Makalah HAM
“Peranan PBB Dalam
Penegakan HAM”
Di susun oleh :
·
Farid
Hikmatullah
·
Afrizal
·
Sadewo
R.P
·
Louis
Syailendra
·
Ari Hermawan
·
Sugiarto
·
Abdul
Jalil
Dosen
Pembimbing : MT. Marbun, SH, MHum./ Tihadanah, SH.
Kelas
: II C Ilmu Hukum (sore)
Jakarta 2013
Kata pengantar
Salam sejahtera bagi kita semua yang
telah diberikan rahmat dan junjungannya sehingga kami semua dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan hasil yang baik, dan dengan adanya makalah ini
diharapkan mampu membantu para mahasiswa dalam memahami tentang pendidikan HAK
ASASI MANUSIA.
Selain itu, pendidikan tentang ham
bertujuan untuk menyadarkan semua pihak akan pentingnya penegakan hak asasi
manusia diseluruh lapisan masyarakat.
Pada akhirnya, kami juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing yang turut serta membantu dalam proses
pembuatan makalah ini agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan semestinya.
Jakarta, 15 mei 2013
Daftar isi
Kata
pengantar......................................................................................................... 2
Daftar
isi................................................................................................................... 3
Bab
1
Pendahuluan............................................................................................................. 4
Latar Belakang Masalah.................................................................................. 4
Rumusan Masalah........................................................................................... 5
Manfaat Makalah............................................................................................ 5
Bab
2
Pembahasan.............................................................................................................. 6
Pengertian Hak Asasi Manusia....................................................................... 6
Hak Asasi Manusia Pada Tataran Global....................................................... 7
Permasalahan Dan Penegakan HAM di
Indonesia........................................ 9
Contoh-contoh Kasus Pelanggaran HAM...................................................... 10
Peranan PBB dalam penegakan HAM........................................................... 11
Bab
3
Penutup.................................................................................................................... 16
Kesimpulan..................................................................................................... 16
Saran-saran...................................................................................................... 16
Daftar Pustaka.................................................................................................. 17
Lampiran……………………………………………………………………... 18
Bab 1
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat
pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu
atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah
HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain
dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini
penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang peranan PBB dalam
penegakan HAM.
Secara teoritis Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa
rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa
sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu
diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara
otomatis.
b. HAM berlaku untuk
semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik
atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa
dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak
orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang
tidak melindungi atau melanggar HAM.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai
berikut:
- Apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
- Penjelasan Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global
- Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
- Apa saja contoh-contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
- Peranan PBB dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)
Manfaat makalah
Adapun makalah ini dapat
dimanfaatkan oleh:
·
-
Dosen pada mata kuliah Hukum Internasional sebagai bahan ajar
·
-
Para pembaca untuk menambah pengetahuan mengenai PBB dan HAM
Bab 2
Pembahasan
Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
HAM adalah hak-hak dasar yang
melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak
sebagai manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Ruang lingkup HAM meliputi:
- Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain;
- Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
- Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta
- Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi
Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara
individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan
negara.
Berdasarkan beberapa
rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa
sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu
diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara
otomatis.
b. HAM berlaku untuk
semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik
atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa
dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak
orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang
tidak melindungi atau melanggar HAM.
Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global
Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa
konsep utama mengenai HAM ,yaitu:
a. Ham menurut konsep Negara-negara
Barat
1) Ingin meninggalkan konsep Negara
yang mutlak.
2) Ingin mendirikan federasi rakyat
yang bebas.
3) Filosofi dasar: hak asasi
tertanam pada diri individu manusia.
4) Hak asasi lebih dulu ada daripada
tatanan Negara.
b. HAM menurut konsep sosialis;
1) Hak asasi hilang dari individu
dan terintegrasi dalam masyarakat
2) Hak asasi tidak ada sebelum
Negara ada.
3) Negara berhak membatasi hak asasi
manusia apabila situasi menghendaki.
c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa
Asia dan Afrika:
1.Tidak boleh bertentangan ajaran
agama sesuai dengan kodratnya.
2.Masyarakat sebagai keluarga besar,
artinya penghormatan utama terhadap kepala keluarga
3.Individu tunduk kepada kepala adat
yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.
d.HAM menurut konsep PBB;
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin
oleh Elenor Roosevelt dan secara resmi disebut “ Universal
Decralation of Human Rights”.
Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa
setiap orang mempunyai:
Hak untuk hidup
Kemerdekaan dan keamanan badan
Hak untuk diakui kepribadiannya
menurut hukum
Hak untuk mendapat jaminan hukum
dalam perkara pidana
Hak untuk masuk dan keluar wilayah
suatu Negara
Hak untuk mendapat hak milik atas
benda
Hak untuk bebas mengutarakan
pikiran dan perasaan
Hak untuk bebas memeluk agama
Hak untuk mendapat pekerjaan
Hak untuk berdagang
Hak untuk mendapatkan pendidikan
Hak untuk turut serta dalam
gerakan kebudayaan masyarakat
Hak untuk menikmati kesenian dan
turut serta dalam kemajuan keilmuan.
Permasalahan dan Penegakan HAM di
Indonesia
Sejalan dengan amanat Konstitusi,
Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan
pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak
pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam
penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3),
pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan
melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip
saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum
internasional yang berlaku.
Program penegakan hukum dan HAM
meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus
dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan
hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
- Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional
- Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
- Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
- Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
- Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
- Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
- Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
- Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
- Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
- Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
- Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
- Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
- Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
- Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
- Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang
- Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama
- Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya
- Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah
Peranan PBB dalam penegakan ham
Hak Asasi Manusia (HAM) berkembang dan dikenal oleh
dunia hukum modern sekitar abad 17 dan 18 di Eropa. HAM tersebut semula
dimaksudkan untuk melindungi individu dari kekuasaan sewenang-wenang penguasa
(raja). Namun dalam perkembangannya HAM bukan lagi milik
segelintir orang, melainkan hak semua orang (universal) tanpa terkecuali. Atas
dasar kesadaran itulah dilahirkan Deklarasi Universal HAM (Universal
Declaration of Human Rights (UDHR)) tahun 1948.
Tonggak sejarah peradilan HAM internasional adalah
peradilan Nuremberg yang dilakukan terhadap Hermann W. Goering (Pejabat
Nazi) yang terjadi pada tahun 1946. Selain menegaskan prinsip
pertanggungjawaban individu, Mahkamah Nuremberg juga memperkenalkan
kategori-kategori kejahatan yang relatif baru, seperti kejahatan terhadap
perdamaian (Crime against peace), kejahatan perang (War Crime),
kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime against humanity). Puncaknya
pada saat Mahkamah Pidana Internasional yang disebut International Criminal
Court (ICC) yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002.
Penegakan hukum pidana internasional mempunyai dua sistem, yaitu sistem penegakan hukum langsung (direct law
enforcement) dan sistem penegakan hukum tidak langsung (indirect law
enforcement). Dalam praktek system penegakan hukum langsung telah
dilaksanakan olh beberapa Mahkamah Internasional ad hoc, seperti Nuremberg
Trial, Tokyo Trial, hingga ICTY dan ICTR. Sejak 1 Juli 2002 didirikan ICC .
Sementara penegakan hukum tidak langsung, dilakukan oleh pengadilan nasional tempat
tindak pidana terjadi atau pengadilan lain yang mempunyai yurisdiksi atas
tindak pidana yang terjadi.
Berbagai instrumen Hak Asasi Manusia (HAM)
internasional secara normatif telah mewajibkan negara untuk memberikan jaminan
perlindungan dan penghormatan terhadap HAM bagi setiap individu. Kendati
demikian, keberadaan instrumen tersebut tidak secara otomatis dapat mengakhiri
maupun mencegah pelanggaran berat HAM di berbagai negara, sebagaimana dikatakan
Dinah Shelton seperti disitir Andrey Sujatmoko: “there are close to one
hundred human rights treaties adopted globally and regionally. Nearly all states are parties
to some of them and several human rights norms have become part of customary
international law.Yet, like all law, human rights law is violated. It as not
ended governmental oppression and by itself cannot prevent or remedy all human
rights abuses.”
Puncaknya
setelah perang Dunia ke II PBB dalam sidang umum tanggal 10 Desember 1948
dikeluarkan pernyataan umum tentang HAM, yang disebut The Universal Declaration
of Human Rights tentang prinsip-prinsip HAM yang harus dihormati dan
ditaati oleh seluruh negara anggota PBB. Atas dasar itulah kemudian setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai
hari HAM Internasional. Konsep tersebut
dilandasi buah pikiran Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt, yang
mengemukakan empat kebebasan dasar manusia (the tour freedom of Roosevert),
yaitu:
1.
Kebebasan untuk berbicara (freedom of speach);
2.
Kebebasan beragama (freedom of religion);
3.
Kebebasan dari kemiskinan
dan kemelaratan (freedom from want);
4.
Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Dalam
perkembangan selanjutnya banyak bermunculan berbagai kovenan atau konvensi yang
mengatur tentang HAM, di antaranya: The International Covenan on Economic,
Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang hak-hak di
bidang ekonomi, sosial dan budaya) tanggal 16 Desember 1966 (yang berlaku
tanggal 3 januari 1976) dan The International Covenantion in civil and political
rights (Konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik) tanggal
16 Desember 1966 (yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1976), dan lain
sebagainya.
Realitas
sosial berbagai kasus pelanggaran berat HAM, penyelesaiannya seringkali tidak
berpihak kepada korban, sebaliknya penyelesaiannya dilakukan justru untuk
melindungi pelaku, seperti pemberian amnesty yang dilakukan oleh para penguasa
militer di Argentina dan Chili pada tahun 1970-an. Akhirnya pemerintah Chili membentuk Komisi Nasional
Kebenaran dan Rekonsiliasi Chili. Untuk kasus Argentina, pelanggaran HAM berat
terjadi pada masa berlangsung perang kotor tahun 1976 – 1983, di mana pihak
militer mengambil alih pemerintahan dan kemudian melakukan tindakan represif
yang diberi julukan sebagai guerra sucia (istilah yang diberikan untuk
angkatan bersenjata yang melakukan praktek-praktek penghilangan terhadap
orang-orang yang diduga sebagai komunis atau pemberontak. Pada akhirnya
pemerintah Argentina membentuk Komisi Kebenaran yang diberi nama Komisi
Nasional Untuk Orang Hilang.
Walaupun telah dilakukan berbagai upaya yang
mengatur prinsip-prinsip HAM, namun pembatasan dan pelanggaran terhadap HAM
terus terjadi. Kasus-kasus pelanggaran berat HAM menyangkut genosida dan
kejahatan kemanusiaan yang terjadi di bekas negara Yugoslavia dan Rwanda. Di
Bosnia-Herzegovina antara tahun 1991 – 1995 tercatat 20.000 orang hilang
sebagai akibat operasi pembersih etnis yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
para militer Serbia. Hal ini juga menyebabkan Mahkamah Internasional di Rwanda
dibentuk, karena sistem peradilan pidana nasional dan infrastruktur di negara
tersebut tidak berfungsi secara efektif, sebagian besar hakim dan jaksa telah
dibunuh, diasingkan atau dipenjara. Penyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM
di bekas Yugoslavia dan Rwanda dilakukan melalui keterlibatan dari Dewan
Keamanan PBB.
Dari fenomena kasus-kasus di atas, terlihat bahwa
PBB khususnya melalui Dewan Keamanan PBB memiliki peranan yang penting dalam
menangani pelanggaran berat HAM yang terjadi di berbagai negara. Dewan Keamanan
PBB adalah organ utama di PBB, yang tidak jarang digunakan oleh negara-negara
pemegang hak veto untuk memaksakan kepentingan politiknya, terbukti memiliki
peran yang penting dalam menangani masalah pelanggaran berat HAM, seperti
misalnya pembentukan 2 (dua) Mahkamah Internasional ad hoc di bekas Yugoslavia
dan Rwanda.
Untuk kasus Indonesia, pelanggaran HAM berat yang
melibatkan Dewan Keamanan PBB, salah satunya adalah persoalan kekerasan di
Timor-Timur. Kekerasan tersebut terjadi setelah Pemerintah RI mengeluarkan dua
opsi pada tanggal 27 Januari 1999 menyangkut masa depan Tim Tim, yaitu menerima
atau menolak otonomi khusus melalui jajak pendapat.
Dalam sebuah buku yang berjudul Pembantaian
Timor Timur: Horor Masyarakat Internasional, yang ditulis oleh seorang
aktivis hak asasi manusia dari los angeles yang bernama: Josep Navius
mengatakan pada bulan September Tentara Nasional Indonesia dan kelompok milisi
dilaporkan telah melakukan sejumlah pembunuhan, pembakaran rumah, dan
pengusiran secara paksa terhadap warga Timor-Timur yang memilih untuk merdeka
dalam referendum yang dilaksanakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu.
Setelah selama seperempat abad pendudukan, sekitar seribu sampai dua ribu warga
sipil terbunuh hanya dalam beberapa bulan sebelum dan beberapa hari sesudah referendum.
Bagi Nevis, Timor Timur adalah negeri yang penuh dengan konflik. Bahkan,
menurut laporan Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KKP HAM) Timor Timur yang dibentuk oleh Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kejahatan manusia yang terjadi itu merupakan
hasil persengkongkolan yang sudah sitematis dan meluas dengan baik. Hal ini
terbukti dengan adanya gelontoran dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah dan alokasi anggaran rutin
pembangunan daerah dan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) untuk membiayai perekrutan
dan pembentukan anggota Pasukan Pengaman Swakarsa (Pamswakarsa).Bukan hanya itu
TNI terbukti juga memasok berbagai persenjataan kepada para milisi, mulai dari
senjata jenis SKS, M-16, Mauser/G-34, granat, pistol, dan sejumlah senapan
rakitan. Lebih dari itu, kasus pembantaian dan kejahatan kemanusiaan yang
terjadi disana sudah terjadi sejak 1975 sampai 1999. Termasuk pembunuhan masal di Lacluta pada 1981 dan
Kraras pada 1983, pembantaian Santa Cruz, dan puncaknya pada 1999 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1264,
mengutuk tindakan kekerasan sesuai jajak pendapat dan mendesak pemerintah
Indonesia agar mengadili sendiri mereka-mereka yang dianggap bertanggungjawab
atas terjadinya kekerasan tersebut. Desakan
itu kemudian melahirkan undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Sebagai upaya menangani kasus pelanggaran berat HAM di
Timor Timur, Indonesia telah membentuk Pengadilan HAM yang berwenang mengadili
kasus pelanggaran berat HAM yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan
peraturan tentang tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi dalam
pelanggaran berat HAM. Di samping itu telah diatur pula tentang kompensasi,
restitusi dan rehabilitasi bagi korban pelanggaran berat HAM.
Yurisdiksi atau kompetensi absolut dari pengadilan
HAM Indonesia sama dengan yurisdiksi Mahkamah Internasional, adalah kejahatan
genocida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Penjelasan Pasal 7 UU Nomor 26
Tahun 2000). Akan tetapi pengadilan HAM tidak berwenang mengadili pelanggaran
HAM berat yang dilakukan seorang anak yang berumur di bawah 18 tahun. Kalaupun
anak yang bersangkutan melakukan kejahatan genocida dan kejahatan kemanusian,
tetap diadili oleh Pengadilan Negeri dan didasari KUHP dan KUHAP.
Mekanisme penyelesaian terhadap kasus-kasus
pelanggaran HAM mengacu kepada prinsip exhaustion of local remedies, yaitu
melalui mekanisme pengadilan nasional (Pengadilan HAM), ada yang bersifat
permanen dan ada yang bersifat ad hoc sesuai perundang-undangan negara yang
bersangkutan. Namun jika negara yang bersangkutan tidak mampu untuk mengadili
pelanggaran HAM dengan hukum nasionalnya, maka dunia internasional melalui
Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court/ICC)
pelaku pelanggaran HAM dapat diadili. Ukuran ketidakmampuan tersebut
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (3) Statuta Roma
adalah:
1.
Proses peradilan yang telah atau sedang dilakukan atau diputuskan ditujukan
untuk melindungi si pelaku dari pertanggungjawaban pidana.
2. Terjadi keterlambatan proses peradilan yang
alasannya tidak dibenarkan.
3. Proses peradilan tidak dilaksanakan secara
merdeka atau tidak memihak.
4. Apabila ICC mempertimbangkan telah terjadi
kegagalan secara menyeluruh atau substansial tentang ketiadaan/ketidaksediaan
sistem peradilan nasional untuk menemukan tersangka atau bukti-bukti dan
kesaksian atau tidak mampu menyelenggarakan proses peradilan.
Bab
3
Penutup
Kesimpulan
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi
satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM
orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh
perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan
oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu negara akan
diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-undang pengadilan HAM.
Saran-saran
Sebagai
makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memeperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melanggar HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan di injak-injak oleh orang
lain. Jadi dalam penegakan HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi
antara HAM kita dengan orang lain.
Daftar Pustaka
Santoso Slamet, dkk.
2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan
Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press.
Riyadi, Slamet dkk.
2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.
Kaelan,
2010, PENDIDIKAN PANCASILA. Edisi
reformasi, PARADIGMA, 2010.
LAMPIRAN
PERKEMBANGAN HAM DI ERA
SBY
Menurut
sejumlah kelompok, perkembangan HAM di kedua pemerintahan era Presiden SBY
(Susilo Bambang Yudhoyono), baik pada saat berdampingan dengan Mantan Wakil
Presiden JK (Jusuf Kalla) ataupun Wakil
Presiden kita saat ini, Boediono dinilai sangat buruk. Namun ada juga yang
berpendapat sebaliknya.
Hasil survei yang diungkap Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan, ada peningkatan kasus kekerasan berlatar
belakang diskriminasi di era kepemimpinan SBY. Beberapa kasus yang menjadi
sorotan adalah penyerangan jamaah Ahmadiyah di Bogor dan umat Syiah di Sampang,
Madura.
Survei yang
di lakukan Yayasan Denny JA dan LSI
Community,bahwa setidaknya ada 915 kasus dengan rata-rata per tahun 150
kasus yang terjadi di masa rejim SBY sebagai lokomotif kabinet Indonesia
bersatu jilid satu dan meningkat menjadi 1483 kasus rata-rata 210 kasus
per tahun di masa pemerintahan kabinet Indonesia bersatu jilid dua.
Selain LSI, Komite untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS)
juga mencatat hal serupa. Selama tujuh tahun pemerintahan SBY, terdapat
peningkatan kekerasan yang dialami kelompok rentan dengan kekerasan. Dalam
catatan yang dimiliki KontraS, angka kekerasan pada 2011 mencapai 600 dengan
jumlah korban hingga lebih dari 1.000 orang. Namun, jika dibandingkan dengan
2010, angka itu mengalami peningkatan.
Sedangkan
menurut lembaga penelitian Indo Barometer,
menyebutkan bahwa mayoritas responden lebih puas terhadap zaman Soeharto
ketimbang era SBY sekarang terutama di bidang ekonomi yang semakin meningkatnya
pengangguran dan kemiskinan serta mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Pada
zaman Soeharto, korupsi hanya terbatas pada keluarga dan lingkaran Cendana.
"Sekarang, korupsi dilakukan dari mulai Istana SBY, kepala daerah, DPR,
DPRD. Terlebih lagi seperti tidak jelasnya penuntasan mega skandal Bank
Century, mandegnya pengusutan kasus mafia pajak Gayus Tambunan, raibnya proses
hukum kasus rekening gendut perwira tinggi Polri, misteriusnya tersangka/saksi
kunci kasus Miranda-gate, lambatnya kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games yang
diduga melibatkan petinggi Partai democrat, dugaan rekayasa kriminalisasi kasus
Antasari Azhar, dan politisisi kasus hukum lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar