dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya sangat terbatas, menurut penulis sendiri
seharusnya Komisi Yudisial diberikan suatu kewenangan yang lebih luas dalam hal
memantau kinerja Hakim agar hakim sebagai badan indepent dan impartial
judiciary benar-benar terjaga kualitasnya, dan dapat mendorong adanya suatu
pembangunan dalam sistem peradilan yang bebas dan bersih dari mafia hukum.
Peranan Komisi Yudisial Dalam Membangun Peradilan Yang Bersih.
Peranan Komisi Yudisial Dalam Membangun Peradilan Yang Bersih.
Salah satu wujud terbentuknya Komisi
Yudisial adalah untuk membangun suatu sistem peradilan yang bersih, tentu hal
ini ada kaitannya dengan kode etik dan kode etik profesi hakim dimana kode etik
dan kode etik profesi hakim merupakan suatu acuan hakim dalam setiap kali
menjalankan tugas dalam mengambil putusan.Komisi Yudisial dalam hal menjalankan
tugas dan wewenangnya berdasarkan laporan dan temuan dari masyarakat
indonesia.Hal ini diatur dalam UU 2 tahun 2005 tentang tata cara pengawasan
hakim. Adapun Komisi Yudisial dalam menerapkan sanksi diatur dalam pasal 14
yang bebrbunyi sebagai berikut:
(1) Komisi Yudisial dalam rapat pleno berwenang menilai jenis dan kualitas pelanggaran terhadap kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, dengan memperhatikan Kode Etik Hakim, dan menentukan jenis sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
(2) Jenis sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian. Dengan adanya sanksi seperti ini maka akan terlihat sangat jelas bahwa Komisi Yudisial sangat berpengaruh dalam membangun suatu sistem peradilan yang bersih.Agar nantinya hakim dalam mengambil putusan sesuai dengan apa yang ada dalam irah-irah atau kepala putusan yaitu “Demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.
(1) Komisi Yudisial dalam rapat pleno berwenang menilai jenis dan kualitas pelanggaran terhadap kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, dengan memperhatikan Kode Etik Hakim, dan menentukan jenis sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
(2) Jenis sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian. Dengan adanya sanksi seperti ini maka akan terlihat sangat jelas bahwa Komisi Yudisial sangat berpengaruh dalam membangun suatu sistem peradilan yang bersih.Agar nantinya hakim dalam mengambil putusan sesuai dengan apa yang ada dalam irah-irah atau kepala putusan yaitu “Demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.
Tugas,
Wewenang Dan Tujuan Komisi Yudisial
Komisi Yudisial memiliki wewenang yang telah ditentukan oleh
undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 13 UU Nomor 22 2004
yaitu: Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
Tugas
Komisi Yudisial
- Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
Komisi
Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan
calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan
calon Hakim Agung ke DPR.
- Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim
Komisi
Yudisial mempunyai tugas:
a.
Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
b.
Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
c.
Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada
Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Tujuan
Komisi Yudisial:
- Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
- Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
- Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
- Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.
Kode
Etik Komisi Yudisial
Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Anggota Komisi Yudisial
adalah norma-norma yang bersumber dari nilai-nilai agama, moral dan nilai yang
terkandung dalam sumpah jabatan Anggota Komisi Yudisial yang harus dilaksanakan
oleh Anggota Komisi Yudisial dalam menjalani kehidupan pribadinya serta dalam
menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Kode Etik KY terdapat pada Peraturan Komisi Yudisial
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang kode etik dan pedoman tingkah
laku anggota komisi yudisial yaitu:
a.
Kepribadian
Bahwa setiap anggota Komisi Yudisial harus memiliki sifat
arif dan bijaksana serta selalu mempertahankan sikap mental independen dalam
menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam undang-undang, Menjadi panutan dan
teladan, baik dalam menjalankan tugas Komisi Yudisial maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Menjaga suasana yang harmonis, bersikap dinamis dan objektif,
saling menghargai, semangat kebersamaan, serta saling menghormati dalam
menjalankan tugas Anggota
Komisi
Yudisial serta Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau kelompok. Ketentuan tersebut terdapat pada pasal 4 Peraturan
Komisi Yudisial Nomor 5 Tahun 2005
b.
Tanggung jawab
Dalam menjalankan tugasnya Anggota Komisi Yudisial
bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan tugasnya baik secara pribadi maupun
lembaga.Selalu mempertahankan integritas, obyektifitas, profesionalitas dan
harus bebas dari benturan kepentingan baik pribadi atau kelompok.Wajib menjaga
rahasia yang dipercayakan kepadanya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c.
Konflik kepentingan
Apabila ada kepentingan pribadi yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dibahas dalam suatu rapat, maka sebelum mengemukakan
pendapatnya, Anggota Komisi Yudisial terkait harus mengatakan hal tersebut di
hadapan seluruh peserta rapat. Anggota Komisi Yudisial mempunyai hak suara pada
setiap pengambilan keputusan kecuali apabila rapat Komisi Yudisial memutuskan
lain, karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentngan dalam permasalahan
yang sedang dibahas. Anggota Komisi Yudisial yang sedang terlibat perkara di
pengadilan, dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengauhi jalannya
peradilan dan anggota Komisi Yudisial harus mengundurkan diri apabila
memeriksa subyek pemeriksaan yang ada hubungan kekerabatan atau hubungan
keluarga dengan anggota yang bersangkutan.
