Cari Blog Ini

Senin, 04 Agustus 2014

laporan observasi psikologi kepribadian 2



Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga saya dapat menyelesaikan hasil observasi penelitian ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “pengaruh lingkungan terhadap pasien psikosomatik”.  
penelitian ini berisikan tentang informasi tentang segala aspek yang mencakup tentang faktor yang menyebabkan psikosomatik dan gejal-gejala yang pada umumnya diderita oleh seseorang yang menderita psikosomatik, dan cara-cara penanganan yang dapat membantu pasien psikosomatik untuk mengenal dan mengetahui bagaimana mengurangi psikosomatik yang dialami pasien. dan diharapkan diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang faktor, gejal-gejala cara-cara penanganan yang dapat membantu pasien psikosomatik untuk mengenal dan mengetahui bagaimana mengurangi psikosimatik yang dialami pasien.  
kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan hasil penelitian ini.     
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan proposal penelitian ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.









Daftar Isi
Kata pengantar..................................................................................................................... 1
Daftar isi............................................................................................................................... 2
Bab 1 pendahuluan
Latar Belakang Masalah........................................................................................... 4
Pertanyaan Penelitian................................................................................................ 5
Batasan Penelitian..................................................................................................... 5
Tujuan Penelitian...................................................................................................... 5
Manfaat Penelitian.................................................................................................... 6
Bab 2 kajian Teori
Landasan Teori.......................................................................................................... 7
Penyebab Umum Gangguan Psikosomatis............................................................... 8
Gambaran Jalannya Observasi.................................................................................. 11
Restruksi.................................................................................................................... 13
Bab 3 Metode penelitian
Pendekatan Penelitian............................................................................................... 14
Metode Pengumpulan Data....................................................................................... 20
Alat Bantu Penelitian................................................................................................ 21
Draft Wawancara...................................................................................................... 22
Catatan Kecil............................................................................................................. 22
Prosedur Penelitian................................................................................................... 23



Bab 4 Pembahasan
Gangguan Psikosomatis............................................................................................ 28
Deskripsi Pasien........................................................................................................ 30
Hasil wawancara....................................................................................................... 31
Hambatan/Kendala.................................................................................................... 32
Terapi........................................................................................................................ 33
Bab 5 Penutup
Kesimpulan............................................................................................................... 36
Saran.......................................................................................................................... 36
Lampiran................................................................................................................... 37
Daftar Pustaka........................................................................................................... 39











Bab 1
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah

Psikosomatik berasal dari kata Psiko atau Psyche yang artinya Jiwa, sedang Soma artinya badan, jadi ilmu ini mempelajari kaitan antara jiwa dan badan. Ilmu ini menegaskan bahwa faktor psikologis memegang peranan sangat penting dalam perkembangan semua penyakit. Gangguan psikosomatik adalah salah satu gangguan jiwa yang paling umum ditemukan dalam praktek umum. Istilah ini terutama digunakan untuk penyakit fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor kejiwaan/ psikologis.
 Gejala gagal dalam melakukan penyesuaian bisa muncul dalam bentuk gangguan-gangguan yang bersifat ketubuhan/fisik karena pada dasarnya antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga gangguan terhadap salah satu di antaranya menimbulkan gangguan pada lainnya. Inilah yang kemudian disebut gangguan psikosomatik.
Penemuan-penemuan terbaru berkaitan dengan kerja otak semakin menambah keyakinan akan hubungan yang erat antara fisik dan mental. Oleh karena itu penyembuhan penyakit-penyakit psikosomatik perlu melibatkan interaksi fisik mental.
Psikosomatik merupakan bentuk gangguan kesehatan yang umum dijumpai di masyarakat, tapi masih sedikit yang menyadari bahwa penyebabnya adalah masalah psikologis. Bahkan tidak banyak penderita yang berusaha menggunakan terapi psikologis untuk menyembuhkan penyakit psikosomatis. Penyakit-penyakit psikosomatik biasanya berkaitan dengan kerja saraf otonom. Faktor budaya serta kepribadian juga memegang peranan terhadap jenis dan gejala psikosomatis yang dimunculkan.
Upaya menangani gangguan psikosomatik secara integral perlu mulai dikembangkan pendekatan medis saja tidaklah cukup bagi kesejahteraan pasien terutama dengan gangguan psikosomatik ini. Apalagi efek jangka panjang dari medikasi yang berakibat merugikan sering kali tidak diperkirakan sebelumnya. Sementara itu terapi psikologi perlu dikembangkan untuk juga bukan hanya melulu mengatasi gejala-gejala psikis saja, melainkan diperluas untuk menyentuh aspek fisik.
Menurut David Cheeck M.D., dan Leslie LeCron menulis dalam buku mereka,  Clinical Hypnotherapy (1968), terdapat 7 hal yang bisa mengakibatkan penyakit psikosomatik seperti internal conflict, organ language, motivation, pengalaman masalalu, identifikasi, self punishment, dan imprint
Banyak orang yang menderita penyakit psikosomatis namun tidak menyadarinya. Mereka biasanya akan terus berusahan sembuh dari sakit yang dideritanya dengan terus berobat namun tidak bisa sembuh. Kalau pun ada perubahan biasanya intensitas penyakitnya saja yang menurun tapi tidak bisa sembuh total. Selang beberapa saat biasanya akan kambuh lahi dan bisa lebih parah dari sebelumnya.

Pertanyaan Penelitian

1.     Seberapa besar lingkungan mempengaruhi pasien pskosomatis ?
2.     Dalam hal apa sajakah pengaruh lingkungan berefek pada pasien ?

Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan pada pasien penderita psikosomatis yang terdata di tempat observasi. Setiap observer terdiri dari 2-3 observer dan mengobservasi minimal 2 dan makismal 4 subjek penelitian. Dan observer bisa mendapat informasi dari staf rumah sakit.

Tujuan penelitian

Sesuai judul. Memberikan gambaran tentang terapi pada klien psikosomatis dan efek dari terapi tersebut dan mengetahui cara-cara meminimalisir terjadinya psikosomatis pada masyarakat.




Manfaat Penelitian

·       Manfaat penelitian ini bagi pasien adalah memberikan pengetahuan lebih luas tentang penyebab psikosomatis dan memberikan informasi dari hasil penelitian berupa  meminimalisir terjadinya psikosomatis dan terapi yang bisa dilakukan pada klien.
·       Manfaat penelitian bagi keluarga pasien adalah memberikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien, keluarga bisa membantu pasien meminimalisir terjadinya psikosomatis dan memberikan penjelasan tentang terapi yang akan dilakukan terapis pada pasien.
·       Manfaat penelitian bagi rumah sakit adalah memberikan hasil penelitian mengenai pengaruh lingkungan pada pasien psikosomatis dan dengan hasil penelitian ini rumah sakit dapat mengkomunikasikan pada pasien tentang seberapa besar dan aspek lingkungan apa saja yang dapat mempengaruhi pasien psikosomatis.









