Cari Blog Ini

Sabtu, 03 November 2012


kekerasan anak dari sudut pandang psikologi



Universitas Gunadarma
Fakultas Psikologi



Kasus Kekerasan Anak Dari Sudut Pandang Psikologi

NAMA           : Farid Hikmatullah
NPM               : 12512773
JURUSAN     : Psikologi
TUGAS          : TUGAS INDIVIDU ANALIS KASUS KEKERASAN ANAK DARI SUDUT PANDANG PSIKOLOGI
           


Jakarta 2012

Kata pengantar
Makalah ini disusun dengan menggunakan beberapa buku referensi buku psikologi,dengan demikian diharapkan isi dari makalah ini dapat membantu masyarakat khususnya mahasiswa Gunadarma untuk lebih menambah pengetahuan tentang suatu topik dalam bidang kajian psikologi.
Dan tentunya bertujuan untuk memberikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat mempelajari psikologi,tidak terbatas hanya pada mahasiswa fakultas psikologi saja.
Dan oleh karena itu kami membutuhkan segala saran dan masukan agar makalah ini dapat di jadikan pedoman untuk mahasiswa yang lebih baik dan juga teriring ucapan terima kasih.
 









Jakarta,  November 2012



DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................2
Daftar isi.................................................................................3
Abstraksi................................................................................4
Bab 1
Latar belakang masalah..........................................................5
Pertanyaan penelitian psikologi.............................................7
Tujuan ...................................................................................7
Manfaat.................................................................................7
Bab 2
Pembahasan..........................................................................8
Post traumatis stress disorder...............................................8
Depresi.................................................................................9
Dinamika kekerasan psikologi seksual................................10
Faktor penyebab kekerasan seksual.....................................10
Dampak psikologis...............................................................11
Bab 3
Penutup...............................................................................12
Kesimpulan.........................................................................12
Saran...................................................................................13
Daftar pustaka....................................................................14
Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang masalah
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)  merupakan bentuk-bentuk perilaku yang dilakukan dengan niat menyakiti atau mencederai anggota keluarga.  Karena statusnya sebagai anggota yang relatif tidak berdaya, anak-anak rentan menjadi sasaran perilaku agresif yang dilakukan orangtua maupun anggota keluarga lain yang lebih tua. Kekerasan dalam bentuk apapun yang dilakukan orangtua terhadap anak akan mengakibatkan anak tumbuh menjadi anak yang mengalami gangguan kepribadian dan trauma.
Jenis kekerasan terdiri dari fisik dan psikis, kekerasan fisik mudah terdeteksi karena meninggalkan cedera badan, sedangkan kekerasan psikis sulit terdeteksi dikarenakan berbentuk kata-kata kasar atau sikap perilaku. Namun, keduanya menyisakan trauma bagi para korbanya.  Kejadian trauma adalah peristiwa hidup yang dramatis yang mengancam hidup atau kesehatan individu atau yang menggangu ego sedemikian parahnya sehingga individu tidak dapat menguasai dampak dari peristiwa tersebut yang dalam istilah kejiwaan disebut PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang berarti gangguan stress pasca trauma yaitu stress yang muncul dan berkelanjutan dan timbul setelah atau sebagai akibat pengalaman mengerikan yang dialami di masa yang lampau. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) bisa disebabkan karena trauma fisik, trauma psikologis ataupun kombinasi dari keduanya, Trauma ini bisa dialami baik orang dewasa maupun anak – anak.
Kasus kekerasan meski tidak berujung pada kematian anak, namun anak menjadi cacat seumur hidup, yaitu seorang ayah di Madiun yang menabrakkan kaki kanan anaknya ke kereta api yang sedang melintas hingga putus pada tanggal 06 Agustus 2009, dengan alasan yang kurang jelas. Pada dasarnya pelaku, yang adalah ayah korban, memang sengaja ingin membunuh anaknya yang bernama Tegar tersebut. Tegar, balita 3,5 tahun yang menjadi korban kebiadaban sang ayah menolak untuk melihat wajah ayahnya, dan ia meminta agar ayahnya segera ditembak. Dari keterangan tersebut sepertinya ada kemarahan yang sangat besar yang membara di hati anak yang masih berumur 3,5 tahun itu, dan kemarahan seperti ini akan terus membara hingga ia dewasa nanti jika tidak ditangani dengan segera (lawupos, 2009).
Untuk mengatasi stress dan perilaku anak bermasalah dibutuhkan konseling yang dilakukan oleh para ahli (konselor), dalam hal ini konseling bermanfaat untuk anak-anak yang mengalami masalah sebelum dilakukan intervensi yang tepat yaitu pemberian terapi. Terapi memiliki berbagai macam model, namun pemberian terapi hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Pertanyaan analisis psikologi
            Bagaimana gambaran psikologis anak korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?
Bagaimana penanganan psikologis bagi anak yang mengalami kekerasan ?
Apa yang harus dilakukan orangtua dalam melakukan tindakan preventif terhadap kekerasan pada anak ?
Tujuan analisis kasus kekerasan anak       
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis kasus tentang bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan pada anak, melakukan analisis bagi anak yang mengalami kekerasan, dan mengetahui dinamika dan dampak bagi anak yang mengalami serta penangannya.

Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkandapat memberikan informasi yangbermanfaat terutama bagiperkembangan ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama dalam mengkaji variabel yang berkaitan dengan kekerasan dalam keluarga ataupun perilaku agresi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya bagi seseorang agar jangan sampai melakukan tindakan menyimpang seperti melakukan kekerasan seksual yang mengakibatkan buruknya dinamika kepribadian bagi korban kekerasan seksual.

 Bab 2
Pembahasan
Melalui ulasan efek kekerasan dalam rumah tangga pada anak-anak (Edleson, 1999; Kolbo, Blakely, & Engleman, 1996; Margolin & Gordis, 2000) mengkonfirmasi temuan dari berbagai masalah perilaku, emosional, dan kognitif pada populasi anak-anak bila dibandingkan dengan anak lain. Eksternalisasi masalah, seperti agresif dan antisosial perilaku, depresi, dan kompetensi sosial yang lebih rendah. Ada juga beberapa bukti untuk mendukung hipotesis bahwa anak-anak dari keluarga kekerasan asal beresiko membawa kekerasan dan kekerasan-toleran peran dalam hubungan dewasa, menunjukkan potensi untuk jangka panjang perkembangan masalah (Edleson, 1999).
Pengakuan bahwa anak-anak terkena pengalaman traumatis dapat di identifikasi gejala post trauma (Yule, Perrin, & Smith, 1999). Terr (1979) studi tentang penculikan bus sekolah Chowchilla adalah salah satu yang pertama untuk menggambarkan gejala stres pasca trauma pada anak-anak, menemukan bahwa semua anak yang terlibat dalam penculikan itu mengalami gangguan stres berat pasca trauma (PTSD), hubungan orangtua, atau trauma masa lalu. Empat tahun kemudian (Terr, 1983) mengungkapkan bahwa anak-anak ini masih terpengaruh oleh penculikan, sehingga memberikan indikasi awal sifat traumatis pengalaman pada anak-anak. Berikutnya
Terr (1979, 1983) penelitian, PTSD semakin dijelaskan pada anak-anak terkena berbagai peristiwa traumatis. Pynoos dan rekan (1987), misalnya menemukan bukti untuk gejala posttrauma akut terjadi pada anak usia sekolah yang terkena untuk serangan sniper sekolah, dengan korelasi mencolok antara kedekatan dengan jenis kekerasan dan jumlah gejala. Demikian pula, Yule dan Udwin (1991) dan Yule dan Williams (1990) melaporkan gejala stres pasca trauma pada anak-anak yang selamat dari tenggelamnya kapal pesiar Jupiter dan tenggelamnya feri Herald Enterprise. Sedangkan PTSD dapat didiagnosa pada anak-anak dan remaja yang terkena kisaran peristiwa traumatis dan mengancam nyawa (Pfefferbaum, 1997), tidak sampai akhir 1990-an bahwa penelitian dilakukan pada kejadian PTSD pada anak-anak dari latar belakang kekerasan dalam rumah tangga (Graham-Berman & Levendosky, 1998; Kilpatrick & Williams, 1997; Lehman, 1997).
Jurnal 1: The Effectiveness of Parent–Child Interaction Therapy for Victims of Interparental Violence
Penelitian ini membandingkan efektivitas Parent (orangtua) – Child (Anak) Terapi Interaksi (PCIT)  mengurangi masalah perilaku (misalnya, agresi, Defi Ance, kecemasan) dari 62 klinik-disebut, 2 ke 7 tahun, anak-anak dianiaya terkena kekerasan interparental (IPV) dengan kelompok anak sama dengan tidak ada paparan IPV (N = 67). Analisis pendahuluan menunjukkan bahwa IPV untuk menghentikan pengobatan sebelum waktunya dari IPV exposed non diad. Hasil dari ukuran berulang MANCOVAs menunjukkan penurunan signifikan perilaku anak masalah dan tekanan psikologis pengasuh dari pra ke pasca-pengobatan untuk IPV terbuka dan tidak terbuka IPV kelompok, dan tidak ada variasi signifikan oleh paparan IPV. Stres dalam peran orang tua terkait dengan perilaku anak-anak dan hubungan orangtua-anak menurun dari pra ke pasca-pengobatan, namun tekanan orang tua tidak menurun signifikan selama PCIT. Hasil analisis pengujian selama fase pengobatan menunjukkan bahwa kursus pengobatan dilaporkan secara signifikan lebih besar dalam perilaku anak-anak masalah dibandingkan mereka yang menerima hanya fase pertama pengobatan.
Jurnal 2 Incidence and Correlates of Post trauma Symptoms in Children From Backgrounds of Domestic Violence
Dalam beberapa tahun terakhir, bukti telah muncul adanya gejala posttrauma pada anak-anak dari latar belakang kekerasan domestik. Penelitian ini meneliti kejadian dan berkorelasi gejala posttrauma di 56 anak-anak dari ibu yang telah warga di perempuan penampungan di Adelaide, Australia Selatan. Yang paling sering didukung gejala antara contoh ini yaitu anak terganggu oleh pikiran-pikiran menyedihkan, sadar penghindaran, hypervigilance, dan kesulitan tidur. Dua puluh persen anak-anak memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan stres pasca trauma (PTSD). Anak-anak yang mengalami PTSD memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran kecemasan, depresi, dan disosiasi. Hasil mendukung penggunaan kerangka posttrauma untuk memahami efek pada anak-anak hidup dengan kekerasan domestik.
Jurnal 3 Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat intim kekerasan pasangan lebih tinggi di antara pasangan dengan anak-anak dibandingkan mereka yang tanpa anak. Temuan ini konsisten dengan penelitian pada keluarga di mana kekerasan pasangan dilaporkan ke polisi (Fantuzzo dkk., 1997) dan medis sampel praktek (Bradley, Smith, Long, & O’Dowd, 2002). Dari perspektif klinis, pengetahuan ini dapat menjadi penting dan berguna. Secara khusus, fakta bahwa anak-anak sering mendapat bagian dari mitra-kekerasan keluarga harus dipertimbangkan dalam penilaian keluarga dan dalam desain  pelaksanaan intervensi untuk kekerasan pasangan. Sebagai contoh, mungkin keterlibatan anak dalam episode kekerasan perlu dipertimbangkan dalam penilaian dan pengobatan keluarga di kekerasan pasangan intim yang terjadi. Demikian pula, yang mungkin merusak efek pada anak-anak strategi intervensi untuk kekerasan pasangan orangtua.
Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Meskipun menyediakan bukti bahwa sejumlah besar anak Amerika tinggal dalam keluarga di mana kekerasan fisik antara menikah atau mitra kumpul kebo, kami tidak memiliki data pada frekuensi, konteks, atau konsekuensi dari kekerasan. Data tersebut akan menginformasikan pemahaman kita tentang kekerasan dilaporkan dalam penelitian ini. Namun, perlu dicatat bahwa versi ukuran kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki juga sangat banyak digunakan dalam penelitian mendokumentasikan hubungan antara kekerasan pasangan dan masalah anak. Artinya, hubungan antara kekerasan pasangan dan masalah anak telah diperoleh terlepas dari konteks dan konsekuensi kekerasan. Pembatasan lain adalah bahwa wawancara untuk studi ini dilakukan individu pada saat di rumah, bukan di laboratorium. Pengaruh variabel yang berhubungan dengan pengaturan rumah (misalnya, kehadiran anggota keluarga lain di rumah, tetapi di lain kamar selama wawancara kekhawatiran peserta tentang potensi konflik atau kekerasan sebagai konsekuensi dari wawancara) akan menghasilkan pelaporan kekerasan, render perkiraan kami satu konservatif.
Dari 3 jurnal penelitian diatas, ditemukan faktor-faktor timbulnya trauma pada anak-anak dan remaja disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang hampir merengut nyawa mereka. Selain itu, trauma juga dapat terjadi pada anak-anak yang hidup dalam keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Anak-anak yang mengalami gangguan stres dan trauma dapat dipulihkan melalui konseling terlebih dahulu kemudian dilakukan terapi anak-orangtua. Berikut ini dijelaskan dinamika psikologis pada anak dan keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga”
Anak Belajar Dari lingkungannya
Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan.
Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang.
Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa cemas, dan
Jika anak dikelilingi olok-olok, maka ia akan terbiasa menjadi pemalu.
(Dorothy Law Nolte)
Gangguan stress pasca trauma
Posttraumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma yaitu gangguan emosional yang menyebabkan distress, yang bersifat menetap, yang terjadi setelah menghadapi ancaman keadaan yang membuat individu merasa tidak berdaya dan ketakutan (Durand & Barlow, 2006).
Indikator Posttraumatic stress disorder PTSD (Lerner & Shelton, 2005) sebelum korban (misalnya, masa kanak-kanak pelecehan seksual dan fisik)
         paparan peristiwa yang parah.
         diperpanjang paparan bahaya.
         pra-trauma kecemasan dan depresi.
         kondisi medis kronis.
         keterlibatan substansi.
         sejarah masalah dengan otoritas (misalnya, vandalisme mencuri, dll).
         penyakit mental.
         kurangnya dukungan keluarga / social.
         tidak memiliki kesempatan untuk terbuka ( tidak mampu menceritakan kisah seseorang )
         emosional reaksi kuat setelah terpapar acara.
         secara fisik terluka oleh kasus, dll.
 Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KDRT dapat diartikan sebagai tindakan penggunaan kekuasaan atau wewenang secara sewenang-wenang tanpa batasan (abuse of power) yang dimiliki pelaku,yaitu suami atau istri maupun anggota lain dalam rumah tangga, yang dapat mengancam keselamatan dan hak-hak individual masing-masing. dan atau anggota lain dalam rumah tangga seperti anak-anak, mertua, ipar, dan pembantu (Manan, 2008). Menurut Manan (2008), KDRT dapat dikelompokkan ke dalam lima bentuk, yaitu:
·         Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan dengan tangan maupun benda, penganiayaan, pengurungan, pemberian beban kerja yang berlebihan, dan pemberian ancaman kekerasan.
·         Kekerasan verbal dalam bentuk caci maki, meludahi, dan bentuk penghinaan lain secara verbal.
·         Kekerasan psikologi atau emosional yang meliputi pembatasan hak-hak individu dan berbagai macam bentuk tindakan teror.
·         Kekerasan ekonomi melalui tindakan pembatasan penggunaan keuangan yang berlebihan dan pemaksaan kehendak untuk untuk kepentingan-kepentingan ekonomi, seperti memaksa untuk bekerja dan sebagainya.
·         Kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan seksual yang paling ringan hingga perkosaan.
Sedangkan efek – efek kekerasan dalam rumah tangga pada anak menurut Borrego, Gutow, Reicher & Barker (2008), terdiri dari karakteristik berikut:
  • Disruptive behavior (perilaku mengganggu).
  • Aggressive behavior (perilaku agresif).
  • Antisocial behavior (perilaku anti sosial).
  • Impaired social skill (gangguan ketrampilan sosial).
  • Trauma symptoms (gejala trauma).
  • Internalizing problem (internalisasi masalah).
  • Difficulty focusing on tasks (kesulitan berfokus pada tugas).
  • Academic problems (masalah akademik).
Kemunculan simptom pada Anak korban kekerasan dalam rumah tangga (wikipedia, 2011) yaitu:
  • Physical symptom: mengakibatkan trauma, cemas, rasa bersalah, gangguan depresi, sindrom ADHD
  • Behavioral symptom: mengakibatkan sikap denial (penolakan), regresi (kemunduran), confrontation, agresif
  • Emotional symptom: mengakibatkan PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorder), insomnia, emotional disorder (gangguan emosi), low self esteem (rendahnya penghargaan diri), grief (kesedihan)
  • Social symptom: hilangnya kepekaan terhadap kemampuan dalam mengelola kemarahan, terhambatnya hubungan sosial dan problem solving skills (keterampilan memecahkan masalah).
   KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah jurnal diatas dapat disimpulkan bahwasanya, Pemberian konseling sebagai penanganan awal untuk identifikasi masalah sebelum dilakukan intervensi yang salah satu metodenya yaitu parent-child interaction therapy (PCIT). Sehingga, anak-anak yang mengalami stress dan trauma akibat kekerasan dalam rumah tangga dapat diberikan terapi interaksi antara anak dan orangtua. Ditemukan dari salah satu jurnal bahwasannya anak-anak yang mengikuti terapi pra dan pasca pengobatan parent-child interaction therapy (PCIT), mengalami penurunan signifikan pada perilaku bermasalah dan tekanan psikologis.












DAFTAR PUSTAKA
Borrego, Jr. Joaquin, Gutow, R. Mindy, Reicher, S., Barker H. Chikira. (2008). Parent-Child Interaction Therapy with Domestic Violence Populations. Journal of Violence and Victims the Springer Publishing Company, 23:495-505
Corey, G. (2005) Teori dan paraktek “konseling dan psikoterapi”. Bandung: Refika Aditama
Durand, V. Mark & Barlow, H. David. (2006) Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Latipun. (2005). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mertin, P. & Mohr, B. Philip. (2002) Incidence and Correlates of Posttrauma Symptoms in Children From Backgrounds of Domestic Violence. Journal of Violence and Victims the Springer Publishing Company, Volume 17, Number 5
Geldard, K. & Geldrad, D. 2011. Konseling Anak – Anak Panduan Praktis (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Timmer, G. Susan, Ware, M. Lisa, Urquiza, J. Anthony & Zebell, M. Nancy (2010) The Effectiveness of Parent–Child Interaction Therapy for Victims of Interparental Violence. Journal of Violence and Victims the Springer Publishing Company, Volume 25, Number 4
Manan, A. Mohammad (2008) Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Sosiologis. Jurnal Legilasi Indonesia Vol. 5 No. 3
McDonald, R., Jouriles, N. Ernest, Mikler, R. Suhasini, Caetano, R., & Green, E. Charles (2006) Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families. Journal of Family Psychology: the American Psychological Association.
http://id.wikipedia.org/wiki/Stres, diakses 9 Juli 2011http://id.wikipedia.org/wiki/Trauma_psikologis, diakses juni 2011 www.traumatic-stress.org,

analisis jurnalis penelitian psikologi



Universitas Gunadarma
Fakultas Psikologi




Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual

NAMA           : Farid Hikmatullah
NPM               : 12512773
JURUSAN     : Psikologi
TUGAS          : TUGAS INDIVIDU ANALIS JURNALIS              PENELITIAN PSIKOLOGI
           






Jakarta 2012
Kata pengantar
Makalah ini disusun dengan menggunakan beberapa buku referensi buku psikologi,dengan demikian diharapkan isi dari makalah ini dapat membantu masyarakat khususnya mahasiswa Gunadarma untuk lebih menambah pengetahuan tentang suatu topik dalam bidang kajian psikologi.
Dan tentunya bertujuan untuk memberikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat mempelajari psikologi,tidak terbatas hanya pada mahasiswa fakultas psikologi saja.
Dan oleh karena itu kami membutuhkan segala saran dan masukan agar makalah ini dapat di jadikan pedoman untuk mahasiswa yang lebih baik dan juga teriring ucapan terima kasih.










Jakarta, November 2012


DAFTAR ISI
Kata pengantar........................................................................2
Daftar isi.................................................................................3
Abstraksi................................................................................4
Bab 1
Pendahuluan...........................................................................5
Latar belakang masalah..........................................................5
Pertanyaan penelitian psikologi.............................................7
Tujuan ...................................................................................7
Manfaat.................................................................................7
Bab 2
Pembahasan..........................................................................8
Post traumatic stress disorder...............................................8
Depresi.................................................................................9
Dinamika kekerasan psikologi seksual................................10
Faktor penyebab kekerasan seksual.....................................10
Dampak psikologis...............................................................11
Bab 3
Penutup...............................................................................12
Kesimpulan.........................................................................12
Saran...................................................................................13
Daftar pustaka....................................................................14

Abstraksi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kekerasan seksual
terjadi, dampak psikologis dari kekerasan seksual, dan mengetahui bagaimana
dinamika psikologis korban kekerasan seksual.

Subjek dalam penelitian ini yang dua orang yang diambil secara purposive dengan kriteria mengalami kekerasan seksual. Metodologi dalam penelitian kualitatif fenomenologis.
Ada empat proses dalam pendekatan fenomenologis yang epoche,fenomenologis pengurangan, variasi imajinatif dan sintesis berarti.

Proses analisis data melibatkan bracketing, horizonalizing, dan berarti unit untuk mendapatkan gambaran tekstur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak psikologis dari subyek yang menjadi korban kekerasan seksual adalah adanya pasca-traumatic stress disorder. Selain memiliki dampak psikologis, dinamika psikologis subjek dalam Penelitian ini juga memiliki kesamaan, tetapi ada beberapa perbedaan mencolok.
Perbedaan besar dalam dinamika dampak dan psikologis disebabkan oleh
beberapa faktor seperti karakteristik kepribadian, bagaimana memecahkan masalah,
bagaimana memanipulasi kognisi, dan dukungan sosial.
  
Kata kunci : kekerasan seksual, dampak psikologis, dan dinamika psikologi











Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang masalah
Dewasa ini banyak kita temui kasus kekerasan seksual yang dialami anak-anak dan remaja. Kasus kekerasan seksual sebagian besar dialami remaja putri. Setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan.
 Penelitian dari Abar & Subardjono (1998), menunjukkan bahwa berdasarkan data usia pelaku perkosaan, dapat dikatakan bahwa pelaku perkosaan tidak mengenal usia.Yayasan kepedulian untuk Anak (KAKAK) Surakarta selama tahun 2000 mencatat telah terjadi 90 kasus kekerasan seksual yangdialami oleh anak yang korbannya mencapai 18 orang (SuaraMerdeka, 2001), ini menunjukkan betapa banyaknya perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
Solihin (2004) dalam penelitiannya dengan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for tourism research and development Universitas Gadjah Mada melaporkan child abuse yang terjadi dari tahun 1999-2002 di 7 kota besar di kota besar di Indonesia ditemukan sebanyak 3.969 kasus dengan rincian sexsual abuse 65,8%,
physical abuse 19,6%, emotional abuse 6,3%, dan child neglect 8,3%.
Whitffen dan MacIntosh (dalam Rice, 1999) menemukan bahwa pengalaman kekerasan seksual pada masa anak-anak berhubungan dengan stres emosional pada masa dewasa dan kesulitan menjalin relasi intim pada saat dewasa. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan melakukan analisis dan studi fenomenologi tentang dampak psikologis korban kekerasan seksual.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis tentang bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan seksual, melakukan analisis dampak psikologis pada korban kekerasan seksual, dan mengetahui dinamika kepribadian korban kekerasan seksual.
Poerwandari (2000) mendefinisikan kekerasan seksual sebagai tindakan yang mengarah ke ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki oleh korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dengan kekerasan fisik maupun tidak, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, merendahkan, menyakiti atau melukai korban.
Sisca & Moningka (2009) mengatakan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada masa kanak-kanak merupakan suatu peristiwa krusial karena membawa dampak negatif pada kehidupan korban dimasa dewasanya. Angka kasus kekerasan seksual pada anak meningkat setiap tahunnya.
Mboiek (1992) dan Stanko (1996) mendefinisikan kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan laki laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya.
Suhandjati (2004) mengatakan bahwa seseorang dikatakan sebagai korban kekerasan apabila menderita kerugian fisik, mengalami luka atau kekerasan psikologis, trauma emosional, tidak hanya dipandang dari aspek legal, tetapi juga sosial dan kultural. Bersamaan dengan berbagai penderitaan itu, dapat juga terjadi kerugian harta benda.
The nation center on child abuse and neglect 1985, (Tower,2002) menyebutkan beberapa jenis kekerasan seksual berdasarkan pelakunya, yaitu:
1. Kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga.
2. Kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar anggota keluarga.
3. Kekerasan Perspektif Gender.
Faham gender memunculkan perbedaan laki-laki dan perempuan, yang sementara diyakini sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah. Oleh karena gender bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan berperilaku dalam masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-laki akibat gender ternyata melahirkan ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi, dominasi, diskriminasi, marginalisasi, dan stereotype. Bentuk ketidak adilan tersebut merupakan sumber utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan.Teori Feminis Radikal berpandangan bahwa adanya pemisahan ranah publik dan ranah privat yang menyebabkan perempuan
mengalami ketertindasan. Pengertian ranah publik mengandung arti yang lebih tinggi tingkatannya dari ranah privat dan ini merupakan awal sistem patriarki yang menyebabkan perempuan berada padaposisi tertindas (Arivia, 2003).
Dampak yang muncul dari kekerasan seksual kemungkinan adalah depresi, fobia, dan mimpi buruk, curiga terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi didalam berhubungan dengan orang lain, berhubungan seksual dan disertai dengan ketakutan akan munculnya kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri (Sulistyaningsih & Faturochman, 2002) Penelitian yang dilakukan oleh MS Magazine (dalam Warshaw,1994) menunjukkan bahwa 30% dari perempuan yang diindetifikasi mengalami perkosaan bermaksud untuk bunuh diri, 31% mencari psikoterapi, 22% mengambil kursus bela diri, dan 82% tidak dapat melupakan.

Pertanyaan penelitian psikologi
1. Mengapa terjadi kekerasan terhadap korban?
2. Bagaimana dampak psikologis korban kekerasan seksual?
3. Bagaimana dinamika kepribadian korban kekerasan seksual?

Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis tentang bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan seksual, melakukan analisis dampak psikologis pada korban kekerasan seksual, dan mengetahui dinamika kepribadian korban kekerasan seksual.

 Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkandapat memberikan informasi yangbermanfaat terutama bagiperkembangan ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama dalam mengkaji variabel yang berkaitan dengan kekerasan dalam keluarga ataupun perilaku agresi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya bagi seseorang agar jangan sampai melakukan tindakan menyimpang seperti melakukan kekerasan seksual yang mengakibatkan buruknya dinamika kepribadian bagi korban kekerasan seksual







Bab 2
Pembahasan   
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomic, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan, H.I., Sadock, B. J., & Grebb, J.A.,1997).
Hikmat (2005) mengatakan PTSD sebagai sebuah kondisi yang muncul setelah pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa seseorang, misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, sexual abuse (kekerasan seksual), atau perang.
Grinage (2003) menyebutkan kriteria diagnosis PTSD meliputi: (1) Kenangan yang mengganggu atau ingatan tentang kejadian pengalaman traumatik yang berulang-ulang, (2) perilaku menghindar, (3) muncul gejala-gejala berlebihan terhadap sesuatu yang mirip saat
kejadian traumatik, dan (4) tetap adanya gejala tersebut minimal satu bulan. Selain itu, kriteria diagnostik ditegakkan berdasar kriteria diagnostik gangguan stress akut berdasar Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revisi atau DSM III-R, dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang, kriteria tersebut adalah :
1. Orang yang telah mengalami, menyaksikan dan dihadapkan pada suatu kejadian traumatik.
2. Merupakan salah satu keadaan dari ketika seseorang mengalami atau setelah mengalami kejadian yang menakutkan.
3. Kejadian traumatik yang secara menetap dialami kembali dalam episode kilas balik yang berulang-ulang.
4. Penghindaran pada stimuli yang menyadarkan rekoleksi trauma.
5. Gejala kecemasan yang nyata atau peningkatan kesadaran.
6. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, yang mengganggu kemampuan individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan.
7. Bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum
(Rose, S, J. Bisson & S. Wessely., 2002)
PTSD dapat disembuhkan apabila segera terdeteksi danmendapatkan penanganan yang tepat. Apabila tidak terdeteksi dandibiarkan tanpa penanganan, maka dapat mengakibatkan komplikasi medis maupun psikologis yang serius yang bersifat permanen yangakhirnya akan mengganggu kehidupan sosial maupun pekerjaanpenderita. (Flannery, 1999).
Depresi
Beck (1967) mendefinisikan depresi sebagai adanya penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan, retardasi danagitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban dalam berpikir serta serangkaian tanda vegetatif seperti gangguan dalam nafsu makan maupun gangguan dalam hal tidur.
Louis dkk. (1996) mengatakan bahwa depresi berhubungan dengan kognisi yang mengalami distorsi.
Leitenberg & Wilson (1986) menyatakan bahwa mereka yang depresi menunjukkan kontrol diri rendah, yaitu evaluasi diri yang negatif, harapan terhadap performance rendah, suka menghukum diri dan sedikit memberikan hadiah terhadap diri sendiri.
Sue, et. al (1986) mendefinisikan depresi sebagai suatu keadaan emosi yang mempunyai karakteristik seperti perasaan sedih, perasaan gagal dan tidak berharga, dan menarik diridari orang lain ataupun lingkungan.
beck (1967) sendiri membuat simtom-simtom depresi menjadi simtom-simtom emosional, kognitif, motivasional dan vegetatif fisik.Secara rinci Beck menjelaskan lebih lanjut, sebagai berikut :
1. Simtom Emosional, merupakan perubahan perasaan atautingkah laku yang merupakan akibat langsung dari keadaanperasaannya.
2. Simtom Kognitif, manifestasi kognitif yang muncul, antaralain adanya penilaian diri yang rendah, harapan-harapan yang negatif, menyalahkan dan mengkritik diri sendiri, tidak dapat
memutuskan dan adanya distorsi body image.
3. Simtom Motivasional, berkaitan dengan hasrat dan ketergugahan penderita yang cenderung regresif. Istilah regresif dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan, dengan derajat tanggung jawab atau dengan banyaknya energi yang akan digunakan.
4. Simtom Gejala Fisik – Vegetatif, perwujudan gejala vegetatif danfisik benar-benar dipertimbangkan peneliti sebagai bukti untuk melihat gangguan otonom atau hypothalamic yang bertanggung jawab terhadap keadaan depresi.





Dinamika kekerasan psikologi seksual
Analisis data dilakukan dengan prosedur analisis dan intepretasi data sebagai berikut:
a. Memulai dengan deskripsi tentang pengalama peneliti terhadap fenomena
b. Membuat pertanyaan dalam interview untuk mengetahui bagaimana subyek mengalami fenomena tersebut, dan mengembangkan daftar pernyataan.
c. Pernyataan dikelompokkan kedalam unit-unit makna, membuat daftar dari unit-unit tersebut dan menuliskan deskripsi tekstural dari pengalaman.
d. Membuat refleksi berdasarkan deskripsinya sendiri dengan menggunakan deskripsi struktural. Mencari semua makna yang memungkinkan dan perspektif divergen. Memperkaya kerangka pemahaman dari fenomena, dan membuat deskripsi tentang fenomena tersebut.
e. Membuat deskripsi keseluruhan dari makna dan esensi dari pengalaman.
f. Membuat composite textural-structural description dari maknamakna dan esensi pengalaman, lalu mengintegrasikan semua deskripsi struktural individu menjadi deskripsi universal dari pengalaman yang mewakili responden secara keseluruhan (Moustakas, 1994).

Faktor Penyebab Kekerasan Seksual
Faktor-fakor yang menyebabkan terjadinya tindak kekerasan
seksual yang dialami oleh subyek adalah sebagai berikut:
a. Faktor kelalaian orang tua. Kelalaian orang tua yang tidak memperhatikan tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat subyek menjadi korban kekerasan seksual.
b. Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
c. Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah memuluskan rencananya dengan memberikan iming-iming kepada korban yang menjadi target dari pelaku.









Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang dialami oleh subyek dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu gangguan perilaku, gangguan kognisi, dan gangguan emosional.
a. Gangguan Perilaku, ditandai dengan malas untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Gangguan Kognisi, ditandai dengan sulit untuk berkonsentrasi, tidak fokus ketika sedang belajar, sering melamun dan termenung sendiri.
c. Gangguan Emosional, ditandai dengan adanya gangguan mood dan suasana hati serta menyalahkan diri sendiri.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa kekerasan seksual yang terjadi tidak sesederhana dampak psikologisnya. Korban akan diliputi perasaan dendam, marah, penuh kebencian yang tadinya ditujukan kepada orang yang melecehkannya dan kemudian menyebar kepada obyek-obyek atau orang-orang lain. Setelah mengalami kekeraan
seksual berbagai macam penilaian terhadap masalah yang dialami subyek bermacam-macam muncul perasaan sedih, tidak nyaman, lelah, kesal dan bingung hingga rasa tidak berdaya muncul. Subyek berusaha mengevaluasi sumber stress yang muncul (primary apparsial) dengan menilai apakah suatu situasi menimbulkan stress pada dirinya (Folkman, 1986).
Dari berbagai penjelasan diatas dapat diketahui bahwa dampak
psikologis kekerasan seksual yang diterima oleh subyek pertama (S1)
dan subyek dua (S2) adalah gejala post traumatic stress disorder (PTSD).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah suatu reaksi psikologis
yang dapat terjadi sebagai akibat dari suatu pengalaman traumatik yang mengancam hidup atau menghadapi situasi stres yang sangat ekstrim yang pada umumnya ditandai dengan adanya depression, anxiety, flashbacks, recurrent nightmares, and avoidance of reminders of the event.
Zuhri (2009) mengatakan bahwa beberapa orang mengalami
gejala adanya Post Traumatic Stress Disorder ditunjukan dengan adalah adanya rasa waswas apabila berhadapan dengan situasi/keadaan yang mirip saat kejadian, merasa ingin menghindari dari situasi/keadaan yang membawa kenangan saat terjadinya, keadaan ini dirasakan lebih dari 2 bulan pasca kejadian. Dalam hal ini subyek berusaha mengatasi keadaan ini dengan banyak sharing dengan orang lain yang dipercayainya tentang kondisinya sehingga membuat kondisi subyek lebih tenang. Selain mengalami stress pasca trauma, subyek juga mengalami depresi akibat dari kejadian yang menekan tersebut. Subyek
berpandangan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi, merasa tidak memiliki masa depan dan menganggap dunia ini kejam. Depresi juga merupakan gangguan yang terutama ditandai oleh kondisi emosi sedih dan muram serta terkait dengan gejala-gejala kognitif, fisik,
dan interpersonal (APA, dalam Aditomo & Retnowati, 2004).
Sikap dan keyakinan negatif yang dialami oleh subyek disebabkan oleh distorsi kognitif, interpretasi negatif terhadap pengalaman yang diterima, evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan harapan negatif akan masa depan. Sumber permasalahan bisa berasal dari masa Perkembangan awal sebagaimana pandangan psikoanalisis (Beck, 2008).

Bab 3
Penutup
Kesimpulan
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual dalam penelitian ini adalah: (a) Faktor kelalaian orang tua. (b) Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. dan (c) Faktor ekonomi.
Dampak psikologis yang dihadapi oleh kedua subyek berbeda, hal ini disebabkan karena masing-masing subyek memiliki kepribadian, cara mengatasi masalah, cara memanipulasi kognisi, serta dukungan sosial yang berbeda. Meskipun dampaknya berbeda,
namun secara umun hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku traumatis pada korban kekerasan seksual. Perilaku traumatis tersebut adalah stress pasca trauma (PTSD), dengan ditandai adanya penilaian diri yang rendah, pengabaian terhadap diri sendiri, adanya
perubahan mood dan perilaku, adanya kenangan-kenangan yang mengganggu serta ganguan tidur. Adapun dinamika psikologis subyek sebelum mendapatkan dukungan sosial subyek memiliki berbagai pandangan negatif terhadap dirinya. Pikiran-pikiran negatif yang dimiliki ini terjadi berulang-ulang sampai pada akhirnya menjadi negative belief yang terekam dalam sistem kognisi subyek. Negative belief yang dimiliki oleh subyek selanjutnya di repress dalam diri subyek yang kemudian membuat subyek menjadi terkekang dalam keadaan simpatik yang sifatnya kronik/dalam. Keadaan seperti ini kemudian dibekukan oleh kondisi emosioal subyek dan tetap tersimpan dalam diri subyek.
Adaya pembekuan negative belief pada diri subyek ini kemudian berpengaruh pada kondisi psikis dan psikologis subyek. Keadaan berbeda ketika subyek mendapatkan dukungan sosial. Disaat mendapatkan dukungan sosial subyek berupaya memanipulasi kognisinya dengan melakukan penyangkalan bahwa yang terjadi tidaklah seburuk apa yang dipikirkan. Manipulasi kognisi yang disertai dengan dukungan sosial inilah kemudian
membantu subyek untuk mampu membantuk strategi coping atas segala permasalahan yang dihadapinya. Untuk meminimalisir tekanan-tekanan psiologis yang menimpanya subyek memiliki beberapa strategi coping, yaitu: (a) mencari dukungan sosial dari LSM                  (b) mengikuti kegiatan konseling, (c) menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan rasa kecewa atas perilaku traumatis, (d) mengembalikan semua kejadian yang menimpanya pada yang Maha Kuasa, (e) berusaha membangun suatu pemikiran yang positif (f) mencari dukungan moral, simpati dan pemahaman terhadap stresor yang dihadapinya.

Saran
Kekerasan dalam jenis dan bentuk apapun, tidak dapat ditoleransi dengan alasan apapun. Bagi subyek penelitian diharapkan untuk berhati-hati dalam memilih teman dalam pergaulan, jangan cepat percaya dan terlena oleh bujuk rayu serta iming-iming yang
dijanjikan oleh orang lain baik yang sudah dikenal maupun belum. Hal terbaik yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan memberikan pemahaman kepada diri sendiri tentang bagian tubuh mana dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian tubuhnya.
Penenaman agama serta pemahaman ajaran agama yang mendalam juga bisa menjadi benteng untuk menghindari tindakan serta pergaulan bebas. Apabila memang sudah melakukan antisipasi namun masih mengalami kekerasan, lawanlah dengan kemampuan
yang dimiliki. Hal ini akan membuat beban psikologis menjadi sedikit ringan dan mengurangi adanya penyesalan serta menumbuhkan rasa percaya diri apabia dibandingkan tanpa perlawanan.
Perhatian orang tua serta dukungan terhadap anak juga merupakan faktor terpenting dalam proses meminimalisir terhadap kejadian-kejadian traumatis yang menimpa anak. Penelitian ini menununjukkan bahwa dukungan sosial mampu meringankan beban berat yeng diterima oleh anak ketika menghadapi situasi-situasi sulit, oleh sebab itu hendaknya orang tua tidak serta merta menyalahkan anak akibat dari tekanan-tekanan yang melanda. Bagi peneliti yang akan mendatang diharapkan dapat memperluas jangkauan sudut pandang penelitian, baik dari segi etnografi maupun biopsikososiospiritual.



Daftar Pustaka
Abar, A. Z,. & Subardjono, T. (1998). Perkosaan dalam Wacana Pers  National. Kerjasama PPK & Ford Foundation. Yogyakarta.
Aditomo, A. & Retnowati, S. (2004). Perfeksionisme, harga diri, dan kecenderungan depresi pada remaja akhir. Jurnal Psikologi, No.1, hal. 1-15.
Aldwin, C. M., & Revenson, T.A. (1987). Does coping help? A reexamination of the relation between coping and mental helath, Journal of Personality and Social Psychology, 53, 337-348.
Arivia, G. (2003). Filsafat berspektif feminis. Yayasan Jurnal Perempuan. Jakarta
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta.
Bilkis, R. M. R., & Mark, K. A. (1998). Mind-Body: Practical aplications in dermatology. Arch Dermatol, 143, 1437-1441.
Beck, A. T. (2008). Review and overviews: The evolution of the cognitive model of depression and its neurobiological correlates. Philadelphia: Am J Psychiatry, 165, 969-977.
Beck, A. T. (1967). Depression : clinical, experimental and theoritical aspects by Hoeber Medica Devision USA, Harper and Row Published Incorporated.
Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub , J.K. (1989). Assesing coping strategies : A theoritically based approach, Journal of Personality and Social Psychology, 56, 267-283.
Creswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design choosing among  five traditions. Sage Pubilcation, Inc.
Flannery, R. B. (1999). Psychological trauma and post traumatic stress disorder: a review. International Journal of Emergency Mental Health. 1 (2) p 77 – 82
Folkman, S., S., Richard, S.L., Cristine, D.S., Anktad., & Rand, J.G. (1986). Dynamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping, and encounter outcome. Journal of Personal and Social Psychology, 50 (5), 992-1003.
Gorgi, A., & Giorgi, B. (2008). Qualitative psychology: a practice to research methods. ed. Jonathan A. Smith. London, Los Angeles,
New Delhi, Singapore, and Whosington DC: Sage Publication Grinage, B. D. (2003). Diagnosis and management of post traumatic stress disorder. American Family Physician, vol 68, no 12, Desember,2003,p: 2401-2408.
Hikmat, E. K. (2005). Trauma Pasca-perang. http://www.pikiran-rakyat. com/cetak/0504/15/1105.html, diakses 04 Mei 2005.
Kaplan, H.I., B. J. Sadock, J.A. Grebb. (1997) Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis, 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Koentjoro (2007) Berbagai jenis inquiry dalam penelitian kualitatif. Unpublished Manuscript. Universitas Gadjah MadaYogyakarta.
Leitenberg, H., Yost, L. W., Wilson-Carroll, M. (1986). Negative Cognitive Error in Children: Questionnaire Development Normative Data, and Comparasions Berween Children With and Without Self-Reported Symptoms of Depression, Low Self-Esteem, and Evaluation Anxiety. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 54 (4), 528 – 536.
Louis, G. C., Adele, M. H., Marvin, Susan, Patrick. (1996). Predicting the effect of cognitive therapy for depression; A study unique and common factors. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 64 (3), 497.
Moleong, L. (2007). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological research methods. Thousand Oaks, CA: Sage.
Mboiek, P. B. (1992). Pelecehan seksual suatu bahasan psikologis paeda
-gogis, makalah dalam Seminar Sexual Harassment , Surakarta 24 Juli (Surakarta : Kerjasama Pusat Studi Wanita Universitas Negeri Surakarta dan United States Information Service).
Poerwandari, E. K. (2000). Kekerasan terhadap perempuan: tinjauan psikologi feministik, dalam Sudiarti Luhulima (ed) “Pemahaman Bentuk-bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan alternative pemecahannya”, Jakarta: Kelompok kerja “convention watch”
Rose, S, J. Bisson & S. Wessely. (2002). “Psychological Debriefing for Preventing Post Traumatic Stress Disorder (PTSD): Review,” dalam Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 2, Art No.CD000560.
Ronen, T. (1997). Cognitive Development Therapy with Children. New York: John Woley & Sons.
Schiraldi, G. R. (2000), The post traumatic stress disorder, sourcebook, guide to healing, recovery and growth. Boston : Lowell House.
Sisca, H., & Moningka, C. (2009). Resiliensi perempuan dewasa muda yang pernah mengalami kekerasan seksual di masa kanak-kanak.
Jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil) Vol : 3 Oktober 2009.
Sue, D,. Sue, D., & Sue, S. (1986). Understanding Abnormal Behavior. Boston: Houghton Mifflin Company.
Suhandjati, S. (2004). Kekerasan terhadap istri, Yogyakarta: Gama Media.
Sulistyaningsih, E., & Faturochman (2002). Dampak sosial psikologis perkosaan. Buletin Psikologi, Tahun X, No. 1, Juni 2002, 9-23. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Stanko, E. A. (1996). Reading Danger: Sexual Harassment, Anticipation and Self-Protection, dalam Marianne Hester (ed.)
Women Violence and Male Power: Feminist Activism, Research and Practice (Buckingham: Open University Press).
Tower, C. (2002). Understanding Child Abuse and Neglect (5th ed). Boston: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.
Warshaw, R. (1994). I Never Called It Rape. New York: Ms. Foundation for Education and Communication, Inc.