Peran
KY Dalam Mewujudkan Hakim Yang Berwibawa
Peran Komisi yudisial (KY) dalam mewujudkan hakim yang
berwibawa tidak lepas dari tugas dan wewenang KY diantara yaitu: dimulai dari
melakukan pendaftaran calon Hakim Agung sampai dengan mengajukan calon Hakim
Agung ke DPR
Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 22 2004, Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi secara terbuka
dalam jangka waktu paling lama 20 hari terhadap kualitas dan kepribadian calon
Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan standar
yang telah ditetapkan dan Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun
karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan. Dalam jangka waktu paling
lambat 15 hari terhitung sejak seleksi berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan
mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1
lowongan Hakim Agung, dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan
pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial bertugas
mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan pasal 22 UU No. 22 2004 Dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana maksud diatas, Komisi Yudisial:
menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
a. meminta laporan secara
berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
b. melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan pelanggaran perilaku hakim;
c. memanggil dan meminta
keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan
d. membuat laporan hasil
pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan
DPR.
Alasan Dibentuknya Komisi
Yudisial di Republik Indonesia
Alasan utama bagi terwujudnya
(raison d’atre) Komisi Yudisial di dalam suatu negara hukum, adalah:
Komisi Yudisial dibentuk agar
dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan
melibatkan unsur-unsur masyaraka dalam spectrum yang seluas-luasnya dan bukan
hanya monitoring secara internal,
Komisi Yudisial menjadi
perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive
power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah
untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun
juga khususnya kekuasaan pemerintah,
Dengan adanya Komisi Yuidisial,
tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan
semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring
hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman,
Terjaganya konsistensi putusan
lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan
yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial), dan
Dengan adanya Komisi Yudisial,
kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena
politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya
Komisi Yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan
tidak mempunyai kepentingan politik.
Di Indonesia ini diadopsi dengan
membentuk Komisi Yudisial. Hanya saja, selain dua alasan umum bagi negara hukum
di atas, juga terdapat alasan-alasan khusus dalam pembentukan Komisi Yudisial
di Indonesia.
Alasan utama yang mendorong
timbulnya pemikiran mengenai pentingnya keberadaan KY adalah kegagalan sistem
yang ada untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik. Kehadiran KY merupakan
ikhtiar dari bangsa ini untuk mengawal proses reformasi peradilan agar berjalan
sesuai tuntutan reformasi yaitu bebas dari KKN. Namun, kenyataannya, institusi
pengadilan belum tersentuh agenda reformasi. Hal ini terlihat dari hasil survey
integritas sektor publik yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
tahun 2008 pengadilan merupakan institusi yang paling rawan suap. Praktek suap
mengakibatkan institusi penegakkan hukum ini terjerembab dalam kubangan mafia
peradilan.
Alasan kedua, pasca penyatuan
satu atap kekuasaan kehakiman di bawah MA, ada kekhawatiran akan melahirkan
monopoli kekuasaan kehakiman. Potensi abuse of power sangat besar apabila tidak
ada lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman
tersebut. Kecenderungan tidak transparannya pengawasan internal sangat kentara,
seperti tidak diumumkannya nama-nama hakim yang mendapat sanksi dari MA ke
publik. Selain itu, masih kentalnya esprit de corps sesama hakim membuat tidak
objektif dan transparan hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh MA.
BAB
3
PENUTUP
KESIMPULAN
Komisi Yudisial merupakan lembaga
yang diamanatkan oleh UUD 1945 Republik Indonesia yang memiliki Visi dan Misi,
seperti: VISI Komisi Yudisial dinyatakan sebagai berikut: Terwujudnya
penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih, transparan, dan profesional.
MiSi Komisi Yudisial dinyatakan sebagai berikut: Menyiapkan calon hakim agung
yang berakhlak mulia, jujur, berani dan kompeten. Mendorong pengembangan sumber
daya hakim menjadi insan yang mengabdi dan menegakkan hukum dan keadilan.
Melaksanakan pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka
dan dapat dipercaya. Visi dan misi komisi yudisal jelas merupakan suatu usaha
atau upaya dalam membangun sistem peradilan yang bersih dan bebas dari mafia
hukum. Selain faktor dari Komisi Yudisial sebagai LANDING OF THE LAST RESORT
untuk membangun sistem peradilan yang bersih dan bebas dari mafia hukum
terdapat banyak faktor pendukung lainnya,seperti tidak terlepas dari peran
serta para penegak hukum dalam hal ini juga peran serta dari Masyarakat itu
sendiri. Faktor inilah yang akan membangun suatu sistem peradilan yang bersih
dan bebas dari mafia hukum.
Terdapat dua alasan penting yang
mendasari dibentuknya Komisi Yudisial di Indonesia, yaitu:
Kegagalan sistem yang ada saat
ini, sehingga dibutuhkan terobosan baru untuk menciptakan pengadilan yang lebih
baik.
Adanya kekhawatiran akan
melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman, pasca penyatuan satu atap kekuasaan
kehakiman di bawah MA. Potensi abuse of power sangat besar apabila tidak ada
lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman
tersebut. Karena alasan-alasan yang terjadi di Indonesia itulah, dan untuk
mereformasi peradilan yang ada, maka Komisi Yudisial dibentuk.
sangat bermanfaat, terimah kasih
BalasHapus