Cari Blog Ini

Sabtu, 15 Maret 2014

makalah tentang komisi yudisial



BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hakim sangat erat kaitannya dengan hukum atau negara hukum. Karena hukum akan ditegakkan dimana ada pengadilan yang merupakan tempat untuk mengadili dan tentunya dalam pengadilan ada hakim yang berperan sebagai pemutus sebuah keputusan yang adil. Untuk itu, perlu adanya kode etik profesi hakim yaitu aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim. Adapum maksud dan tujuan adanya kode etik profesi hakim ini adalah Sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter Hakim dan pengawasan tingkah laku Hakim. Selain itu juga sebagai sarana kontrol sosial, pencegah campur tangan ekstra judicial, dan pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat. Tujuan dari kode etik ini adalah memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi Hakim dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan. Dengan adanya kode etik profesi hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya harapannya adalah untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
Tetapi kenyataannya sekarang hakim banyak menyimpang dari kode etik tersebut. Faktanya bisa dilihat dari media massa ataupun cerita pribadi yang berupa pengalaman dengan melihat secara langsung. Tetapi, media massa kurang begitu mengekspose karena biasanya kasus pelanggaran kode etik ini tidak sampai ke publik. Komisi Yudisial (KY) menemukan banyak laporan yang menyatakan hakim melakukan praktik yang dilarang dalam menangani perkara. Itu menunjukkan kemerosotan penegakan hukum akibat penegak hukum yang tak profesional.

BAB 2
PEMBAHASAN
Kedudukan Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan Indonesia.
Dasar hukum dibentuknya komisi yudisial adalah pasal 24 b Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan rumusan sebagai berikut :
(1) Komisi yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung  dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan   kehormatan,keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota komisi yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
(4) Susunan,kedudukan,dan keanggotaan komisi yudisial diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan pasal 24B ayat (4) UUD 1945, maka dikeluarkanlah UU NO.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Menurut ketentuan pasal 1 ditegaskan bahwa komisi yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
             Lebih lanjut,dalam pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan komisi yudisial dalam struktur ketatanegaraan indonesia adalah termasuk ke dalam lembaga negara setingkat presiden dan bukan lembaga pemerintahan yang bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independen yang dalam istilah lain disebut lembaga negara mandiri(state auxiliary institution) . Sebenarnya ide perlu adanya suatu komisi khusus untuk menjalankan fungsi-fungsi tetrtentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968, setempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan Penelitiaan Hakim. Majelis ini berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang berkenaan dengan perangkat, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan atau hukumanjabatan para hakim, yang diajukan oleh Mahkamah Agung maupun Mentri Kehakiman.
Kedudukan Komisi Yudisial sebagai Lembaga Yudikatif.
            Sebagai lembaga yang bebas dari pengaruh kekuasaan,lembaga yudikatif dimungkinkan untuk melaksanakan proses pengadilan yang jujur, objektif, tidak memihak, dan adil. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lembaga yudikatif merupakan sandaran harapan dan kepercayaan terakhir bagi warga negara untuk memperoleh keadilan. Keistimewaan yudikatif dibanding dengan legislatif dan eksekutif adalah pada substansi sifat produk lembaga. Produk legislatif, yang berupa Undang-Undang,dan produk eksekutif,yang berupa kebijakan atau aturan pemerintah, didasarkan pada “demi kepentingan rakyat” atau “demi kepentingan umum”. Sementara yudikatif mendasarkan putusannya(putusan hukum) pada “demi keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa”.Karena sifatnya yang demikian hakim acapkali diidentikan sebagai “kepanjangan tangan Tuhan di dunia”. Dengan predikat itu mengandung makna bahwa, penyalahgunaan fungsi dan kewenangan yang dilakukan hakim adalah pengingkaran atas fungsi dan misi sucinya “perpanjangan Tuhan”. Beranjak dari kenyataan yang ada bahwa masih banyak hakim yang salah dalam mengambil keputusan,Maka dari itu diperlukan suatu lembaga negara yang dapat mengawasi kinerja hakim, yaitu Komisi Yudisial yang bertujuan Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim dan Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Dengan adanya lembaga seperti Komisi Yudisial mewujudkan harapan warga negara serta kepercayaan terakhir untuk memperoleh keadilan (landing of the last resort). Menurut Jimly asshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan Kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Komisi Yudisial sebagai badan LANDING OF THE LAST RESORT untuk menjadi kepercayaan terakhir serta mewujudkan harapan warga negaranya dalam mencapai suatu keadilan sangat terbatas,hal ini didasarkan oleh UU no 22 tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial dalam pasal 13 dan pasal 21 bunyinya sebagai berikut: PASAL 13 Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. PASAL 21 Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian karena adanya amanat dari UU 22 tahun 2004 inilah Komisi Yudisial sebagai LANDING OF THE LAST RESORT dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sangat terbatas, menurut penulis sendiri seharusnya Komisi Yudisial diberikan suatu kewenangan yang lebih luas dalam hal memantau kinerja Hakim agar hakim sebagai badan indepent dan impartial judiciary benar-benar terjaga kualitasnya, dan dapat mendorong adanya suatu pembangunan dalam sistem peradilan yang bebas dan bersih dari mafia hukum.

Peranan Komisi Yudisial Dalam Membangun Peradilan Yang Bersih.
Salah satu wujud terbentuknya Komisi Yudisial adalah untuk membangun suatu sistem peradilan yang bersih, tentu hal ini ada kaitannya dengan kode etik dan kode etik profesi hakim dimana kode etik dan kode etik profesi hakim merupakan suatu acuan hakim dalam setiap kali menjalankan tugas dalam mengambil putusan.Komisi Yudisial dalam hal menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan laporan dan temuan dari masyarakat indonesia.Hal ini diatur dalam UU 2 tahun 2005 tentang tata cara pengawasan hakim. Adapun Komisi Yudisial dalam menerapkan sanksi diatur dalam pasal 14 yang bebrbunyi sebagai berikut:
(1) Komisi Yudisial dalam rapat pleno berwenang menilai jenis dan kualitas pelanggaran terhadap kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, dengan memperhatikan Kode Etik Hakim, dan menentukan jenis sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
(2) Jenis sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian. Dengan adanya sanksi seperti ini maka akan terlihat sangat jelas bahwa Komisi Yudisial sangat berpengaruh dalam membangun suatu sistem peradilan yang bersih.Agar nantinya hakim dalam mengambil putusan sesuai dengan apa yang ada dalam irah-irah atau kepala putusan yaitu “Demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.  


Tugas, Wewenang Dan Tujuan Komisi Yudisial
Komisi Yudisial memiliki wewenang yang telah ditentukan oleh undang-undang. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 13  UU Nomor 22 2004 yaitu: Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Tugas Komisi Yudisial
  1. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
  1. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim 
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a.       Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
b.      Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
c.       Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

Tujuan Komisi Yudisial:
  1. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat.
  2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring perilaku hakim.
  3. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen.
  4. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.

Kode Etik Komisi Yudisial
Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Anggota Komisi Yudisial adalah norma-norma yang bersumber dari nilai-nilai agama, moral dan nilai yang terkandung dalam sumpah jabatan Anggota Komisi Yudisial yang harus dilaksanakan oleh Anggota Komisi Yudisial dalam menjalani kehidupan pribadinya serta dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Kode Etik KY terdapat pada Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang kode etik dan pedoman tingkah laku anggota komisi yudisial yaitu:
a.      Kepribadian
Bahwa setiap anggota Komisi Yudisial harus memiliki sifat arif dan bijaksana serta selalu mempertahankan sikap mental independen dalam menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam undang-undang, Menjadi panutan dan teladan, baik dalam menjalankan tugas Komisi Yudisial maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Menjaga suasana yang harmonis, bersikap dinamis dan objektif, saling menghargai, semangat kebersamaan, serta saling menghormati dalam menjalankan tugas Anggota
Komisi Yudisial serta Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Ketentuan tersebut terdapat pada pasal 4 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 5 Tahun 2005

b.      Tanggung jawab
Dalam menjalankan tugasnya Anggota Komisi Yudisial bertanggung jawab atas hasil pelaksanaan tugasnya baik secara pribadi maupun lembaga.Selalu mempertahankan integritas, obyektifitas, profesionalitas dan harus bebas dari benturan kepentingan baik pribadi atau kelompok.Wajib menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c.       Konflik kepentingan
Apabila ada kepentingan pribadi yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam suatu rapat, maka sebelum mengemukakan pendapatnya, Anggota Komisi Yudisial terkait harus mengatakan hal tersebut di hadapan seluruh peserta rapat. Anggota Komisi Yudisial mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan kecuali apabila rapat Komisi Yudisial memutuskan lain, karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentngan dalam permasalahan yang sedang dibahas. Anggota Komisi Yudisial yang sedang terlibat perkara di pengadilan, dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengauhi jalannya peradilan dan  anggota Komisi Yudisial harus mengundurkan diri apabila memeriksa subyek pemeriksaan yang ada hubungan kekerabatan atau hubungan keluarga dengan anggota yang bersangkutan.

Peran KY Dalam Mewujudkan Hakim Yang Berwibawa

Peran Komisi yudisial (KY) dalam mewujudkan hakim yang berwibawa tidak lepas dari tugas dan wewenang KY diantara yaitu: dimulai dari melakukan pendaftaran calon Hakim Agung sampai dengan mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 22 2004, Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 20 hari terhadap kualitas dan kepribadian calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan standar yang telah ditetapkan dan Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan. Dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak seleksi berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1 lowongan Hakim Agung, dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan pasal 22 UU No. 22 2004 Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana maksud diatas, Komisi Yudisial:
menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
a.       meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
b.      melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
c.       memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan
d.      membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Alasan Dibentuknya Komisi Yudisial di Republik Indonesia
Alasan utama bagi terwujudnya (raison d’atre) Komisi Yudisial di dalam suatu negara hukum, adalah:
Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyaraka dalam spectrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal,
Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan pemerintah,
Dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman,
Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial), dan
Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai kepentingan politik.
Di Indonesia ini diadopsi dengan membentuk Komisi Yudisial. Hanya saja, selain dua alasan umum bagi negara hukum di atas, juga terdapat alasan-alasan khusus dalam pembentukan Komisi Yudisial di Indonesia.
Alasan utama yang mendorong timbulnya pemikiran mengenai pentingnya keberadaan KY adalah kegagalan sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik. Kehadiran KY merupakan ikhtiar dari bangsa ini untuk mengawal proses reformasi peradilan agar berjalan sesuai tuntutan reformasi yaitu bebas dari KKN. Namun, kenyataannya, institusi pengadilan belum tersentuh agenda reformasi. Hal ini terlihat dari hasil survey integritas sektor publik yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2008 pengadilan merupakan institusi yang paling rawan suap. Praktek suap mengakibatkan institusi penegakkan hukum ini terjerembab dalam kubangan mafia peradilan.
Alasan kedua, pasca penyatuan satu atap kekuasaan kehakiman di bawah MA, ada kekhawatiran akan melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman. Potensi abuse of power sangat besar apabila tidak ada lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman tersebut. Kecenderungan tidak transparannya pengawasan internal sangat kentara, seperti tidak diumumkannya nama-nama hakim yang mendapat sanksi dari MA ke publik. Selain itu, masih kentalnya esprit de corps sesama hakim membuat tidak objektif dan transparan hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh MA.

 BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Komisi Yudisial merupakan lembaga yang diamanatkan oleh UUD 1945 Republik Indonesia yang memiliki Visi dan Misi, seperti: VISI Komisi Yudisial dinyatakan sebagai berikut: Terwujudnya penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih, transparan, dan profesional. MiSi Komisi Yudisial dinyatakan sebagai berikut: Menyiapkan calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani dan kompeten. Mendorong pengembangan sumber daya hakim menjadi insan yang mengabdi dan menegakkan hukum dan keadilan. Melaksanakan pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka dan dapat dipercaya. Visi dan misi komisi yudisal jelas merupakan suatu usaha atau upaya dalam membangun sistem peradilan yang bersih dan bebas dari mafia hukum. Selain faktor dari Komisi Yudisial sebagai LANDING OF THE LAST RESORT untuk membangun sistem peradilan yang bersih dan bebas dari mafia hukum terdapat banyak faktor pendukung lainnya,seperti tidak terlepas dari peran serta para penegak hukum dalam hal ini juga peran serta dari Masyarakat itu sendiri. Faktor inilah yang akan membangun suatu sistem peradilan yang bersih dan bebas dari mafia hukum.  
Terdapat dua alasan penting yang mendasari dibentuknya Komisi Yudisial di Indonesia, yaitu:
Kegagalan sistem yang ada saat ini, sehingga dibutuhkan terobosan baru untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik.
Adanya kekhawatiran akan melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman, pasca penyatuan satu atap kekuasaan kehakiman di bawah MA. Potensi abuse of power sangat besar apabila tidak ada lembaga yang melakukan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan kehakiman tersebut. Karena alasan-alasan yang terjadi di Indonesia itulah, dan untuk mereformasi peradilan yang ada, maka Komisi Yudisial dibentuk.

1 komentar: