Universitas
Gunadarma
Fakultas
Psikologi
Kasus Kekerasan Anak Dari Sudut
Pandang Psikologi
NAMA : Farid Hikmatullah
NPM : 12512773
JURUSAN : Psikologi
TUGAS : TUGAS INDIVIDU ANALIS KASUS KEKERASAN ANAK DARI SUDUT PANDANG PSIKOLOGI
Jakarta
2012
Kata
pengantar
Makalah
ini disusun dengan menggunakan beberapa buku referensi buku psikologi,dengan
demikian diharapkan isi dari makalah ini dapat membantu masyarakat khususnya
mahasiswa Gunadarma untuk lebih menambah pengetahuan tentang suatu topik dalam
bidang kajian psikologi.
Dan
tentunya bertujuan untuk memberikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat
mempelajari psikologi,tidak terbatas hanya pada mahasiswa fakultas psikologi
saja.
Dan
oleh karena itu kami membutuhkan segala saran dan masukan agar makalah ini
dapat di jadikan pedoman untuk mahasiswa yang lebih baik dan juga teriring
ucapan terima kasih.
Jakarta, November
2012
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar........................................................................2
Daftar isi.................................................................................3
Abstraksi................................................................................4
Bab 1
Latar belakang
masalah..........................................................5
Pertanyaan penelitian
psikologi.............................................7
Tujuan
...................................................................................7
Manfaat.................................................................................7
Bab 2
Pembahasan..........................................................................8
Post traumatis stress
disorder...............................................8
Depresi.................................................................................9
Dinamika kekerasan
psikologi seksual................................10
Faktor penyebab
kekerasan seksual.....................................10
Dampak
psikologis...............................................................11
Bab 3
Penutup...............................................................................12
Kesimpulan.........................................................................12
Saran...................................................................................13
Daftar
pustaka....................................................................14
Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang masalah
Kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk-bentuk
perilaku yang dilakukan dengan niat menyakiti atau mencederai anggota keluarga.
Karena
statusnya sebagai anggota yang relatif tidak berdaya, anak-anak rentan menjadi
sasaran perilaku agresif yang dilakukan orangtua maupun anggota keluarga lain
yang lebih tua. Kekerasan dalam bentuk apapun yang dilakukan orangtua terhadap
anak akan mengakibatkan anak tumbuh menjadi anak yang mengalami gangguan
kepribadian dan trauma.
Jenis
kekerasan terdiri dari fisik dan psikis, kekerasan fisik mudah terdeteksi
karena meninggalkan cedera badan, sedangkan kekerasan psikis sulit terdeteksi
dikarenakan berbentuk kata-kata kasar atau sikap perilaku. Namun, keduanya
menyisakan trauma bagi para korbanya.
Kejadian trauma adalah peristiwa hidup yang dramatis yang mengancam
hidup atau kesehatan individu atau yang menggangu ego sedemikian parahnya
sehingga individu tidak dapat menguasai dampak dari peristiwa tersebut yang
dalam istilah kejiwaan disebut PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang
berarti gangguan stress pasca trauma yaitu stress yang muncul dan berkelanjutan
dan timbul setelah atau sebagai akibat pengalaman mengerikan yang dialami di
masa yang lampau. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) bisa disebabkan karena
trauma fisik, trauma psikologis ataupun kombinasi dari keduanya, Trauma ini bisa dialami baik orang
dewasa maupun anak – anak.
Kasus
kekerasan meski tidak berujung pada kematian anak, namun anak menjadi cacat
seumur hidup, yaitu seorang ayah di Madiun yang menabrakkan kaki kanan anaknya
ke kereta api yang sedang melintas hingga putus pada tanggal 06 Agustus 2009,
dengan alasan yang kurang jelas. Pada dasarnya pelaku, yang adalah ayah korban, memang sengaja ingin membunuh anaknya
yang bernama Tegar tersebut. Tegar, balita 3,5 tahun yang menjadi korban
kebiadaban sang ayah menolak untuk melihat wajah ayahnya, dan ia meminta agar ayahnya
segera ditembak. Dari keterangan tersebut sepertinya ada kemarahan yang sangat
besar yang membara di hati anak yang masih berumur 3,5 tahun itu, dan kemarahan
seperti ini akan terus membara hingga ia dewasa nanti jika tidak ditangani
dengan segera (lawupos, 2009).
Untuk
mengatasi stress dan perilaku anak bermasalah dibutuhkan konseling yang
dilakukan oleh para ahli (konselor), dalam hal ini konseling bermanfaat untuk
anak-anak yang mengalami masalah sebelum dilakukan intervensi yang tepat yaitu
pemberian terapi. Terapi memiliki berbagai macam model, namun pemberian terapi
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Pertanyaan analisis psikologi
Bagaimana gambaran psikologis anak
korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?
Bagaimana penanganan psikologis bagi anak yang mengalami
kekerasan ?
Apa yang harus dilakukan orangtua dalam melakukan
tindakan preventif terhadap kekerasan pada anak ?
Tujuan
analisis kasus kekerasan anak
Tujuan penelitian ini adalah
melakukan analisis kasus tentang
bagaimana dan mengapa terjadi kekerasan pada anak, melakukan analisis bagi anak
yang mengalami kekerasan,
dan mengetahui dinamika dan dampak bagi anak yang
mengalami serta penangannya.
Manfaat
Penelitian
Pada penelitian
ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu:
1. Manfaat
Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkandapat memberikan informasi yangbermanfaat terutama
bagiperkembangan ilmu psikologi,khususnya psikologi sosial dan psikologi
perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya
terutama dalam mengkaji variabel yang berkaitan dengan kekerasan dalam keluarga
ataupun perilaku agresi.
2. Manfaat
Praktis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya
bagi seseorang agar jangan sampai melakukan tindakan menyimpang seperti
melakukan kekerasan seksual yang mengakibatkan buruknya dinamika kepribadian
bagi korban kekerasan seksual.
Bab
2
Pembahasan
Melalui
ulasan efek kekerasan dalam rumah tangga pada anak-anak (Edleson, 1999; Kolbo,
Blakely, & Engleman, 1996; Margolin & Gordis, 2000) mengkonfirmasi
temuan dari berbagai masalah perilaku, emosional, dan kognitif pada populasi
anak-anak bila dibandingkan dengan anak lain. Eksternalisasi masalah, seperti
agresif dan antisosial perilaku, depresi, dan kompetensi sosial
yang lebih rendah. Ada juga beberapa bukti untuk mendukung hipotesis bahwa
anak-anak dari keluarga kekerasan asal beresiko membawa kekerasan dan
kekerasan-toleran peran dalam hubungan dewasa, menunjukkan potensi untuk jangka
panjang perkembangan masalah (Edleson, 1999).
Pengakuan
bahwa anak-anak terkena pengalaman traumatis dapat di identifikasi gejala post trauma (Yule, Perrin, & Smith,
1999). Terr (1979) studi tentang penculikan bus sekolah Chowchilla adalah salah
satu yang pertama untuk menggambarkan gejala stres pasca trauma pada anak-anak,
menemukan bahwa semua anak yang terlibat dalam penculikan itu mengalami
gangguan stres berat pasca trauma (PTSD), hubungan orangtua, atau trauma masa
lalu. Empat tahun kemudian (Terr, 1983) mengungkapkan bahwa anak-anak ini masih
terpengaruh oleh penculikan, sehingga memberikan indikasi awal sifat traumatis
pengalaman pada anak-anak. Berikutnya
Terr
(1979, 1983) penelitian, PTSD semakin dijelaskan pada anak-anak terkena
berbagai peristiwa traumatis. Pynoos dan rekan (1987), misalnya menemukan bukti
untuk gejala posttrauma akut terjadi pada anak usia sekolah yang terkena untuk
serangan sniper sekolah, dengan korelasi mencolok antara kedekatan dengan jenis
kekerasan dan jumlah gejala. Demikian pula, Yule dan Udwin (1991) dan Yule dan
Williams (1990) melaporkan gejala stres pasca trauma pada anak-anak yang
selamat dari tenggelamnya kapal pesiar Jupiter dan tenggelamnya feri Herald
Enterprise. Sedangkan PTSD dapat didiagnosa pada anak-anak dan remaja yang
terkena kisaran peristiwa traumatis dan mengancam nyawa (Pfefferbaum, 1997),
tidak sampai akhir 1990-an bahwa penelitian dilakukan pada kejadian PTSD pada
anak-anak dari latar belakang kekerasan dalam rumah tangga (Graham-Berman &
Levendosky, 1998; Kilpatrick & Williams, 1997; Lehman, 1997).
Jurnal
1:
The Effectiveness of Parent–Child Interaction Therapy for Victims of
Interparental Violence
Penelitian
ini membandingkan efektivitas Parent (orangtua) – Child (Anak) Terapi Interaksi
(PCIT) mengurangi masalah perilaku (misalnya,
agresi, Defi Ance, kecemasan) dari 62 klinik-disebut, 2 ke 7 tahun, anak-anak dianiaya terkena
kekerasan interparental (IPV) dengan kelompok anak sama dengan tidak ada
paparan IPV (N = 67). Analisis pendahuluan menunjukkan bahwa IPV untuk
menghentikan pengobatan sebelum waktunya dari IPV exposed non diad. Hasil dari
ukuran berulang MANCOVAs menunjukkan penurunan signifikan perilaku anak masalah
dan tekanan psikologis pengasuh dari pra ke pasca-pengobatan untuk IPV terbuka dan tidak terbuka IPV kelompok,
dan tidak ada variasi signifikan oleh paparan IPV. Stres dalam peran orang tua
terkait dengan perilaku anak-anak dan hubungan orangtua-anak menurun dari pra
ke pasca-pengobatan, namun tekanan orang tua tidak menurun signifikan selama
PCIT. Hasil analisis pengujian selama fase pengobatan menunjukkan bahwa kursus
pengobatan dilaporkan secara signifikan lebih besar dalam perilaku anak-anak
masalah dibandingkan mereka yang menerima hanya fase pertama pengobatan.
Jurnal
2 Incidence and Correlates of Post trauma Symptoms in Children From Backgrounds
of Domestic Violence
Dalam
beberapa tahun terakhir, bukti telah muncul adanya gejala posttrauma pada
anak-anak dari latar belakang kekerasan domestik. Penelitian ini meneliti
kejadian dan berkorelasi gejala posttrauma di 56 anak-anak dari ibu yang telah
warga di perempuan penampungan di Adelaide, Australia Selatan. Yang paling
sering didukung gejala antara contoh ini yaitu anak terganggu oleh pikiran-pikiran menyedihkan,
sadar penghindaran, hypervigilance, dan kesulitan tidur. Dua puluh persen
anak-anak memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Anak-anak yang mengalami PTSD memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran
kecemasan, depresi, dan disosiasi. Hasil mendukung penggunaan kerangka
posttrauma untuk memahami efek pada anak-anak hidup dengan kekerasan domestik.
Jurnal
3 Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families
Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat intim kekerasan pasangan lebih
tinggi di antara pasangan dengan anak-anak dibandingkan mereka yang tanpa anak.
Temuan ini konsisten dengan penelitian pada keluarga di mana kekerasan pasangan
dilaporkan ke polisi (Fantuzzo dkk., 1997) dan medis sampel praktek (Bradley,
Smith, Long, & O’Dowd, 2002). Dari perspektif klinis, pengetahuan ini dapat
menjadi penting dan berguna. Secara khusus, fakta bahwa anak-anak sering mendapat bagian dari mitra-kekerasan
keluarga harus dipertimbangkan dalam penilaian keluarga dan dalam desain pelaksanaan intervensi untuk kekerasan
pasangan. Sebagai contoh, mungkin keterlibatan anak dalam episode kekerasan
perlu dipertimbangkan dalam penilaian dan pengobatan keluarga di kekerasan
pasangan intim yang terjadi. Demikian pula, yang mungkin merusak efek pada
anak-anak strategi intervensi untuk kekerasan pasangan orangtua.
Penelitian
ini memiliki sejumlah keterbatasan. Meskipun menyediakan bukti bahwa sejumlah
besar anak Amerika tinggal
dalam keluarga di mana kekerasan fisik antara menikah atau mitra kumpul kebo,
kami tidak memiliki data pada frekuensi, konteks, atau konsekuensi dari
kekerasan. Data tersebut akan menginformasikan pemahaman kita tentang kekerasan
dilaporkan dalam penelitian ini. Namun, perlu dicatat bahwa versi ukuran
kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki juga sangat banyak
digunakan dalam penelitian mendokumentasikan hubungan antara kekerasan pasangan
dan masalah anak. Artinya, hubungan antara kekerasan pasangan dan masalah anak
telah diperoleh terlepas dari konteks dan konsekuensi kekerasan. Pembatasan
lain adalah bahwa wawancara untuk studi ini dilakukan individu pada saat di
rumah, bukan di laboratorium. Pengaruh variabel yang berhubungan dengan
pengaturan rumah (misalnya, kehadiran anggota keluarga lain di rumah, tetapi di
lain kamar selama wawancara kekhawatiran peserta tentang potensi konflik atau
kekerasan sebagai konsekuensi dari wawancara) akan menghasilkan pelaporan
kekerasan, render perkiraan kami satu konservatif.
Dari
3 jurnal penelitian diatas, ditemukan faktor-faktor timbulnya trauma pada
anak-anak dan remaja disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang hampir merengut
nyawa mereka. Selain itu, trauma juga dapat terjadi pada anak-anak yang hidup
dalam keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Anak-anak yang
mengalami gangguan stres dan trauma dapat dipulihkan melalui konseling terlebih
dahulu kemudian dilakukan terapi anak-orangtua. Berikut ini dijelaskan dinamika
psikologis pada anak dan keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
“Kekerasan
Dalam Rumah Tangga”
Anak Belajar Dari
lingkungannya
Jika anak banyak
dicela, ia akan terbiasa menyalahkan.
Jika anak banyak
dimusuhi, ia akan terbiasa menentang.
Jika anak dihantui
ketakutan, ia akan terbiasa cemas, dan
Jika anak dikelilingi
olok-olok, maka ia akan terbiasa menjadi pemalu.
(Dorothy Law Nolte)
Gangguan stress pasca trauma
Posttraumatic
stress disorder (PTSD) atau gangguan stress pasca trauma yaitu gangguan
emosional yang menyebabkan distress, yang bersifat menetap, yang terjadi
setelah menghadapi ancaman keadaan yang membuat individu merasa tidak berdaya
dan ketakutan (Durand & Barlow, 2006).
Indikator
Posttraumatic stress disorder PTSD (Lerner & Shelton, 2005) sebelum korban
(misalnya, masa kanak-kanak pelecehan seksual dan fisik)
•
paparan peristiwa yang parah.
•
diperpanjang paparan bahaya.
•
pra-trauma kecemasan dan depresi.
•
kondisi medis kronis.
•
keterlibatan substansi.
•
sejarah masalah dengan otoritas
(misalnya, vandalisme mencuri, dll).
•
penyakit mental.
•
kurangnya dukungan keluarga / social.
•
tidak memiliki kesempatan untuk terbuka
( tidak mampu menceritakan kisah seseorang )
•
emosional reaksi kuat setelah terpapar
acara.
•
secara fisik terluka oleh kasus, dll.
Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
KDRT
dapat diartikan sebagai tindakan penggunaan kekuasaan atau wewenang secara
sewenang-wenang tanpa batasan (abuse of power) yang dimiliki pelaku,yaitu suami
atau istri maupun anggota lain dalam rumah tangga, yang dapat mengancam
keselamatan dan hak-hak individual masing-masing. dan atau anggota lain dalam
rumah tangga seperti anak-anak, mertua, ipar, dan pembantu (Manan, 2008).
Menurut Manan (2008), KDRT dapat dikelompokkan ke dalam lima bentuk, yaitu:
·
Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan
dengan tangan maupun benda, penganiayaan, pengurungan, pemberian beban kerja
yang berlebihan, dan pemberian ancaman kekerasan.
·
Kekerasan verbal dalam bentuk caci maki,
meludahi, dan bentuk penghinaan lain secara verbal.
·
Kekerasan psikologi atau emosional yang
meliputi pembatasan hak-hak individu dan berbagai macam bentuk tindakan teror.
·
Kekerasan ekonomi melalui tindakan
pembatasan
penggunaan keuangan yang berlebihan dan pemaksaan kehendak untuk untuk
kepentingan-kepentingan ekonomi, seperti memaksa untuk bekerja dan sebagainya.
·
Kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan
seksual yang paling ringan hingga perkosaan.
Sedangkan efek – efek
kekerasan dalam rumah tangga pada anak menurut Borrego, Gutow, Reicher &
Barker (2008), terdiri dari karakteristik berikut:
- Disruptive behavior (perilaku mengganggu).
- Aggressive behavior (perilaku agresif).
- Antisocial behavior (perilaku anti sosial).
- Impaired social skill (gangguan ketrampilan sosial).
- Trauma symptoms (gejala trauma).
- Internalizing problem (internalisasi masalah).
- Difficulty focusing on tasks (kesulitan berfokus pada tugas).
- Academic problems (masalah akademik).
Kemunculan simptom pada
Anak korban kekerasan dalam rumah tangga (wikipedia, 2011) yaitu:
- Physical symptom: mengakibatkan trauma, cemas, rasa bersalah, gangguan depresi, sindrom ADHD
- Behavioral symptom: mengakibatkan sikap denial (penolakan), regresi (kemunduran), confrontation, agresif
- Emotional symptom: mengakibatkan PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorder), insomnia, emotional disorder (gangguan emosi), low self esteem (rendahnya penghargaan diri), grief (kesedihan)
- Social symptom: hilangnya kepekaan terhadap kemampuan dalam mengelola kemarahan, terhambatnya hubungan sosial dan problem solving skills (keterampilan memecahkan masalah).
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari makalah jurnal diatas dapat disimpulkan bahwasanya, Pemberian konseling
sebagai penanganan awal untuk identifikasi masalah sebelum dilakukan intervensi
yang salah satu metodenya yaitu parent-child interaction therapy (PCIT).
Sehingga, anak-anak yang mengalami stress dan trauma akibat kekerasan dalam
rumah tangga dapat diberikan terapi interaksi antara anak dan orangtua.
Ditemukan dari salah satu jurnal bahwasannya anak-anak yang mengikuti terapi
pra dan pasca pengobatan parent-child interaction therapy (PCIT), mengalami
penurunan signifikan pada perilaku bermasalah dan tekanan psikologis.
DAFTAR
PUSTAKA
Borrego, Jr. Joaquin,
Gutow, R. Mindy, Reicher, S., Barker H. Chikira. (2008). Parent-Child
Interaction Therapy with Domestic Violence Populations. Journal of Violence and
Victims the Springer Publishing Company, 23:495-505
Corey, G. (2005) Teori
dan paraktek “konseling dan psikoterapi”. Bandung: Refika Aditama
Durand, V. Mark &
Barlow, H. David. (2006) Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Latipun. (2005).
Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Krahe, B. 2005. Perilaku
Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mertin, P. & Mohr,
B. Philip. (2002) Incidence and Correlates of Posttrauma Symptoms in Children
From Backgrounds of Domestic Violence. Journal of Violence and Victims the
Springer Publishing Company, Volume 17, Number 5
Geldard, K. &
Geldrad, D. 2011. Konseling Anak – Anak Panduan Praktis (edisi ketiga).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Timmer, G. Susan, Ware,
M. Lisa, Urquiza, J. Anthony & Zebell, M. Nancy (2010) The Effectiveness of
Parent–Child Interaction Therapy for Victims of Interparental Violence. Journal
of Violence and Victims the Springer Publishing Company, Volume 25, Number 4
Manan, A. Mohammad
(2008) Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Sosiologis. Jurnal
Legilasi Indonesia Vol. 5 No. 3
McDonald, R., Jouriles,
N. Ernest, Mikler, R. Suhasini, Caetano, R., & Green, E. Charles (2006)
Estimating the Number of American Children Living in Partner-Violent Families.
Journal of Family Psychology: the American Psychological Association.
http://id.wikipedia.org/wiki/Stres,
diakses 9 Juli 2011http://id.wikipedia.org/wiki/Trauma_psikologis, diakses juni
2011 www.traumatic-stress.org,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar