Makalah Ilmu Perundang-Undangan
“Analisis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan”
Di susun oleh :
1.
Farid
hikmatullah (12400164)
2.
Suroto (12400070)
3.
Ari
Hermawan (12400179)
4.
Sugiarto (12400158)
5.
Muhammad Salim
(12400069)
6.
Ridwan Makaramah
(12400004)
7.
Natalie (11400040)
Kelas : 3 C (sore) ILMU HUKUM
Jakarta 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ANALISIS
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN”.
Makalah
ini berisikan tentang informasi analisa undang-undang atau yang lebih khususnya
membahas undang-undang No 17 tahun 2013 . Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang undang-undang ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalahini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ormas pada hakekatnya didirikan
secara sukarela oleh warga negara, yang memiliki kesamaan tujuan dan
kepentingan untuk melakukan sesuatu kepada masyarakat, yang pada akhirnya hal
tersebut akan mendukung pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat itu
sendiri.Terdapat tiga pilar dasar yang ada di dalamnya, yaitu kesamaan tujuan,
kepentingan, dan kegiatan sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran
bagi anggota masyarakat.
Kehadiran Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Nomor 8 Tahun 1985) tidak
dipungkiri merupakan alat rezim Orde Baru (Orba) untuk mengontrol dan menekan
Ormas. Sebab Ormas dirasa merupakan tool yang sangat efektif
dalam memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
keberadaan civil society. Dan hal ini tentu bertentangan dengan
misi pemerintah Orba yang selalu berupa untuk menegakkan stabilitas keamanan
dan ketertiban.
Akhir-akhir ini masyarakat khususnya
yang datang dari kalangan organisasi masyarakat seperti Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan penggiat sosial datang ke DPR untuk mengajukan aspirasinya
terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU Organisasi
Masyarakat (RUU Ormas).
Sesungguhnya dalam konstitusi telah
disebutkan dengan jelas mengenai kebebasan masyarakat untuk membentuk serikat
dan berorganisasi. Dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD tahun 1945) dinyatakan, bahwa kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Kemudian Pasal 28E ayat (3)
UUD tahun 1945 menyatakan lebih lanjut,
bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
Alasan
Pemilihan Judul
Pada
kesempatan ini penulis mengambil judul “Organisasi Masyarakat” karena pada
dasarnya setiap individu adalah bagian daripada masyarakat, oleh karena itu
dituntut untuk ikut serta dalam setiap kegiatan dan aktifitas masyarakat. Dan
sebagai upaya untuk membangun bangsa dan negara setiap masyarakat dituntut
untuk memberikan buah pikir dan sumbangsih untuk negara yang salah satunya
dilakukan dengan membentuk organisasi masyarakat.
Dengan organisasi masyarakat ini pula dididik untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, berwawasan luas dan memiliki kredibilitas dalam mengemban suatu tugas. Organisasi masyarakat menjadi bagian daripada tujuan negara yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan organisasi masyarakat ini pula dididik untuk menjadi individu yang bertanggung jawab, berwawasan luas dan memiliki kredibilitas dalam mengemban suatu tugas. Organisasi masyarakat menjadi bagian daripada tujuan negara yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan masyarakat lebih mengerti tentang
bagaimana berorganisasi. Banyak terdapat kontra tentang undang-undang ini
. Maka kita akan membahasnya dalam makalah ini .
BAB II PEMBAHASAN
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
menandatangani pengesahan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan. UU yang baru ini mengatur sanksi bagi organisasi yang
melakukan kekerasan.
Hal
tersebut ditegaskan pemerintah seperti yang dilansir dalam situs www.setkab.go.id.
Penandatanganan dilakukan Senin (22/7) setelah sebelumnya disahkan dalam rapat
paripurna DPR-RI, 2 Juli lalu. Sesuai dengan bunyi pasal 87, undang-undang
tersebut mulai berlaku sejak diundangkan yakni 22 Juli 2013.
Dengan
adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. "Presiden Sudah Tandatangani
Undang-Undangnya, jika Ormas Lakukan Tindak Kekerasan Bisa terkena
Sanksi,".
Disebutkan bahwa ormas dilarang
melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan. Ormas
juga tidak boleh melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap
agama yang dianut di Indonesia.
Hal lain yang dilarang adalah melakukan
kegiatan separatis, melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan
ketertiban umum, merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial atau melakukan
kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum.
Disebutkan, pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi
administratif kepada ormas yang melanggar ketentuan mengenai larangan dimaksud.
Sanksi administratif berupa peringatan
tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah, serta penghentian sementara
kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status
badan hukum.
Pasal 65 ayat (1) menyebutkan dalam hal
penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap ormas lingkup
nasional, pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung.
Kemudian pada pasal 68 ayat 2
disebutkan, jika ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian
kegiatan sementara, pemerintah akan menjatuhkan sanksi pencabutan status badan
hukum. “Sanksi pencabutan badan hukum dijatuhkan setelah adanya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran ormas
berbadan hukum.”
Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik
Haramain menjabarkan ada delapan pasal yang mengalami perubahan.
Perubahan-perubahan itu yakni sebagai berikut:
1. Pasal 7 yang awalnya mengatur tentang bidang kegiatan
organisasi akhirnya dihapuskan.
Malik menjelaskan, bidang kegiatan organisasi nantinya diserahkan sesuai AD/ART ormas. Dengan demikian, ormas bebas menjalankan bidang apa pun sesuai AD/ART miliknya.
2. Bab IX Pasal 35, yang awalnya mengatur tentang kepentingan organisasi akhirnya dihapus dan diserahkan kepada tiap anggota yang berhak dan diatur kembali dalam AD/ART ormas.
Malik menjelaskan, bidang kegiatan organisasi nantinya diserahkan sesuai AD/ART ormas. Dengan demikian, ormas bebas menjalankan bidang apa pun sesuai AD/ART miliknya.
2. Bab IX Pasal 35, yang awalnya mengatur tentang kepentingan organisasi akhirnya dihapus dan diserahkan kepada tiap anggota yang berhak dan diatur kembali dalam AD/ART ormas.
3. Pasal 47 ayat (2) dan (3) ada penambahan syarat bagi
ormas yang didirikan Warga Negara Asing (WNA) dan badan hukum asing, yaitu
salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara harus dijabat oleh Warga
Negara Indonesia.
Malik mengatakan, dengan adanya
syarat ini, maka diharapkan ormas bisa lebih produktif dan tidak menjadi
kontraproduktif.
4. Pasal 52 huruf D mencantumkan penjelasan tentang kegiatan politik.
Di bagian penjelasan, yang dimaksud
dengan kegiatan politik dijabarkan menjadi kegiatan yang mengganggu stabilitas
politik dalam negeri, penggalangan dana, dan propaganda politik. Dengan adanya
penjelasan ini, Malik menyatakan bahwa hal yang dilarang adalah praktik politik
praktis dan intervensi politik terhadap parpol.
5. Pasal 59 ayat 1 huruf A yang awalnya terdapat kerancuan, akhirnya Pansus merumuskan dan melakukan penyempurnaan sehingga rumusannya menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara RI menjadi bendera atau lambang ormas.
Peraturan ini terkait dengan
larangan dalam Pasal 57 Ayat C Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang
bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan.
6. Pasal 59 Ayat 5, ketentuan yang dihilangkan diatur dalam
Pasal 60 Ayat 2 huruf D, sehingga rumusannya menjadi "melakukan kegiatan
yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan".
Pasal ini muncul agar pemerintah dan
aparat hukum bisa mengantisipasi ormas yang melakukan kegiatan di luar
wewenangnya seperti aksi sweeping.
7. Pasal 65 Ayat 3, terkait sanksi penghentian sementara
yang awalnya pemerintah daerah harus meminta persetujuan dari Forkominda,
akhirnya karena Forkominda tidak ada di tingkat kabupaten, maka diganti dengan
pertimbangan Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan, dan Kepala Kepolisian setempat.
Menurut Malik, sanksi penghentian sementara
bagi ormas ini hanya mencakup sanksi bagi kegiatan publik yang dilakukan ormas.
Sementara itu, untuk kegiatan internal seperti melakukan rapat-rapat tetap bisa
dilakukan. Penghentian sementara dilakukan maksimal selama enam bulan.
8. Pasal 83 huruf B tentang ketentuan peralihan.
Pasal tersebut tetap mencantumkan
keistimewaan bagi ormas-ormas yang sudah ada sejak zaman kemerdekaan.
Ormas-ormas tersebut tidak perlu lagi melakukan pendaftaran karena dianggap
sebagai aset bangsa.
Dalam
proses pengesahannya, sebanyak enam fraksi mendukung pengesahan itu, sementara
tiga fraksi lainnya yakni Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Gerindra, dan
Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menolak pengesahan ini.
Keputusan
diambil dengan mekanisme voting, dengan hasil 311 anggota Dewan setuju
RUU Ormas disahkan. Dengan rincian, 107 anggota Fraksi Partai Demokrat, 75
anggota Fraksi Partai Golkar, 62 anggota Fraksi PDI Perjuangan, 35 anggota
Fraksi PKS, 22 anggota Fraksi PPP, dan 10 anggota Fraksi PKB. Sementara itu, sebanyak
50 orang menyatakan menolak mengesahkan RUU itu, yakni 26 anggota Fraksi PAN,
18 anggota Fraksi Gerindra, dan 6 anggota Fraksi Hanura.
Bab 3 Analisis Undang-Undang No 17 Tahun
2013
Rapat Paripurna DPR pada 25 Juni 2013 belum sepakat
mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat menjadi Undang-Undang
walaupun semua fraksi menerima, kecuali Fraksi Partai Amanat Nasional. Menurut
Muhammad Najib, anggota Pansus RUU Ormas F-PAN yang juga mantan aktivis
Muhammadiyah, mengatakan F-PAN lebih condong menyetujui pengesahan RUU Ormas
karena sejumlah ormas mengubah posisi mereka dari menentang menjadi mendukung.
DPR sendiri, bila tidak aral melintang, akan mengesahkan RUU Ormas pada 2 Juli
2013.
PEMBAHASAN RUU Ormas sudah memakan waktu sangat lama. Ide
Pemerintah membuat RUU Ormas yang kemudian disambut legislatif sudah terjadi
sejak 2011. Sehingga dapat dibayangkan berapa besar anggaran negara yang sudah
dikeluarkan untuk membahasnya sampai saat ini. Meskipun demikian, menurut
catatan berbagai kalangan, setidaknya ada 98 ormas yang menolak RUU ini,
termasuk salah satunya Muhammadiyah.
Menurut Din Syamsuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, RUU Ormas akan membalikkan arah jarum jam sejarah ke arah
otoritarianisme dan represif. Ini sangat berbahaya bagi masyarakat karena
melemahkan konsolidasi demokrasi Indonesia dan mempersempit ruang partisipasi
publik. Din Syamsuddin menilai pembahasan RUU Ormas sudah keliru sejak awal
karena bertolak belakang dengan Pasal 28 UUD 1945 yang memberi masyarakat kebebasan
untuk berserikat dan berkumpul.
Sementara itu, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah
Syaiful Bahri menilai RUU Ormas lebih represif dibandingkan UU Nomor 8 Tahun
1985. UU Nomor 8 Tahun 1985 lebih sederhana karena hanya memuat 20 pasal
sedangkan RUU Ormas memuat 88 pasal. Menurut Syaiful, PP Muhammadiyah menolak
RUU Ormas karena akan mengarah kepada rezim birokrasi perizinan.
Kalangan yang menolak RUU Ormas pada dasarnya menyebutkan
bahwa RUU Ormas merupakan instrumen negara yang masuk ke wilayah privat
dari kebebasan berserikat, berkumpul, dan berorganisasi. Negara menjadi penentu
dapat atau tidaknya seseorang berserikat. Ada juga yang menyatakan negara akan
mengontrol seluruh aktivitas politik warga negara dengan berlindung di balik
politik perizinan, pelaporan, dan pengawasan.
Mereka yang menolak juga mempersoalkan Pasal 16 yang
berbunyi pendaftaran ormas yang tidak berbadan hukum harus memiliki surat
keterangan terdaftar yang diberikan oleh menteri bagi ormas yang memiliki
wilayah kegiatan nasional; gubernur bagi ormas yang memiliki wilayah kegiatan
provinsi; dan bupati/ walikota bagi ormas yang memiliki wilayah kegiatan
kabupaten/kota.
Pasal 21 dan 61 juga dinilai menuai kontroversi karena
berpotensi melanggar HAM. Dalam Pasal 61, diantaranya, disebutkan bahwa ormas
dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras dan golongan.
Pasal itu layaknya pasal karet yang sangat subyektif. BERDASARKAN teori pendulum, pro dan kontra
terhadap RUU Ormas ataupun perkembangan dinamika politik Indonesia saat ini
sebenarnya masih dalam tahap keteraturan dengan dinamika yang berlawanan,
dengan tidak jarang menempatkan pihak negara (eksekutif, legislatif, dan
yudikatif) berada dalam posisi sebagai “common enemy”.
Dari
berbagai alasan yang dikemukakan pihak kontra, KAMI menilai mereka adalah
penganut “invisible hand theory”, yaitu sebuah teori yang menyakini bahwa
perjalanan hidup di dunia ini dengan segala dinamikanya berjalan dengan
sendirinya karena dapat berjalan sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
Kelompok inilah yang seringkali menilai kondisi saat ini sebagai kondisi negara
“autopilot” karena ketidakhadiran negara atau pemerintah. Padahal mereka juga
yang memposisikan dan mendesain agar peran negara/pemerintah minimal. Sedangkan
apabila terjadi permasalahan, maka negara atau pemerintah yang ditunjuk sebagai
“biang keladi” dengan melakukan pembiaran.
Kelompok
yang menolak pengesahan RUU Ormas adalah kelompok yang asal “waton suloyo”
(asal beda atau asal bunyi) karena rasionalisasi atas argumentasi penolakan
mereka sangat lemah. Jika RUU Ormas dikatakan menabrak Pasal 28 UUD 1945
tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan berorganisasi, maka sebelum
mengarah ke konklusi tersebut, ada pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh
kelompok penolak RUU Ormas, yaitu “pihak mana yang diberikan wewenang dan
legitimasi oleh rakyat untuk mengatur agar pelaksanaan Pasal 28 UUD 1945
berjalan dengan baik dan tidak merugikan hak dan kewajiban orang lain?”
Jawabannya pasti jelas, yaitu negara atau pemerintah yang sah hasil Pemilu.
Di negara manapun, kebebasan tetap harus “diatur” agar
tumbuh menjadi kebebasan yang ramah, bertanggung jawab, dan dewasa. Indonesia
dalam mengatur kebebasan warganya masih cenderung lebih moderat dibandingkan
negara-negara lain, seperti Malaysia yang mempunyai Internal Security Act
(ISA), Amerika Serikat yang membolehkan CIA menyadap kebebasan warganya, dan
Selandia yang memiliki banyak Undang- Undang terkait intelijen dan keamanan
nasional.
Sementara itu, para penentang RUU Ormas yang mempersoalkan
jumlah pasal Sebenarnya juga sangat dangkal. Sebab, secara logika rasional,
jelas perkembangan lingkungan strategis global, regional, dan nasional pada
situasi dan kondisi UU Nomor 8 Tahun 1985 berbeda dengan perkembangan saat RUU
Ormas dibuat. Perbedaannya bagaikan “bumi dengan langit”. Sehingga wajar jika
RUU Ormas memuat lebih banyak pasal dibandingkan UU Nomor 8 Tahun 1985. Sebab,
sejatinya pasal dalam sebuah UU merepresentasi aspek yang meminimalisasi
ancaman terhadap kepentingan nasional atau percepatan gerakan dinamika persoalan
itu sendiri.
Publik sudah pasti tidak menginginkan kehadiran ormas yang
menjadi “distributor anarkisme”. Sedangkan Pasal 16 – soal pendaftaran ormas –
sejatinya dilandasi oleh semangat bukan untuk mengontrol melainkan membina
(jika penolak RUU Ormas menganalisisnya secara obyektif bukan berdasarkan
kepentingan politik praktis, maka akan mudah memahaminya).
Pada akhirnya, kehadiran RUU Ormas sebenarnya merupakan
upaya kita bersama untuk menghindari terjadinya “proknastinasti” (policy of
doing nothing) atau kebijakan tanpa berbuat apa-apa atau nihilisasi peran
negara. Sebab, itu sangat berbahaya bagi konsolidasi demokrasi.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
- Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
- Sebagai warga negara kita berharap RUU Ormas benar-benar dapat menata keberadaan organisasi masyarakat yang hadir di tengah masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penataan Ormas bukan berarti, pemerintah dapat dengan semena-mena melakukan intervensi dan melakukan pembubaran terhadap Ormas bermasalah. Sebagai negara hukum, sudah semestinya pembubaran Ormas hanya dapat dilakukan melalui pengadilan dan bukan oleh pemerintah.
- Pendidikan hukum pada undang-undang tentang organisasi masyrakat adalah mendidik masyarakat tentang bagaimana berorganisasi. Dalam undang-undang ini tercantum asas dan tujuan(pasal 2-4), fungsi hak dan kewajiban (pasal 5-8), keanggotaan dan kepengurusan(pasal 9 dan pasal 10) keuangan(pasal 11), pembinaan(pasal 12), pembekuan dan pembubaran (pasal 13-17) .
- Undang-undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sebab, saat ini Indonesia menjamin kebebasan berserikat berkumpul.
Saran – saran
Untuk peningkatan organisasi
masyarakat yang berkualitas, maka saran yang penulis berikan antara lain :
1. Memberikan pengertian dasar kepada
masyarakat tentang arti Organisasi Masyarakat.
2. Pemerintah memberikan kebebasan
bertanggung jawab kepada masyarakat untuk mengembangkan organisasi masyarakat.
3. Masyarakat hendaknya berfikiran
kritis terhadap realita yang ada di masyarakat sehingga dapat ditampung saran
dan pendapatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://nasional.kompas.com/read/2013/07/02/1425557/RUU.Ormas.Disahkan.Delapan.Pasal.Alami.Perubahan.
Materi yang bagus untuk dibaca... Jangan lupa kunjungi
BalasHapuswww.makaramah.blogspot.com