Cari Blog Ini

Kamis, 23 April 2015

psikoterapi artikel 6 pertemuan 2





Nama  : Farid Hikmatullah                                                    artikel 6 pertemuan 2
Kelas   : 3PA01
NPM   : 12512773


Konsep Dasar Client-Centered Therapy

 Pandangan Tentang Sifat Manusia
Pandangan ini menolak adanya kecenderungan-kecenderungan negative dasar. Sementara beberapa pendekatan beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah menjalani sosialisasi. Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia tersosialisasi dan bergerak kemuka, berjuang untuk berfngsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya. Konsep dasar dari client-centered therapy adalah bahwa inidividu memiliki kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies) yang berfungsi satu sama lain dalam sebuah organisme.
Para terapis lebih terfokus pada “potensi apa yang dapat dimanfaatkan”. Pendekatan ini difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menyadari kenyataan secara penuh. Klien, sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
Didalam terapi, terdapat dua kondisi inti: congruence dan unconditional positive regard. Congruence merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan menggiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut. Unconditional positive regard adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan. Model client-centered menolak konsep yang memandang terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karena itu, terapi client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat putusan-putusan.
Rogers mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu pada pihak terapis(ketulusan, kehangatan, penerimaan yang nonposesif, dan empati yang akurat) yang membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dan memadai bagi keefektifan terapeutik pada klien. Terapi client-centerd memasukkan konsep bahwa fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini-dan-sekarang yang tercipta melalui hubungan antara klien dan terapis.
Di samping itu , terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri. Locus of evaluation merujuk dari sudut pandang mana klien menilai diri. Orang yang bermasalah akan terlalu menilai diri mereka berdasar persepsi orang lain (eksternal). Experiencing, adalah proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan terbatas menjadi lebih terbuka.
Ada beberapa konsep-konsep kepribadian yang dikemukakan Rogers, yaitu:
1.      pengalaman, yakni alam subjektif dari individual, di mana hanya indidivu spesifik yang benar-benar memahami alam subjektif dirinya sendiri;
2.      realitas, yaitu persepsi individual terhadap lingkungan sekitarnya yang subjektif, di mana perubahan terhadap persepsi akan memengaruhi pandangan individu terhadap dirinya;
3.      kecenderungan individu untuk bereaksi sebagai keseluruhan yang beraturan (organized whole), di mana individu cenderung bereaksi terhadap apa yang penting bagi mereka (skala prioritas);
4.      kecenderungan individu untuk melakukan aktualisasi, di mana individu pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk menunjukkan potensi diri mereka, bahkan meskipun apa yang mereka lakukan (dan pikirkan) irasional;
5.      kerangka acuan internal yakni bagaimana individu memandang dunia dengan cara unik mereka sendiri;
6.      self atau diri, yakni bagaimana individu memandang secara keseluruhan hubungan  aku (I) dan diriku (me), dan bagaimana hubungan keduanya dengan lingkungan; 
7.      simbolisasi, di mana individu menjadi sadar dengan pengalamannya, dan simbolisasi itu seringkali muncul secara konsisten dengan konsep diri;
8.      penyesuaian psikologis, di mana keberadaan congruence antara konsep diri dan persepsi individu akan menjadikan individu dapat melakukan penyesuaian psikologis (dan sebaliknya);
9.      proses penilaian organis, di mana individu membuat penilaian pribadi berdasarkan nilai yang dianutnya; dan
10.  orang yang berfungsi sepenuhnya, di mana orang-orang seperti ini adalah mereka yang mampu merasakan pengalamannya, terbuka terhadap pengalaman, dan tidak takut akan apa yang mereka sedang dan mungkin alami.

Munculnya Gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.

 Tujuan Person-Centered Therapy
Pada terapi ini Rogers tidak mengkhususkan tujuan untuk satu pemecahan masalah. Tapi untuk membantu klien dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mereka, sehingga klien dapat lebih baik dalam memahami, menerima serta mengatasi masalah mereka saat ini dan masa depan. Tidak ditetapkan tujuan khusus dalam terapi ini, sebab terapis digambarkan memiliki kepercayaan penuh pada klien untuk menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari dirinya sendiri. Bagi Rogers pada dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang utuh (fully functioning person), yaitu pribadi yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya. Tujuan dasar terapi ini kemudian diklasifikasikan kedalam 4 konsep inti tujuan terapi, yaitu;
a.    Keterbukaan pada pengalaman
Klien diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi keberagaman makna dirinya.
b.    Kepercayaan pada organisme sendiri
Dalam hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
c.    Tempat evaluasi internal
Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d.    Kesediaan untuk menjadi satu proses.
Dalam hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
Peranan konselor dalam client-centered therapy
  • Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseling tetapi dilakukan sendiri oleh klien.
  • Arah pembicaraan ditentukan oleh klien.
  • Konselor menerima klien dengan sepenuhnya dalam keadaan apa adanya.
  • Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Menurut Carl Rogers, seorang konselor harus memiliki syarat, yaitu :
  • Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.
  • Memiliki sikap yang obyektif.
  • Menghormati kemuliaan orang lain.
  • Memahami diri sendiri.
  • Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.
  • Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.
Tahap-Tahap Person-Centered Therapy
Jika dilihat dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat dua tahap, yaitu; Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif tanpa syarat. Tahap kedua adalah tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas hubungan konseling dan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi dapat dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu;
  1. klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
  2. saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
  3. pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
  4. klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya., dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.

 DAFTAR PUSTAKA:
Abidin, Zanial, 2002. Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama.
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar



Tidak ada komentar:

Posting Komentar