MODIFIKASI
PERILAKU
Pada
Perilaku Adiksi Rokok dan Vaporizer
Disusun
oleh :
Farid Hikmatullah (12512773)
M. Rieva N. B. (14512820)
Rikzan Akbar (16512384)
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2016
1.
Identitas Subjek
Nama (Inisial) :
H. A. R.
TTL :
Jakarta, 07 November 1994
Usia :
21
Suku :
Jawa
Anak ke :
2 dari 2 bersaudara
Pendidikan :
SMA
Status :
Lajang
Pekerjaan :
Mahasiswa
Hobi :
drifting, main musik, menyanyi
2.
Tabel Observasi Wawancara
No.
|
Hari dan tanggal
|
Keterangan
|
1.
|
Minggu, 03 April 2016
|
Membuat janji dengan subjek
|
2.
|
Senin, 04 April 2016
|
Wawancara dan observasi subjek
|
3.
|
Senin, 04 April 2016
|
Wawancara teman dekat subjek
|
3.
Observasi
Observasi dilakukan pada hari Senin, 04 April 2016
pukul 12.00 WIB pada saat sebelum sesi wawancara dan sesudah wawancara. Pada
saat sebelum wawancara, observasi dilakukan kurang lebih 45 menit. Observasi
dilakukan di kantin teknik UI tepatnya di smoking
area kantin. Suasana kantin pada saat observasi sangat ramai karena tepat
pada jam makan siang mahasiswa.
Di smoking area yang berukuran kurang lebih 3 x 3
meter, diisi oleh 10-12 mahasiswa yang sedang makan ataupun bersantai sambil
merokok. Subjek pada saat itu sedang mengerjakan skripsi sambil meminum segelas
es teh dan mulai membakar rokok pertama. Tidak lama kemudian datang satu orang
teman subjek dan saling mengobrol hingga rokok pertama subjek habis. Saat
membakar rokok kedua, subjek menawarkan rokok pada temannya dan temannya ikut
merokok.Sudah 2 batang rokok yang dihabiskan subjek dalam jangka waktu yang
cukup dekat.
Sekitar 15 menit kemudian teman subjek yang lain
datang. Teman kedua ini membawa rokok sendiri dan mulai membakar rokoknya.
Setelah rokok kedua subjek sudah habis, subjek tidak langsung membakar rokok
tetapi dia menghabiskan minumannya terlebih dahulu dan mengobrol sambil
melanjutkan mengerjakan skripsinya. Subjek kemudian terlihat frustasi dengan
tugasnya, terlihat dari dia memukul meja dan kata-kata yang dikeluarkan seperti
damn, shit, dll.
Subjek kemudian mematikan laptopnya dan membakar
rokok ketiga. Subjek sempat menawarkan rokok pada temannya namun temannya
menolak untuk merokok lagi. Saat merokok, subjek terdengar bernyanyi
disela-sela obrolan. Subjek terdengar protes dengan kondisi yang agak berangin karena
membuat rokoknya cepat habis. Sesaat rokoknya habis subjek membakar rokok
keempat sekaligus rokok terakhirnya karena terlihat dibungkusnya sudah kosong.
Pada saat rokok terakhir belum habis, teman dari observer datang untuk
melakukan wawancara dan subjek membuang rokoknya yang masih ada setengah.
Pada saat observasi setelah wawancara, subjek tidak
merokok karena stok rokoknya sudah habis. Subjek berkeliling kantin untuk
mencari temannya untuk meminta sebatang rokok namun tidak ada yang dia kenal
pada saat itu. Subjek akhirnya menemani observer makan siang. Pada saat makan
siang, subjek seperti gelisah dan tidak fokus, terlihat dari subjek yang
mengoyang-goyangkan kaki saat bicara, melamun, dan sering salah ucap. Pada saat
observer pamit, subjek juga pamit namun ketika meninggalkan meja subjek tidak
sadar jika handphone nya tertinggal
diatas meja padahal letaknya tepat dihadapan subjek. Pada pukul 14.00 WIB
observasi selesai.
4.
Anamnesa
3.
Auto anamnesa
Subjek yang kami wawancara ada seorang mahasiswa
teknik mesin UI semester 8. Subjek merupakan seorang perokok aktif dan juga
pengguna vaporizer. Dari hasil
wawancara subjek, terdapat pernyataan dari subjek bahwa awal mula mengkonsumsi
rokok akibat dari pergaulan. Subjek baru mengkonsumsi rokok ketika dia duduk di
semester 3 saat kuliah. Sebelumnya subjek sama sekali tidak merokok. Subjek
mengatakan bahwa dia mencoba rokok karena merasa tertekan dengan tugas-tugas
lalu temannya menawarkan rokok sebagai penghilang stress.
Subjek saat pertama kali mencoba untuk merokok
merasakan sugesti bahwa rokok dapat meredakan tekanan-tekanan yang
dirasakannya. Mula-mula subjek hanya mengkonsumsi 4-5 batang rokok per hari,
namun subjek akhirnya mampu menghabiskan sampai 2 bungkus rokok dalam satu
hari. Subjek pun mulai merasakan gangguan pada fisik seperti mudah lelah saat
berjalan, namun tidak ada pernyataan dari subjek keinginan untuk berhenti.
Subjek lalu melihat iklan tentang vaporizer dan temannya ada yang
mengkonsumsi vaporizer. Saat itu vaporizer masih menjadi barang yang
belum terlalu dikenal. Subjek mengatakan bahwa vaporizer memiliki rasa yang lebih enak. Selain itu, vaporizer juga mengandung nikotin, zat
yang dicari subjek untuk meredakan stressnya. Menurut subjek, vaporizer lebih
enak dan tidak bau jadi bisa digunakan di kamar. Subjek merasa kondisi fisiknya
lebih prima semenjak beralih dari rokok ke vaporizer. Subjek mengatakan sudah
mulai kuat jogging 30-60 menit, tetapi subjek merasa kepala lebih berat. Selain
itu subjek merasa pengeluarannya jadi lebih besar karena sanggup menghabiskan
biaya hingga 200.000 per minggu dan diantara teman-temannya subjek yang paling
irit dalam pengeluaran untuk vapor.
Orang tua subjek khawatir dengan penggunaan vapor
karena alat tersebut masih awam. Orang tua subjek khawatir dengan keamanan
alatnya, dengan kandungan zat-zatnya. Karena dorongan dari orang tua dan
menghabiskan lebih banyak biaya, subjek akhirnya kembali menggunakan rokok
konvensional. Subjek saat ini mengatakan dia tidak bisa lepas dari rokok karena
sedang menghadapi skripsi namun subjek mengaku sudah tidak menghabiskan 2
bungkus per hari melainkan 1 bungkus per hari.
Subjek mengatakan bahwa vapor lebih bagus untuk
paru-paru daripada rokok biasa, namun vapor membutuhkan perawatan khusus yang
tidak semua orang paham. Subjek mengatakan bahwa ada kasus yang vapornya
meledak sehingga melukai penggunanya secara serius. Dari segi efek, subjek
mengatakan jika menggunakan vapor, konsumsi jadi tidak terkontrol karena rasa
yang manis membuat kita ingin lagi. Hal ini mengakibatkan jumlah nikotin yang
masuk ke tubuh tidak terkontrol, berbeda dengan rokok yang bisa dikontrol.
Subjek mengatakan jika sudah mengkonsumsi 10 batang rokok dalam waktu dekat ada
keinginan untuk istirahat sebentar.
Subjek menggunakan vaporizer selama 1 tahun lebih
dan faktor yang menyebabkan subjek menjadi ketagihan dengan vaporizer karena anti-mainstream, rasa lebih enak, tidak
bau sehingga orang-orang disekitar lebih menyukai asap dari vapor. Namun efek
samping yng ditimbulkan pengeluaran membengkak dan konsumsi tidak terkontrol.
Subjek mengatakan rata-rata orang menghabiskan vapor 30ml dalam 1 minggu, namun
dia bisa menghabiskan dalam 2 hari.
Subjek mengatakan jika dalam sehari dia tidak
mengkonsumsi rokok, ada perasaan gelisah, adrenalin meningkat, rasa tidak
nyaman pada mulut dan craving untuk
mengkonsumsi nikotin. Subjek sering merasa craving
pada saat bangun tidur dan mau tidur. Subjek ketika craving namun tidak punya rokok atau uang untuk membeli rokok, maka
subjek akan mencari orang untuk meminta rokok.
Tanggapan orang-orang terdekat subjek seperti
teman-teman nongkrongnya beberapa meragukan sikap subjek yang beralih dari
rokok biasa ke vaporizer. Tanggapan pacar subjek lebih mendukung subjek beralih
ke vaporizer, padahal pacar subjek kuliah kedokteran. Menurut subjek sikap
positif pacarnya itu dikarenakan kakak dari pacar subjek juga pengguna
vaporizer.
Subjek mengatakan bahwa dirinya terikat dengan
rokok, baik dalam keadaan stress maupun santai. Subjek tidak merokok hanya
ketika sedang berduaan dengan lawan jenis, karena menurut subjek untuk menjaga
kesopanan. Subjek juga mengkonsumsi rokok setelah habis berolahraga, terutama
setelah renang. Sikap subjek yang mengkonsumsi vaporizer saat berlebihan tidak
diketahui oleh orang tuanya, tetapi pacar subjek mengetahui hal tersebut dan
menegur subjek.
Subjek saat ini sudah beralih kembali ke rokok
konvensional karena faktor ekonomi. Saat masih menggunakan vaporizer, saat
bangun tidur hal yang dicari adalah handphone dan vaporizer tetapi karena sudah
beralih ke rokok biasa subjek hanya mencari handphone karena dirumah dia tidak
bisa merokok.Biaya yang dihabiskan subjek dalam seminggu untuk membeli rokok
bisa sampai 100.000. Saat keadaan sakit subjek biasanya tidak merokok tetapi
jika hanya sakit ringan seperti sakit tenggorokan subjek tetap mengkonsumsi
rokok.
Batas waktu terlama subjek tidak mengkonsumsi rokok
hanya 2 hari ketika sedang berada dirumah saat akhir pekan. Subjek mengetahui
kandungan dan komposisi vaporizer, subjek juga mengaku mampu membuat cairan
vapor sendiri. Subjek sempat khawatir dengan efek samping menggunakan vapor
namun karena sudah ketergantungan jadi subjek tetap mengkonsumsi vaporizer.
Meskipun subjek seorang perokok tetapi subjek kurang setuju apabila ada wanita
yang menjadi perokok. Tempat-tempat subjek mengkonsumsi rokok dan vapor saat
dikampus antara lain di kantin yang ada ruangan merokoknya dan lorong-lorong
kampus apabila sudah tidak ada dosen.
Untuk menutupi kebutuhan adiksinya subjek hanya
mengandalkan uang saku dari orang tua. Subjek juga mengetahui
komunitas-komunitas yang menjadi wadah para pengguna vaporizer. Subjek juga
merupakan anggota komunitas vaporizer berdasarkan toko langganan subjek membeli
vapor. Menurut subjek perlu dibuat regulasi tentang vaporizer agar masyarakat
tidak ragu atau takut dengan vaporizer. Subjek pun memiliki keinginan untuk
mengurangi konsumsi rokok dan vaporizer karena untuk mempersiapkan dunia kerja.
Subjek mengatakan bahwa vaporizer mudah disalahgunakan dengan cara dicampur
zat-zat narkoba seperti yang teman subjek lakukan dengan cara mencampur ekstrak
ganja dengan vaporizer. Efek samping yang sering dirasakan oleh subjek saat
mengkonsumsi vaporizer secara berlebihan antara lain dehidrasi, pusing, dan
badan merasa berat.
4.
Allo anamnesa
Significant other subjek yang diwawancara merupakan
teman dekat subjek. SO sudah mengenal subjek sejak SMA. Menurut pernyataan SO,
subjek dulu sama sekali bukan perokok saat SMA. Subjek dulu terlihat seperti
anti rokok karena ayah subjek bukan seorang perokok.
SO subjek juga seorang perokok bahkan lebih dahulu
menjadi perokok sebelum subjek. Menurut SO, subjek baru baru merokok saat duduk
di bangku kuliah. SO sering menawarkan rokok pada subjek tetapi sering ditolak,
namun subjek menjadi perokok saat semester 3. SO sempat kaget dengan perubahan
subjek yang menjadi seorang perokok dan hal ini ditanggapi positif. SO
mengatakan subjek menjadi perokok akibat stress tugas dan pergaulan anak teknik
yang rata-rata perokok.
SO mengatakan bahwa subjek mengkonsumsi vaporizer
saat semester 5 atau 6. SO awalnya tidak mengenali alat vaporizer yang dibawa
subjek. Ketika subjek beralih ke vaporizer, SO tidak terlalu khawatir tentang
peralihan subjek. SO pun sering ikut mencoba vaporizer milik subjek. Menurut
SO, vaporizer lebih enak dibandingkan rokok biasa. Subjek pun selalu merokok
saat sedang bersantai atau main dengan teman-teman. SO mengatakan bahwa subjek
merasa lebih lemah staminanya saat berolahraga. SO mengatakan subjek sering
meminta rokok apabila sedang jenuh dengan vaporizer.
SO tidak begitu mengetahui efek yang ditimbulkan
oleh vaporizer dibandingkan dengan rokok, tetapi SO mengatakan pasti ada efek
tertentu untuk tubuh. Menurut SO, tidak ada perubahan sikap dari subjek setelah
menjadi perokok dan pengguna vaporizer hanya saja pergaulan subjek terlihat
lebih mahal. SO mengkonfirmasi bahwa subjek menghabiskan rokok hingga 2 bungkus
dan menghabiskan vaporizer hanya 3 hari satu botol.
5.
Pembahasan
Adiksi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan
zat-zat adiktif secara berlebihan yang dikarakteristikan dengan memiliki banyak
symptomps, tolerance, withdrawal, penggunaan
zat yang melebihi keinginan, selalu gagal untuk berhenti, memiliki masalah
fisik atau psikologis, dan mengalami masalah dalam beraktivitas (Kring,
Johnson, Davison, & Neale, 2012).
Gathel menyatakan bahwa salah satu
faktor resiko yang menyebabkan seorang remaja merokok adalah media massa. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Piece bahwa iklan rokok yang menggambarkan
kegiatan merokok sebagai salah satu lambang kedewasaan bagi kaum muda telah
mendorong orang muda untuk lebih awal merokok. Beberapa studi pun menyimpulkan
bahwa iklan tembakau meningkatkan konsumsi melalui beberapa cara: menciptakan
lingkungan dimana penggunaan tembakau dilihat sebagai sesuatu yang positif dan
biasa, mengurangi motivasi perokok untuk berhenti merokok, tidak mendorong
terjadinya diskusi terbuka tentang bahaya penggunaan tembakau karena adanya
kepentingan pemasukan dari iklan, dan yang paling utama adalah mendorong
anak-anak dan remaja untuk mencoba merokok (Ria, Eti & Nurjanah, 2012).
Dari hasil observasi dan wawancara dengan subjek, ada
indikasi bahwa subjek dikatakan mengalami ketergantugan dan penyalahgunaan zat berdasarkan
kriteria adiksi dalam DSM IV-TR. Subjek mengkonsumsi rokok sejak duduk dibangku
kuliah semester 3 dan sekarang sudah semester 8 yang berarti sudah hampir 3
tahun subjek mengkonsumsi rokok secara rutin dan mengkonsumi vaporizer 1 tahun
lebih. Menurut DSM IV, substance use
disorder terbagi menjadi substance
abuse & substance dependence.
Substance abuse merupakan bentuk penggunaan zat adiktif yang
maladaptif dan berujung kepada kerusakan atau stress yang dimanifestasikan oleh
1 atau lebih gejala tertentu dalam 12 bulan. Subjek yang sudah mengkonsumsi
rokok dan vaporizer lebih dari 1 tahun menunjukkan gejala bahwa subjek akan
tetap mengkonsumsi salah satu zat tersebut bahkan pada saat sakit. Gejala ini
merupakan salah satu manifestasi dari DSM IV yaitu penggunaan berulang meskipun
dalam keadaan yang membahayakan secara fisik.
Substance
dependence merupakan ketergantungan
terhadap zat adiktif yang ditandai dengan gejala toleran, withdrawal,
penggunaan dosis yang besar untuk jangka waktu yang lama dan sulit untuk
mengontrol penggunaan zat. Gejala-gejala tersebut harus ada minimal 3 atau
lebih dan muncul setidaknya dalam 12 bulan penggunaan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek memiliki
semua gejala yang ada pada substance dependence. Subjek mengaku bahwa merasa
kesulitan untuk mengontrol konsumsi rokok terlebih lagi vaporizer. Subjek juga
tidak mampu puasa merokok lebih dari seminggu. Hal ini merupakan manisfstasi
dari gagalnya kemampuan subjek untuk menekan keinginan untuk mengkonsumsi
rokok.
Gejala toleran juga ada di dalam hasil wawancara.
Subjek awalnya hanya mengkonsumsi paling banyak 5 batang rokok per hari tetapi
subjek pernah mengkonsumsi hingga 2 bungkus per hari meskipun saat ini sudah
berkuang menjadi sebungkus per hari. Gejala withdrawal juga ada dalam diri
subjek, terbukti dari hasil wawancara subjek mengaku akan merasa gelisah dan
ada rasa tidak nyaman pada mulut jika seharian tidak merokok. Subjek juga
beralih dari rokok ke vaporizer untuk mendapatkan efek nikotin yang sama.
Peralihan zat lain untuk mendapatkan efek yang sama juga merupakan bentuk
withdrawal.
Subjek juga mengkonsumsi rokok dan vaporizer dengan
dosis yang diatas rata-rata. Subjek mengaku dapat menghabiskan 2 bungkus rokok
dan 30ml liquid vaporizer dalam 2 hari dimana hal tersebut diakui subjek sudah
diluar batas wajar. Subjek pun mengaku jika sedang mengkonsumsi vaporizer dia
tidak bisa menentukan kapan harus berhenti. Hal ini merupakan bukti bahwa
subjek mengkonsumsi zat dalam dosis besar dan dalam jangka waktu yang lama.
Dari gejala-gejala yang ada pada subjek, maka
diindikasikan subjek mengalami ketergantungan dan penyalahgunaan zat terhadap
rokok dan vaporizer. Jika dilihat dari hasil wawancara, subjek menjadi seorang
pecandu rokok diawali dari ajakan teman-temannya dan subjek mengaku saat itu
sedang banyak tekanan. Subjek menjadikan rokok sebagai alternatif untuk
meringankan stress yang dialaminya. Jadi penyebab utama subjek menjadi seorang
perokok merupakan akibat dari stress yang sering dirasakan subjek.
Dalam hal ini, subjek yang pada awalnya mengalami
kecanduan diakibatkan ada tekanan dari luar yang membuat subjek merasa stress dan
membutuhkan treatment yang membuat subjek mengurangi bahkan menghilangkan
ketergantungan.
Ada beberapa treatment yang dapat membantu seseorang
mengurangi perilaku ketergantungan terhadap merokok, diantaranya:
CBT (cognitive behaviour therapy) karena diperlukan
perubahan pola pikir pada subjek dalam menyikapi keadaan dirinya yang mengalami
ketergantungan dengan cara belajar untuk berkata tidak dan mengarahkan stress
yang dialami subjek kearah yang lebih positif dan dengan diikuti latihan
ketahanan peer pressure. Seperti yang kita ketahui bahwa ketika melihat
seseorang yang sudah kecanduan khususnya dalam hal merokok sangat untuk
melepaskan diri dari hal tersebut, maka dibutuhkan beberapa treatment yang
harus diawali pada adanya kesadaran terhadap diri sendiri bahwa dirinya ingin
berhenti merokok.
Treatment peer pressure ini
diberikan karena lingkungan mayoritas subjek seorang perokok aktif. Pelatihan
katahanan ini bertujuan untuk melatih mental subjek untuk berkata tidak ketika
sedang ditawari rokok. Sebelum itu, subjek diberikan pemahaman baru tetang
rokok seperti rokok banyak biaya, pemahaman terhadap efek-efek yang dialami
dalam jangka pendek dan panjang, memberikan alternatif penghilang stress
seperti berolahraga.
Treatment
selanjutnya yaitu dengan pemberian punishment yang mengarah kepada extinction.
Dengan cara pemberian jadwal merokok. Strategi ini adalah untuk mengurangi
asupan nikotin secara bertahap selama beberapa minggu dengan mendapatkan persetujuan
bahwa perokok setuju untuk meningkatkan waktu antara rokok. Misalnya, selama
minggu pertama pengobatan, perokok yang tadinya satu bungkus sehari akan
dimasukkan pada jadwal yang memungkinkan hanya 10 batang per hari; pada minggu
kedua, hanya 5 batang rokok sehari yang akan diizinkan dan pada minggu ketiga,
orang tersebut akan menuju pada tahap dimana ia tidak mendapatkan rokok lagi.
Dengan cara ini, perilaku merokok seseorang dikendalikan oleh berlalunya waktu
bukan oleh dorongan, suasana mood, atau situasi.
Terakhir,
subjek disarankan untuk lebih memilih lingkungan yang sifatnya positif bagi
dirinya seperti berkumpul dengan orang-orang yang tidak merokok. Karena menurut
penelitian 70% seorang akan berhenti merokok apabila orang-orang terdekatnya
berhenti merokok.
6.
Kesimpulan
Untuk memodifikasi
perilaku tentuk subjek harus lebih dahulu sadar kalau ia mengalami
ketergantungan dan menginginkan dirinya untuk berhenti terhadap penggunaan
rokok maka terapis dapat memilih metode seperti CBT dan peer pressure.
CBT yang dimaksud
disini yaitu merubah mindset subjek terhadap rokok dan mengarahkan stress yang
dialami subjek kedalam hal hal yang lebih positif misalnya saja berolahraga.Sedangkan
peer pressure yaitu membuat subjek berada pada satu kelompok dengan perokok
aktif dan melatih mental subjek untuk berkata tidak ketika sedang ditawari
rokok.
Selanjutnya peran
keluarga dan orang-orang terdekat dalam memberikan reinforcement yang negatif
yang berujung pada extinction.
Terapi CBT sebenarnya tidak
akan efektif jika subjek sebenarnya tidak mau memahami bahwa dirinya
ketergantungan dan menginginkan dirinya untuk berhenti dan tidak diikuti dengan
terapi lainnya. Namun, terapi CBT akan sangat efektif jika diiringi oleh
treatment peer pressure, smoking schedule dan peran keluarga dalam mengurangi
ketergantungan.
Daftar Pustaka
Kring, A. M., Johnson, S. L., Davison, G. C.,
& Neale, J. M. (2012). Abnormal
Psychology 12th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Pradania, R., Rimawati, E., & Nurjanah.
(2012). Adiksi rokok mild/light pada mahasiswa. Jurnal Visikes, Vol 11. No.2.
Diagnostic
And Statistical Manual of Mental Disorders IV-TR. (2012). Fourth edition:
American Psychiatric Association.