Bab 2
Kajian Teori
Landasan Teori
Dalam konsep " neurosis " Freud berbicara mengenai gejala yang merupakan konsekuensi langsung dari tertahannya energy tubuh. Kecemasan dilihat sebagai akibat dari suatu kegagalan melepaskan naluri seksual.
Beberapa murid Freud menjelaskan adanya psikofisiologis karena sebuah simbolisasi. Bagi mereka, gejala disimbolkan melalui bentuk bahasa tubuh, dan bergantung pada konflik intrapsikis yang ditekan pasien. Misalnya, Ferenczi (1926) menganggap bahwa diare menjadi bentuk agresif kepada orang lain yang dinyatakan secara tidak langsung, dan Garma ( 1950) menganggap bahwa sakit lambung merupakan serangan simbolis pada lapisan mukosa oleh introyeksi permusuhan. Flanders Dunbar ( 1935 ) memberikan model alternatif mengenai psikofisiologis. Dunbar menyimpulkan bahwa ada korespondensi langsung antara tipe kepribadian dan gejala psikofisiologis tertentu. Sebagai contoh seseorang yang ambisius akan rentan terhadap penyakit arteri koroner. Profil kepribadian lainnya ditemukan menurut Dunbar berkorelasi khusus dengan migrain, tukak lambung, dll. Franz Alexander (1950) setuju dengan Dunbar bahwa gangguan psikofisiologis tidak harus dipahami sebagai konversi simbolik, tetapi tidak setuju dengan pandangan bahwa korelasi langsung ada antara tipe kepribadian tertentu dan penyakit somatik tertentu.
Sebaliknya, Alexander mengusulkan bahwa setiap gangguan psikosomatik mencerminkan jenis tertentu konflik tak sadar Misalnya, kemarahan secara khusus dikaitkan dengan respon kardiovaskular, ketergantungan kebutuhan khas menstimulasi aktivitas pencernaan dan fungsi pernapasan terutama terlibat dalam masalah komunikasi . Untuk Alexander, pasien dengan konflik tertentu akan menderita sesuai gangguan fisiologis .
Dalam mencoba untuk menjelaskan bagaimana gejala psikofisiologis muncul pada pasien tertentu, Alexander menggunakan konsep Freudian “regresi”, menyatakan bahwa pasien psikosomatis telah mengalami pengalaman di masa kecil yang terfiksasi, dan mengalami reactivation pada saat tertentu , yaitu saat dimana situasi menjadi sebuah ancaman dan kemudian membangkitkan kembali pengalaman yang terfiksasi. Jadi, untuk Alexander, gangguan psikofisiologis dewasa mencerminkan konsekuensi dari reactivation kronis reaksi psikologis anak. Sebagai contoh, pasien ulkus seolah-olah mengalami konflik ketergantungan terpaku pada tahap
oral perkembangan psikoseksual . Ketika peristiwa tertentu mengaktifkan kembali pengalaman fase yang terfiksasi , tubuh pasien merespon dengan reaksi psikologis yang sama seperti ketika konflik awalnya terjadi pada masa oral.
Penyebab Umum Gangguan Psikosomatis
David B.Cheek, M.D. dan Leslie M. Lecron,B.A. dalam bukunya Clinical Hypnotherapy mengatakan bahwa ada 7 faktor penyebab berbagai gangguan psikosomatis. Memahami 7 kunci penting ini akan membantu terapis dan klien membuka pintu gerbang kesadaran baru tentang pemahaman masalahnya.
Untuk memudahkan mengingat maka kita gunakan mnemonik COMPISS (Conflict, Organ Language, Motivation, Past Experience, Identification, Self-punishment, Suggestion/Imprint)
1. Conflict
Konflik internal muncul karena ada minimal dua bagian dari diri seseorang yang saling bertentangan. Tujuan dari kedua bagian ini sebenarnya sama baiknya namun karena bertolak belakang akibatnya timbul masalah.
Contohnya adalah seorang manajer yang selalu sakit kepala pada akhir bulan. Ternyata ada dua bagian dari dirinya yang konflik. Satu bagian dirinya ingin agar ia istirahat di rumah bersama keluarganya. Yang satu lagi ingin agar ia tetap bekerja agar menerima uang lembur lebih banyak dengan menyelesaikan laporan bulanan.
Sebagai contoh kasus yang lain adalah seorang salesman yang sangat sukses namun memiliki kecemasan sangat tinggi dan selalu berusaha menghindar untuk berjabat tangan. Padahal dalam menjalankan aktivitasnya ia seringkali harus berjabat tangan memperkenalkan diri dengan pelanggannya. Setelah dilakukan hipnoanalisis ternyata saat ia masih remaja ia sering melakukan masturbasi dan ia ketakutan membayangkan orang-orang yang dikenalnya akan bisa mengenali keburukannya
Organ language à unresolved problems
Ini adalah salah satu cara pikiran bawah sadar berbicara pada kita tentang masalah yang belum terselesaikan. Caranya adalah dengan memberi rasa sakit pada bagian tertentu tubuh kita. Jadi masalah itu dimunculkan dalam bentuk symptom. Dengan adanya symptom diharapkan pikiran bawah sadar mendapatkan perhatian dari pikiran sadar. Makna symptom ini adalah, ”Saya tidak suka apa yang sedang anda lakukan”. Inilah penyakit yang bersifat psikosomatis.
Jadi klien perlu dibantu menemukan akar masalahnya jauh di pikiran bawah sadarnya. Seringkali apa yang tampaknya menjadi masalah, menurut pikiran sadar, ternyata berbeda dengan yang dinyatakan oleh pikiran bawah sadar.
Motivation / secondary gain
Symptom yang dialami seseorang sering kali mempunyai tujuan tersembunyi demi keuntungan orang tersebut. Contohnya adalah seorang anak yang malas sekali belajar sehingga ulangannya mendapatkan nilai jelek semua. Ternyata hal ini adalah salah satu upayanya agar mendapatkan teguran dari orangtua. Ia menyamakan teguran dengan perhatian. Ya ..... benar ia ingin mendapatkan perhatian dari orangtuanya.
Contoh lain lagi adalah kasus pada seorang wanita yang mengalami migrain. Setelah diselidiki lebih dalam ternyata pikiran bawah sadar wanita ini membuat wanita ini mengalami migrain karena dengan demikian suami dan anak-anaknya memperhatikannya. Bila dalam kondisi normal, tanpa migrain, keluarganya biasanya sibuk sendiri dan kurang memperhatikan wanita ini.


Past experience
Pengalaman masa lalu yang menyakitkan, sesuai dengan persepsi pikiran bawah sadar, mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan bertahan lama. Contohnya adalah phobia. Ketakutan akan sesuatu, yang terjadi di masa lalu, terbawa hingga masa kini dan sangat mengganggu seseorang.
Identification
Pada kasus ini klien mengidentifikasikan dirinya dengan satu figur yang ia kagumi.
Contoh kasusnya adalah seorang klien yang sering ditipu oleh rekan kerjanya. Ternyata ia mengidolakan seorang tokoh bisnis yang dulunya ditipu berkali-kali sehingga akhirnya bisa sukses dan makmur. Identifikasi ini adalah sebuah program yang bekerja sangat halus yang jika digunakan dengan baik maka akan menghasilkan sesuatu yang positif. Satu hal yang perlu diingat bila kita menggunakan identifikasi adalah apapun yang melekat pada seorang figur biasanya akan ikut terserap juga walau terkadang ini bertentangan dengan nilai hidup kita. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan baru yang masuk dalam kategori ”conflict”
Self punishment
Perasaan bersalah atas apa yang telah dilakukan di masa lalu sering kali termanifestasi dalam sebuah perilaku untuk menghukum diri sendiri.
Ada seorang pria yang mengalami semacam impotensi. Setelah melalui pengobatan dokter ahli tetap tak menujukkan perbaikan berarti. Setelah dilakukan hipnoanalisis ternyata beberapa tahun yang lalu ia pernah melakukan hubungan seks dengan salah seorang stafnya. Perasaan bersalah terhadap diri sendiri dan istrinya akhirnya termanifestasi dalam bentuk impotensi sehingga ia tak bisa bercinta dengan istrinya walaupun pada saat pemanasan ia bisa sangat bergairah sekali. Namun menjelang ”gongnya” ia langsung lemas tak berdaya.
Terapi dilakukan dengan membantu klien untuk bisa memaafkan dirinya sendiri atas kesalahan tersebut atau yang dirasa sebagai suatu kesalahan yang ia lakukan.
Suggestion/imprint
Imprint adalah sebuah kepercayaan/belief yang ditanamkan ke pikiran klien, biasanya oleh figur yang oleh klien dipandang memiliki otoritas.
Seorang wanita berumur 40 an tahun menderita batuk puluhan tahun. Tak ada pengobatan yang bisa menyembuhkan batuknya. Akhirnya ia pun mencoba hipnoterapi dan setelah dilakukan hipnoanalisis akhirnya terungkap pada saat ia berusia 4 tahun ia sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Ia menderita batuk yang sangat parah. Ayah ibunya ada di sisi ranjangnya saat seorang dokter mengatakan bahwa ia tak akan pernah sembuh dari batuknya. Perkataan dokter ini langsung membuatnya ketakutan dan saat itulah perkataan sang dokter menjadi sebuah kebenaran yang diterima pikiran bawah sadarnya.
Gambaran Jalannya Observasi
Dalam gambaran observasi ini,  kami melakukan observasi terhadap 2 orang pasien yang menderita gangguan psikosomatis dirumah sakit jiwa yang sudah ditentukan.
Untuk memahami terjadinya penyakit psikosomatis kita perlu mencermati hukum pikiran dan pengaruh emosi terhadap tubuh. Ada banyak hukum yang mengatur cara kerja pikiran, salah duanya adalah: • Setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. • Simtom yang muncul dari emosi cederung akan mengakibatkan perubahan pada tubuh fisik bila simtom ini bertahan cukup lama. Hukum pertama mengatakan setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. Bila seseorang berpikir, secara konsisten, dan meyakinkan dirinya bahwa ia sakit jantung, maka cepat atau lambat ia akan mulai merasa tidak nyaman di daerah dada, yang ia yakini sebagai gejala sakit jantung. Bila ide ini terus menerus dipikirkan dan akhirnya ia menjadi sangat yakin, menjadi belief, karena gejalanya memang “benar” adalah gejala sakit jantung maka, sesuai dengan bunyi hukum yang kedua, ia akan benar-benar sakit jantung.
Biasanya orang tidak akan secara sadar menginginkan mengalami sakit tertentu. Umumnya yang mereka rasakan adalah suatu perasaan tidak nyaman, secara emosi. Sayangnya mereka tidak mengerti bahwa perasaan tidak nyaman ini sebenarnya adalah salah satu bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar.

Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar. Bisa melalui perasaan, kondisi fisik, intuisi, mimpi, dan dialog internal. Umumnya pikiran bawah sadar menyampaikan pesan melalui perasaan atau emosi tertentu. Bila emosi ini tidak ditanggapi atau diperhatikan maka ia akan menaikkan level intensitas pesannya menjadi suatu bentuk gangguan fisik dan terjadilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.
Cara penanganan orang yang mengalami gangguan psikosomatis yaitu :
psikoterapi
psikoterapi biasanya merupakan cara yang paling efektif dalam menangani seseorang yang menderita gangguan, faktor yang utama dari psikoterapi ini adalah kualitas hubungan antara pasien dan terapis, kepercayaan adalah kunci utamanya, terapis harus menunjukan dukungan dalam situasi apapun, ketika klien mulai merasa aman dalam dunia sosial barulah tugas produktif dalam terapi dapat dituntaskan, yang diperlukan adalah menjalin hubungan terhadap kepercayaan klien secara lembut.
1.     Memori yang menyebabkan munculnya simtom harus dimunculkan dan dibawa ke level pikiran sadar sehingga diketahui.
2.     Perasaan atau emosi yang berhubungan dengan memori ini harus kembali dialami dan dirasakan oleh klien.
3.      Menemukan hubungan antara simtom dan memori.
4.     Harus terjadi pembelajaran pada secara emosi atau pada level pikiran bawah sadar, sehingga memungkinkan seseorang membuat keputusan, di masa depan, yang mana keputusannya tidak lagi dipengaruhi oleh materi yang ditekan (repressed content) di pikiran bawah sadar.
Mencari tahu apa yang menjadi sumber masalah dilakukan dengan hypnoanalysis mendalam. Ada banyak teknik hipnoterapi yang bisa digunakan untuk melakukan hypnoanalysis. Setelah itu, emosi yang berhubungan dengan memori dialami kembali, dikeluarkan, diproses, dan di-release. Dan yang paling penting adalah kita mengerti pesan yang selama ini berusaha disampaikan oleh pikiran bawah sadar dengan membuat klien mengalami penyakit psikosomatis. Baru setelah itu proses kesembuhan bisa terjadi.
Pada saat alasan untuk terciptanya penyakit psikosomatis telah berhasil dihilangkan maka pikiran bawah sadar tidak lagi punya alasan untuk mempertahankan penyakit itu atau memunculkannya lagi di masa mendatang.
Restruksi
Kesan awal kami dalam mengobservasi psien psikosomatik dirumah sakit jiwa. Kami  merasa gugup dan takut dan terlebih kurang nyaman karena berada di tengah-tengah pasien yang mengalami gangguan tersebut. Namun, setelah kami melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan terapis, kami mulai terbiasa dan kami mendapatkan wawasan mengenai pasien yang mengalami gangguan psikosomatik dan memiliki keinginan untuk memberikan sumbangsih terhadap pasien yang mengalami gangguan psikosomatik.













Bab 3
Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan penelitian ini, kami menggunakan observasi sebagai alat untuk pengumpulan datanya dan kami menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metodenya. Metode ini juga digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, mengapa atau bagaimana. Data naratif, deskriptif dalam kata-kata mereka yang diteliti, dokumen pribadi, catatan lapangan dan lain-lain merupakan cara-cara dari pengumpulan data penelitian ini.
Menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic (naturalistic research), karena penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga penelitian etnografi, karena pada awalnya metode ini banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya. Selain itu disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan dianalisis lebih bersifat kualitatif.
Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.
Sebagaimana dikemukakan dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau peneliti itu sendiri (humane instrument). Untuk dapat menjadi instrumen maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.
Kelompok kami mendapatkan tema penelitian tentang gangguan psikosomatik, sebelum kami membahas metode, alat-alat pengumpul data dan draft wawancara yang akan digunakan alangkah baiknya kita terlebih dahulu membahas singkat mengenai gangguan psikosomatik itu sendiri.
Gangguan Psikosomatik atau yang sekarang lebih dikenal sebagai penyakit Psikofisiologis, merupakan penyakit fisik yang gejalanya disebabkan oleh proses mental dari penderitanya. Jika dalam sebuah pemeriksaan medis, tidak ditemukan penyebab fisik atas gejala-gejala yang muncul, atau jika penyakit ini muncul sebagai akibat dari kondisi emosional, seperti kemarahan, depresi, rasa bersalah, maka penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai penyakit Psikosomatis.
Menurut istilahnya Psikosomatis berasal dari dua kata. Pertama, psyche secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai jiwa/pikiran. Kedua, somato dapat diterjemahkan sebagai tubuh. Jadi psikosomatis dapat diterjemahkan sebagai hubungan antara jiwa/pikiran yang mempengaruhi tubuh atau dapat diartikan sebagai penyakit yang ditimbulkan sebagai akibat adanbya masalah yang dikaitkan dengan  jiwa/pikiran manusia.
Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul psikologi abnormal mendefinisikan psikosomatis yaitu bentuk macam-macam penyakit fisik yang ditimbulakn oleh konflik-konflik psikis/psikologis dan kecemasan-kecemasan kronis. Dia juga mendefinisikan psikosomatis sebagai kegagalan sistem syaraf dan sistem fisik disebabkan oleh kecemasan-kecemasan, konflik-konflik psikis dan gangguan mental.
Gangguan psikosomatik biasanya digolongkan menurut organ yang terkena, yaitu:
1.   Gangguan kulit misalnya neurodermatitis dan hiperhidrosis (kulit kering);
2.   Gangguan pernafasan misalnya asma bronchial, hiperventilasi (bernafas sangat cepat seringkali menjadi pingsan);
3.   Gangguan kardiovaskular misalnya migraine dan tekanan darah tinggi (hipertensi); dan
4.   Gangguan gastrointestinal misalnya luka lambung.
Dalam buku The Miracle Of Mind Body Medicine, Adi W Gunawan mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan penyakit psikosomatis, antara lain:
1.     Motivasi
2.     Memori Sakit
3.     Konflik
4.     Imprint
5.     Sugesti Diri
6.     Identifikasi
7.     Pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan
8.     Pengalaman masa kini yang belum terselesaikan
9.     Organo Language
10.  Menghukum diri sendiri (self punishment)
11.  Ego state yang mengalami trauma
12.  Identofact
13.  Alter
14.  Mimpi
15.  Stress

Namun, salah satu penyebab utama dari gangguan psikosomatis adalah stressor. Stres bisa muncul dari berbagai permasalahan dalam pikiran seseorang yang memicu reaksi emosionalnya. Adapun di bawah ini adalah penyebab umum yang dari gangguan psikosomatis:

1.     Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan  perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah cenderung tidak mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.

2.     Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Homeostasis merupakan ketahanan dan kekuatan tubuh dalam mempertahankan keaadaan secara konstan dan sama dalam waktu yang lama. homeostasis akan terlihat saat kita mempertahankan diri dari keadaan sters yang menyerang tubuh di mana tubuh mempertahankan keseimbangan. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).

3.     Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.

Melalui Hypnotherapy faktor-faktor yang menyebabkan penyakit psikosomatis tersebut dapat diselesaikan. Kenapa? Karena Hypnotherapy bekerja di level Pikiran Bawah Sadar (Unconscious Mind) sementara faktor-faktor penyebab tersebut sering kali bersumber dari pikiran bawah sadar.
Orang yang mengalami psikosomatis mungkin akan mengalami kesulitan dalam membedakan apakah penyakit yang dideritanya itu merupakan gangguan psikosomatis atau hanya disebabkan gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi/pikiran penyebab sakit itu tidak disadari. Cara paling mudah dan akurat untuk mengetahui apakah suatu penyakit adalah psikosomatis atau sakit biasa adalah dengan menggunakan terapi hipnotis. Pikiran bawah sadar sangat tahu apa yang terjadi pada diri pasien. Hypnotherapist adalah terapi yang bisa bertanya langsung ke pikiran bawah sadar pasien.
Apabila sakit, tetaplah periksakan diri ke dokter terlebih dahulu. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan secara medis tidak ditemukan akar penyebab masalahnya, maka pasien diduga kuat mengalami psikosomatis. Begitu pula apabila penyakit-penyakit ringan sering kambuh seolah tak ada hentinya. Kemungkinan pasien mengalami gangguan psikosomatis.
Gejala psikosomatis bisa saja diringankan dengan obat-obatan semisal penahan rasa sakit. Namun, itu hanya menahan sementara, dan gejala penyakit akan muncul kembali berulang-ulang, dan kadang dalam bentuk yang berbeda-beda. Obat-obatan hanya menangani gejala. Selama penyebabnya (program pikiran dan emosi negatif) masih ada, gejala penyakit akan terus timbul.
Maka dari itu pasien membutuhkan terapi hipnotis, satu-satunya solusi yang kami tahu paling cepat untuk menyembuhkan psikosomatis. Bagi hypnotherapist, menyembuhkan psikosomatis bukanlah hal yang rumit. Pasien akan dibimbing memasuki kondisi somnambulis (kondisi hipnotis yang dalam) untuk menemukan akar masalah dan kemudian membereskannya.
Apabila masalahnya adalah program pikiran yang salah, berkaitan dengan sistem kepercayaan, salah paham dan sebagainya, maka dilakukan re-edukasi atau pembelajaran ulang agar klien mempunyai pikiran yang benar dan keyakinan baru yang positif. Sedangkan bila sebabnya adalah emosi negatif, seperti depresi, kecewa dan rasa bersalah, maka pikiran bawah sadar dipersilakan menyadari masa lalu sebagai sebuah pelajaran, menerima dirinya sepenuhnya, dan berbahagia dengan kondisi saat ini.
Adapun tipe-tipe terapi lain yang bisa digunakan untuk para penderita psikosomatis adalah :

a)       Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga
Karena kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telah diajukan sebagai kemungkinan fokus penekanan dalam psikoterapi untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak intrapersonal yang lebih besar, memberikan dukungan ego yang lebih tinggi bagi ego pasien psikosomatis yang lemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan antara keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang sangat baik.

b)       Terapi Perilaku
Biofeedback. Ini adalah terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan untuk mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari oleh pemikiran bahwa berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem syaraf otonam sebenarnya dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning. Biofeedback mempergunakan instrumen sehingga individu dapat mengenali adanya perubahan psikologis dan fisik pada dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur reaksinya.
Misalnya seseorang penderita migrain atau sakit kepala. Dengan menggunakan biofeedback, ia bisa berusaha untuk rileks pada saat mendengar signal yang menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau denyutan dikepala.
Penerapan teknik ini pada pasien dengan hipertensi, aritmia jantung, epilepsy dan nyeri kepala tegangan telah memberikan hasil terapetik yang membesarkan hati tetapi tidak menyakitkan.

c)       Teknik Relaksasi
Terapi hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang positif telah diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat lain dengan menggunakan meditasi transcendental. Teknik meditasi juga digunakan dalam pengobatan nyeri kepala.

Metode Pengumpulan Data

Kelompok kami menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi dan wawancara tak berstruktur. Observasi ialah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti. Dalam artian luas observasi berarti pengamatan yang dilaksanakan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam arti sempit observasi berarti pengamatan secara langsung terhadap fenomena yang diselidiki baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi buatan.
Dalam penelitian ini kami memilih pengamatan yang secara langsung, sehingga kami bisa melakukan teknik pengambilan data berupa wawancara kepada mentor daripada pasien. Metode wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan narasumber atau responden. Teknik wawancara memiliki kelebihan yakni penanya dapat menerangkan secara detail pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pewawancara dalam mewawancarai responden hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.        Pewawancara mampu membina hubungan yang baik dengan responden dan mampu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan.
b.       Pewawancara harus dapat menghindarkan diri dari pertanyaan yang bersifat mengarahkan atau menyarankan suatu jawaban.
c.        Pewawancara menguasai persoalan-persoalan yang diteliti.
Pada penelitian ini kelompok kami menggunakan Wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2010 : 197).
Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam obyek.

Alat Bantu Penelitian

Dalam penelitian ini kami menggunakan alat bantu berupa perekam (handphone) dan alat tulis. Selain kedua alat tersebut kami juga membuat kuesioner berupa angket berisi daftar pertanyaan untuk dijawab responden. Kuesioner ini juga dapat disebut interview tertulis. Kuesioner yang akan kami gunakan adalah kuesioner atau anget tidak langsung yaitu, daftar pertanyaan yng dikirim kepada seseorang yang dimintai keterangan untuk mengutarakan keadaan orang lain.
Kuesioner ini disusun sedemikian rupa untuk dijawab responden, pertanyaan-pertanyaan tersebut cukup terperinci dan lengkap. Kami menggunakan pertanyaan terbuka yaitu, responden diberikan kebebasan untuk menguraikan jawabannya,  sedangkan pertanyaan yang bersifat terbuka jika jawaban tidak ditentukan sebelumnya.
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode wawancara sebagai sarana menggali fenomena pada tiap responden. Untuk wawancara, dibentuk pedoman wawancara berdasarkan acuan teoritis yang ada.
Draft Wawancara

Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang kurang lebih akan ditanyakan kepada mentor dari pasien yang menderita gangguan psikosomatis:

·       Apa penyebab utama seseorang terkena gangguan psikosomatis?
·       Apakah penderita gangguan akan tahu dengan mudah kalau dia sebenarnya mengalami gangguan psikosomatis?
·       Ciri-ciri dari penderita gangguan psikosomatis berat adakah bedanya dengan penderita gangguan psikosomatis ringan?
·       Kira-kira bagaimana tanggapan wali pasien saat mengetahui bahwa anggota keluarganya mengalami gangguan psikosomatis?
·       Bagaimana interaksinya dengan sesama penghuni rumah sakit lainnya?
·       Apakah dia bisa diajak berkomunikasi dengan orang biasa?
·       Apakah interaksi yang dilakukan pasien dengan keluarganya cukup baik?
·       Bagaimana treatment yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien? apakah sudah cukup untuk bisa menyembuhkan pasien?

Catatan Kecil

a.      Waktu Observasi
Kami melakukan observasi ke lapangan pada hari Jum’at, 18 April  dan 25 April 2014, diperkirakan akan sampai ke rumah sakit siang harinya. Observasi ini kami lakukan selama satu hari. Segera setelah sampai disana kami akan memulai untuk mencari beberapa pasien yang terkena gangguan psikosomatis untuk melihat perbandingan antara pasien yang satu dengan yang lainnya dan mulai mewawancarai mentor dari si pasien tersebut.

b.     Penampilan Pasien
Sebelumnya kami sudah mencari-cari informasi tentang ciri-ciri atau kharakteristik dari penampilan pasien terkena gangguan psikosomatis melalui internet. Gejala yang tampak pada pasien tersebut yang banyak dijumpai di masyarakat berupa gejala sakit kepala, mudah pingsan, banyak berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pada lambung, diare, mudah gatal-gatal dan sebagainya dengan frekuensi yang berulang-ulang. 

Pada saat orang tersebut mengalami penderitaan secara emosional, semisal pertengkaran atau permusuhan, tidak puas terhadap diri sendiri, kekecewaan atau kehilangan seseorang tanpa dukungan dari lingkaran terdekatnya, maka semua itu akan termanifestasi di badan dengan berbagai macam gejala.
c.      Perilaku Pasien
   Bila pasien terebut mengalami konflik, maka yang pertama terjadi adalah reaksi kecemasan (nerosa). Ada lima jenis nerosa, yaitu:
1.     Nerosa Cemas
2.     Nerosa Histerik: Gejala utamanya, penderita akan mengeluarkan jerit-jeritan untuk melampiaskan kecemasannya.
3.     Nerosa Fobik: Dengan ketakutan berlebih.
4.     Nerosa Obsesif Kompulsif: Melakukan sesuatu hal secara berulang-ulang.
5.     Nerosa Depresi: Ditandai oleh kesedihan yang berkepanjangan.

Prosedur Penelitian

a.        Tahap Pra-lapangan
Terdapat enam tahapan yang harus dilakukan oleh peneliti, ditambah dengan satu pertimbangan yaitu etika penelitian lapangan. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :
1)     Menyusun rancangan penelitian
Rancangan penelitian mengatur sistematika yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Memasuki langkah ini peneliti harus memahami berbagai metode dan teknik penelitian. Metode dan teknik penelitian disusun menjadi rancangan penelitian. Mutu keluaran penelitian ditentukan oleh ketepatan rancangan penelitian serta pemahaman dalam penyusunan teori.
2)     Memilih lapangan penelitian
Pemilihan lapangan penelitian diarahkan oleh teori substansif yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis kerja walaupun masih tentatif sifatnya. Dalam menentukan lapangan penelitian kita harus mempelajari dan mendalami fokus serta rumusan lapangan penelitian.
3)     Mengurus Perizinan
Yang harus diketahui oleh peneliti sebelum melakukan penelitian adalah siapa saja pihak yang berwenang dalam memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian dan juga persyaratan lain yang diperlukan dalam mengurus perizinan.
4)     Menjajaki dan Menilai Lapangan
Pada tahapan ini, peneliti baru melakukan orientasi lapangan dan dalam hal-hal tertentu telah menilai keadaan lapangan. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam supaya peneliti dapat mempersiapkan diri serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
5)     Memilih dan Memanfaatkan Lingkungan
Informan adalah penyelidik dan pemberi informasi dan data[3]. Seorang peneliti perlu memiliki seorang informan yang mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian yang berguna bagi peneliti dalam mencari dan melengkapi informasi dari penelitiannya.
6)     Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti sejauh mungkin sudah menyiapkan segala alat dan perlengkapan penelitian yang diperlukan sebelum terjun ke dalam kancah penelitian.
7)     Persoalan etika Penelitian
Peneliti hendaknya menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, adat kebiasaan, nilai dan norma sosial serta kebudayaan masyarakat yang menjadi latar penelitiannya.



b.       Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahapan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data.
1)      Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri
a.      Pembatasan latar dan peneliti
Peneliti hendaknya mengenal adanya latar terbuka dan tertutup[5]. Selain itu peneliti juga harus tahu bagaimana cara menempatkan diri sebagai peneliti yang dikenal atau tidak.
b.     Penampilan
Dalam hal ini, peneliti harus menyesuaikan penampilan dengan latar penelitian, seperti pakaian dan tingkah laku.
c.      Pengenalan hubungan peneliti di lapangan
Hubungan akrab antara subjek dan peneliti alangkah baiknya harus dibina. Hal ini akan sangat berguna bagi peneliti dalam menggali informasi karena antara peneliti dan subjek penelitian dapat saling bekerja sama dengan saling bertukar informasi.
d.     Jumlah waktu studi
Seorang peneliti hendaknya perlu menentukan pembagian waktu agar waktu yang digunakan di lapangan dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.
2)     Memasuki Lapangan
a.      Keakraban Hubungan
Dalam menjalin keakraban hubungan, sikap peneliti hendaknya pasif, hubungan yang perlu dibina berupa rapport, yaitu hubungan antara peneliti dan subjek yang sudah melebur sehingga seolah tidak ada lagi dinding pemisah di antara keduanya.



b.     Mempelajari bahasa
Selain mempelajari bahasa dari latar penelitiannya, peneliti juga harus mempelajari simbol-simbol yang digunakan oleh orang-orang yang menjadi subjek penelitiannya.

c.      Peranan peneliti
Peneliti harus dapat berperan aktif di tempat penelitiannya bahkan kadang kala peneliti dipaksa berperan ketika mengahadapi masalah yang terjadi selama proses penelitian.
3)     Berperan-serta Sambil Mengumpulkan Data
a.      Pengarahan batas studi
Pada waktu menyusun usulan penelitian, peneliti harus dapat mengarahkan batas studi agar dapat memutuskan apakah mengikuti permulaan, sebagian,atau seluruh kegiatan suatu peristiwa sosial.
b.     Mencatat data
Proses penelitian, peneliti diwajibkan untuk mencatat data yang kemudian dapat dilengkapi dan disempurnakan bahkan dikembangkan untuk menjadi bahan penelitian.
c.      Petunjuk tentang cara mengingat data
Peneliti tidak dapat melakukan pengamatan sambil membuat catatan yang baik sambil melakukan pekerjaan lain. Untuk itu diperlukan trik-trik tersendiri dalam mengingat data.
d.      Kejenuhan, keletihan, dan istirahat
Ada masanya peneliti akan merasa jenuh dan letih dalam menjalani proses penelitian tersebut. Maka dari itu, peneliti memerlukan istirahat yang cukup untuk menyegarkan kembali pikirannya.
e.       Meneliti suatu latar yang di dalamnya terdapat pertentangan
Dalam menghadapi konflik, hendaknya peneliti bersikap netral, tidak memihak dan menengahi persoalan dan pertikaian yang sedang terjadi.



f.       Analisis di lapangan
Seorang peneliti, khususnya peneliti kualitatif mengenal adanya analisis data di lapangan walaupun analisis data secara intensif barulah dilakukan sesudah ia selesai melakukan penelitian di tempat tersebut.



























Bab 4
Pembahasan
Gangguan Psikosomatis
Gangguan Psikosomatik atau yang sekarang lebih dikenal sebagai penyakit Psikofisiologis, merupakan penyakit fisik yang gejalanya disebabkan oleh proses mental dari penderitanya. Jika dalam sebuah pemeriksaan medis, tidak ditemukan penyebab fisik atas gejala-gejala yang muncul, atau jika penyakit ini muncul sebagai akibat dari kondisi emosional, seperti kemarahan, depresi, rasa bersalah, maka penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai penyakit Psikosomatis.
Dalam buku The Miracle Of Mind Body Medicine, Adi W Gunawan mengungkapkan ada beberapa faktor yang menyebabkan penyakit psikosomatis, antara lain:
·       Motivasi
·       Memori Sakit
·       Konflik
·       Imprint
·       Sugesti Diri
·       Identifikasi
·       Pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan
·       Pengalaman masa kini yang belum terselesaikan
·       Organo Language
·       Menghukum diri sendiri (self punishment)
·       Ego state yang mengalami trauma
·       Identofact
·       Alter
·       Mimpi
·       Stress


Namun, salah satu penyebab utama dari gangguan psikosomatis adalah stressor. Stres bisa muncul dari berbagai permasalahan dalam pikiran seseorang yang memicu reaksi emosionalnya. Adapun di bawah ini adalah penyebab umum yang dari gangguan psikosomatis:

Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan  perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah cenderung tidak mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.

Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Homeostasis merupakan ketahanan dan kekuatan tubuh dalam mempertahankan keaadaan secara konstan dan sama dalam waktu yang lama. homeostasis akan terlihat saat kita mempertahankan diri dari keadaan sters yang menyerang tubuh di mana tubuh mempertahankan keseimbangan. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).



Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.
Deskripsi Pasien
Nama: Elli Agustina (Elli)
Tempat tinggal: Jakarta
Status: Belum Menikah
Pendidikan terakhir: S1 di bidang pertanian
Masuk panti: 2009-sekarang
Penyebab gangguan: Kecelakaan dan sempat mengalami koma.
Kami melakukan observasi di YPKK, Bogor dan menemukan pasien dengan gangguan psikosomatis yang bernama Elli. Ia saat itu menggunakan baju kaos oblong berwarna orange dengan celana bahan ¼.  Sekilas tidak ada yang nampak berbeda dari dirinya. Ia layaknya orang normal pada umumnya duduk tenang diatas bangku panjang sambil menonton televisi. Saat itu saya belum tahu bahwa beliau adalah pasien dengan gangguan psikosomatis. Maka dari itu saya memberanikan diri untuk bertanya-tanya biasa layaknya mengobrol bersama. Saya memulai dengan bertanya nama, dan mulai masuk ke panti tersebut dari kapan, kenapa ia disana dan lain-lain. Semua pertanyaan dijawabnya dengan luwes seperti ia tidak menganggap bahwa ini adalah sesi wawancara. Semua yang kami obrolkan ia tanggapi dengan santai dan jawaban yang diberikannya cukup jelas. Ia tahu hampir semua pasien wanita yang ada di panti itu. Ia mengenal betul nama dan kebiasaan mereka. Itu bukti bahwa dia adalah orang yang mudah bergaul. Pengetahuan dan wawasannya pun cukup luas terbukti saya tidak kesulitan saat mengobrol dengannya. Ia juga saat itu bilang bahwa punya dua saudara kandung (kakak). Tapi, saat kami bertanya tentang keluarganya, tampaknya ia menjawab dengan sedikit kebohongan. Ia mengaku sudah punya anak dua, padahal saat kami lansir dari susternya Elli sebenarnya belum menikah. Ia juga sempat berbohong saat ditanya Panti tersebut memperbolehkan keluarga berkunjung ke dalam lingkungan panti, ia jawab boleh dan sebenarnya keluarga pasien hanya bisa menunggu di kantor saja dan tidak diperbolehkan masuk ke lingkungan asrama mereka. Lalu, katanya pasien boleh membawa handphone atau tidak ke dalam lingkungan tersebut ia menjawab boleh-boleh saja tapi, kalo hilang susternya gak nanggung resiko padahal sang suster bilang tidak boleh ada barang-barang seperti handphone, alat-alat yang kiranya membahayakan jiwa dan sebagainya. Namun, ia orangnya ramah dan murah senyum. Saat saya mengobrol dengannya kadang kami berdua tertawa bersama karena membahas topik-topik yang menarik. Terlepas dari itu ia juga mengatakan aktivitas apa saja yang dilakukannya selama berada di dalam Panti. Setiap pagi ia dan pasien lainnya melakukan senam pagi jam 07.30 sampai 08.00. Setiap kamis diadakan pengajian atau khotbah bagi kaum muslim dan pencerahan bagi umat kristiani. Setiap jam 10 pagi selalu dibagikan cemilan dan jam 12 makan siang bersama. Setiap bulan pergi ke Kebon Raya Bogor. Lalu, ia menambahkan bahwa jam 5 sore sudah harus masuk ke dalam kamar.
Kami sempat bertanya ke suster tentang penyebab ia mengalami gangguan psikosomatis. Menurut suster, ia mengalami kecelakaan dan sempat mengalami koma sebenarnya saya belum terlalu jelas apakah koma yang ia alami itu selama 3 tahun atau 3 bulan.
Hasil wawancara
·       Apa penyebab utama seseorang terkena gangguan psikosomatis?
Tidak bisa dijelaskan dengan pasti apa penyebabnya, tetapi kebanyakan penyebabnya adalah dari tuntutan lingkungan, seperti tugas deadline, keluarga, rekan kerja dan lain-lain.
·       Apakah penderita gangguan akan tahu dengan mudah kalau dia sebenarnya mengalami gangguan psikosomatis?
Tidak, mereka sadar ketika di ingatkan atau disadari.
·       Ciri-ciri dari penderita gangguan psikosomatis berat adakah bedanya dengan penderita gangguan psikosomatis ringan?
Gangguan psikosomatis itu termasuk gangguan neurosis, ketika ganggguannya neurosis dengan mereka menjaga pola makan, pola tidur, olahraga itu sudah bisa menyembuhkan penyakitnya. Oleh karena itu tidak ada tingkatan berat dan ringannya.
·       Kira-kira bagaimana tanggapan wali pasien saat mengetahui bahwa anggota keluarganya mengalami gangguan psikosomatis?
Wali mendukung kesembuhan pasien, oleh karena itu wali membawa ke panti rehab.
·       Bagaimana interaksinya dengan sesama penghuni rumah sakit lainnya?
Seperti orang biasa.
·       Apakah dia bisa diajak berkomunikasi dengan orang biasa?
Iya pasien psikosomatis berkomunikasi seperti orang biasa, jadi ia bisa berkomuniaksi dengan kami yang orang normal.
·       Apakah interaksi yang dilakukan pasien dengan keluarganya cukup baik?
Pasien diberikan waktu 20 hari sekali untuk dikunjungi oleh keluarganya, jadi pasien berkomunikasi dengan keluarganya cukup baik.
·       Bagaimana treatment yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien? apakah sudah cukup untuk bisa menyembuhkan pasien?
Panti memberikan obat minum yang diberikan oleh psikiater dan menjalani terapi aktivitas, dengan memberikan kegiatan yang pas, istirahat, dan makan yang cukup untuk pasien.

Hambatan/Kendala
Dalam melakukan  penelitian ini kami mengalami kendala yaitu pada subyek yang akan kami observasi, ketika kami melakukan observasi di dua tempat yang berbeda yaitu di YPKK bogor dan di YAYASAN DAHA GRAHA mengenai gangguan psikosomatis. Ketiak kami mengobservasi di YPKK BOGOR kami menemukan ada subyek yang mengalami gangguan psikosomatis namun dari pihak YPKK sendiri tidak mengizinkan kami untuk mengambil foto si subyek jadi dalam hal ini keterangan lebih lanjut mengenai si pasien tidak dapat di telaah secara mendalam namun pihak YPKK memberi sedikit info tentang si subyek tersebut seperti nama, keterangan dia selama dirawat di yayasan tersebut dll.
Selanjutnya kami melakukan observasi ke yayasan DAHA GRAHA dimana kami ingin menmgetahui lebih lanjut tentang psikosomatis itu sendiri namun disana tidak ada pasien dengan gangguan psikosomatis tunggal dalam arti yang dialami pasien itu terdiri dari macam-macam gangguan namun pihak dari DAHA GRAHA memberikan penjelasan tentang psikosomatis itu sendiri yang sekiranya menambah data yang kami punya untuk menulis laporan dari hasil observasi.
Terapi
Melalui Hypnotherapy faktor-faktor yang menyebabkan penyakit psikosomatis tersebut dapat diselesaikan. Kenapa? Karena Hypnotherapy bekerja di level Pikiran Bawah Sadar (Unconscious Mind) sementara faktor-faktor penyebab tersebut sering kali bersumber dari pikiran bawah sadar.
Orang yang mengalami psikosomatis mungkin akan mengalami kesulitan dalam membedakan apakah penyakit yang dideritanya itu merupakan gangguan psikosomatis atau hanya disebabkan gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi/pikiran penyebab sakit itu tidak disadari. Cara paling mudah dan akurat untuk mengetahui apakah suatu penyakit adalah psikosomatis atau sakit biasa adalah dengan menggunakan terapi hipnotis. Pikiran bawah sadar sangat tahu apa yang terjadi pada diri pasien. Hypnotherapist adalah terapi yang bisa bertanya langsung ke pikiran bawah sadar pasien.
Apabila sakit, tetaplah periksakan diri ke dokter terlebih dahulu. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan secara medis tidak ditemukan akar penyebab masalahnya, maka pasien diduga kuat mengalami psikosomatis. Begitu pula apabila penyakit-penyakit ringan sering kambuh seolah tak ada hentinya. Kemungkinan pasien mengalami gangguan psikosomatis.
Gejala psikosomatis bisa saja diringankan dengan obat-obatan semisal penahan rasa sakit. Namun, itu hanya menahan sementara, dan gejala penyakit akan muncul kembali berulang-ulang, dan kadang dalam bentuk yang berbeda-beda. Obat-obatan hanya menangani gejala. Selama penyebabnya (program pikiran dan emosi negatif) masih ada, gejala penyakit akan terus timbul.
Maka dari itu pasien membutuhkan terapi hipnotis, satu-satunya solusi yang kami tahu paling cepat untuk menyembuhkan psikosomatis. Bagi hypnotherapist, menyembuhkan psikosomatis bukanlah hal yang rumit. Pasien akan dibimbing memasuki kondisi somnambulis (kondisi hipnotis yang dalam) untuk menemukan akar masalah dan kemudian membereskannya.
Apabila masalahnya adalah program pikiran yang salah, berkaitan dengan sistem kepercayaan, salah paham dan sebagainya, maka dilakukan re-edukasi atau pembelajaran ulang agar klien mempunyai pikiran yang benar dan keyakinan baru yang positif. Sedangkan bila sebabnya adalah emosi negatif, seperti depresi, kecewa dan rasa bersalah, maka pikiran bawah sadar dipersilakan menyadari masa lalu sebagai sebuah pelajaran, menerima dirinya sepenuhnya, dan berbahagia dengan kondisi saat ini.
Adapun tipe-tipe terapi lain yang bisa digunakan untuk para penderita psikosomatis adalah :

Psikoterapi Kelompok dan Terapi keluarga
Karena kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut telah diajukan sebagai kemungkinan fokus penekanan dalam psikoterapi untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Bryam Karasu menulis bahwa pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak intrapersonal yang lebih besar, memberikan dukungan ego yang lebih tinggi bagi ego pasien psikosomatis yang lemah dan merasa takut akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Terapi keluarga menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan antara keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang sangat baik.
Terapi Perilaku
Biofeedback. Ini adalah terapi yang menerapkan teknik behavior dan banyak digunakan untuk mngatasi psikosomatik. Terapi yang dikembangkan oleh Nead Miller ini didasari oleh pemikiran bahwa berbagai respon atau reaksi yang dikendalikan oleh sistem syaraf otonam sebenarnya dapat diatur sendiri oleh individu melalui operant conditioning. Biofeedback mempergunakan instrumen sehingga individu dapat mengenali adanya perubahan psikologis dan fisik pada dirinya dan kemudian berusaha untuk mengatur reaksinya.
Misalnya seseorang penderita migrain atau sakit kepala. Dengan menggunakan biofeedback, ia bisa berusaha untuk rileks pada saat mendengar signal yang menunjukkan bahwa ada kontraksi otot atau denyutan dikepala.
Penerapan teknik ini pada pasien dengan hipertensi, aritmia jantung, epilepsy dan nyeri kepala tegangan telah memberikan hasil terapetik yang membesarkan hati tetapi tidak menyakitkan.
Teknik Relaksasi
Terapi hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil yang positif telah diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat lain dengan menggunakan meditasi transcendental. Teknik meditasi juga digunakan dalam pengobatan nyeri kepala.














Bab 5
Penutup
Kesimpulan
Secara singkat gangguan psikosomatik merupakan bentuk gangguan kesehatan yang umum dijumpai di masyarakat, tapi masih sedikit yang menyadari bahwa penyebabnya adalah masalah psikologis. Bahkan tidak banyak penderita yang berusaha menggunakan terapi psikologis untuk menyembuhkan penyakit psikosomatis.
Penyakit-penyakit psikosomatik biasanya berkaitan dengan kerja saraf otonom. Faktor budaya serta kepribadian juga memegang peranan terhadap jenis dan gejala psikosomatis yang dimunculkan.
Upaya mengangani gangguan psikosomatik secara integral perlu mulai dikembangkan penekatan medis saja tidaklah cukup bagi kesejahteraan pasien terutama dengan gangguan psikosomatik ini. Apalagi efek jangka panjang dari medikasi yang berakibat merugikan sering kali tidak diperkirakan sebelumnya. Sementara itu terapi psikologi perlu dikembangkan untuk juga bukan hanya melulu mengatasi gejala-gejala psikis saja, melainkan diperluas untuk menyentuh aspek fisik.
Saran
Tentunya, kami sebagai Mahasiswa/I menghimbau kepada seluruh masyarakat khususnya kepada keluarga yang salah satu anggotanya mempunyai gangguan psikosomatik agar diberikan dukungan secara penuh untuk dapat meringankan gangguan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dengan penuh rasa kasih sayang dan tanggung jawab.
Serta, untuk yayasan rumah sakit yang menangani pasien dengan gangguan psikosomatik tentu harus meningkatkan sumbangsih tanpa putus asa dan kualitas pelayanan yang ada demi tercapainya kesembuhan pasien.




Lampiran
Description: K:\DAHAGRAHA\DSCN4584.JPG

Description: K:\DAHAGRAHA\DSCN4731.JPG

Description: K:\DAHAGRAHA\DSCN4730.JPG
Description: K:\DAHAGRAHA\DSCN4622.JPG

Daftar Pustaka

Bartanto dan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994) hal. 256.
Hariwijaya, M. 2009. Cara Mudah Menyusun Proposal Skripsi, Tesis & Disertasi. Pararaton: Yogyakarta.
Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal Dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju.
K.H. SS. Djam’an, Islam dan Psikosomatis, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1975.
http://www.isekolah.org/file/h_1090894530.doc pada tanggal 13 April 2014 jam 18.11.
Melliong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Posda Karya, 2004), hal. 127.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar