Makalah Bahasa Belanda
Hukum
“Produk-produk hukum Belanda
yang masih digunakan didalam hukum Indonesia”
Disusun oleh : Kelompok
3
·
Farid Hikmatullah
·
Suroto
·
M. Salim
·
Rahmat Maulana
·
Sugiarto
·
Bella Harirah
·
Abdul Jalil
·
Ari Hermawan
Kelas : II C Ilmu Hukum
(sore)
Dosen pembimbing : R A
Ayu Diah Permatasari, M.Kn
Jakarta 2013
Kata pengantar
Puji serta syukur kehadirat tuhan yang maha esa
yang telah melimpahkan karunia dan rahmatnya kepada kami semua sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa ada hambatan.
Dalam
pembuatan makalah ini yang berjudul “produk-produk
hukum belanda yang masih digunakan didalam hukum indonesia” kami
menggunakan beberapa referensi dari media elektronik dan juga media cetak yang
tentunya isi dan mutunya dapat dipertanggung jawabkan. Tentunya, kami berharap
dengan dibuatnya makalah ini mahasiswa mampu mendalami dan juga memahami materi
pelajaran khususnya materi bahasa Belanda hukum yang berjudul produk-produk
hukum belanda yang masih digunakan didalam hukum di indonesia.
Pada
akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut membantu
dalam proses pembuatan makalah ini khususnya dari dosen pembimbing bahasa
belanda hukum. Kami sadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi terciptanya
pemahaman yang lebih mendalam terhadap makalah kami. Terima kasih
Jakarta, 13-Mei-2013
Daftar Isi
Kata
Pengantar................................... ................................................................................. 2
Daftar
Isi............................................................................................................................. 3
Bab
1
Pendahuluan........................................................................................................................ 4
Latar belakang......................................................................................................... 4
Bab
2
Pembahasan......................................................................................................................... 5
Sistem Hukum Indonesia........................................................................................ 5
Warisan Hukum Belanda........................................................................................ 8
Politik Hukum Belanda.......................................................................................... 9
Peraturan Peninggalan Hindia Belanda
Yang masih berlaku Saat ini.................... 14
Dasar Pemberlakuan KUHPerdata dan
Pidana...................................................... 15
Bab
3
Penutup............................................................................................................................... 17
Kesimpulan............................................................................................................. 17
Daftar Pustaka........................................................................................................ 18
Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang
Hukum merupakan sebagian dari kebudayaan
suatu bangsa. Secara de facto bahwa setiap bangsa mempunyai kebudayaan
sendiri dan juga mempunyai hukum sendiri yang berbeda dari kebudayaan dan hukum
bangsa lain. Perbedaan-perbedaan itulah yang menimbulkan keingintahuan untuk
mengerti dan memahami berbagai hukum yang berlaku pada suatu negara dengan
negara lain. Sudarto (dalam Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana), kemudian
menjelaskan bahwa dalam mempelajari perbandingan hukum, ada tendensi untuk
menjurus kepada pembelajaran sistem hukum asing. Setidaknya, ada tiga manfaat
dalam mempelajari sistem hukum asing itu, yaitu :
- Memberi kepuasaan bagi orang yang berhasrat ingin tahu (sifatnya pedagogis dan ilmiah).
- Memperdalam pengertian tentang pranata masyarakat dan kebudayaannya sendiri.
- Membawa sikap kritis terhadap sistem hukum sendiri.
Memang, diakui atau tidak dalam
halnya mempelajari bagaimana konteks perbandingan hukum itu jelas sekali
merupakan studi yang sangat luas dan sulit. Dikatakan seperti itu karena
aspeknya yang luas itu kerapkali merupakan sebuah pekerjaan yang tidak mudah.
Perbandingan hukum tidak hanya bergerak di bidang empiris saja, akan tetapi
juga berusaha untuk mencapai tujuan-tujuannya di bidang hukum itu sendiri, yang
menuju kepada perbandingan dan penelitian kritis bahan yang ditemukan.
Hukum di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa
lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah nusantara.
Bab 2
Pembahasan
Sistem Hukum Indonesia
Sistem hukum menurut Subekti
adalah suatu susunan atau tatanan yanng teratur, keseluruhan yang berkaitan
satu sama lain yang merupakan hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu
tujuan, yang terpola dan menurut rencana. Sedangkan menurut Mariam Darus
Badrulzaman, sistem sebagai sebuah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang
merupakan landasan dimana dibangunnya tertib hukum. Peraturan hukum di
masyarakat merupakan suatu sistem hukum karena terkait dengan sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Sistem hukum nasional dipengaruhi oleh 3 sistem hukum,
yaitu sistem hukum Adat, sistem hukum Barat, dan sistem hukum Islam.
Sebelum Belanda datang ke Indonesia,
hukum adat menjadi sumber hukum yang berlaku di masyarakat pada umumnya.
Hukum adat umumnya tidak tertulis dan berlaku sesuai norma dan
ketentuan-ketentuan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dalam menjalankan
kehidupan sehari-harinya. Hukum adat bersifat komunal, dan merupakan cermin
kehidupan suatu bangsa dari waktu ke waktu. Hukum adat di Indonesia pertama
kali diperkenalkan oleh Cornelis Snouck Hoorgronje di Indonesia dari bahasa
Belanda “Adatrecht” yang selanjutnya oleh Van Vollenhoven diberikan istilah
baru akan hukum adat tersebut yaitu ‘hukum juridis’.
Snouck dalam bukunya menuliskan
sebuah teori yang terkenal yaitu Receptie,
dimana Snouck menyebutkan bahwa orang Indonesia yang telah diterima oleh
hukum adatlah yang dapat dikenakan hukum Islam oleh Belanda pada zaman
kolonialismenya. Snouck juga menunjukkan bagaimana hukum yang berkembang di
Aceh adalah merupakan hukum adat yang mempunyai konsekuensi hukum. Hukum adat
di Indonesia adalah hukum Statutair, yaitu hukum kebiasaan yang mengandung
sebagian kecil hukum Islam. Van Vollenhoven kemudian mengelompokkan hukum di
Indonesia dalam 19 lingkaran hukum adat yang terbagi menurut letak geografis
Indonesia. Namun, hal itu berubah semenjak Belanda datang ke Indonesia dengan status kolonial.
Pada zaman penjajahan Belanda, hukum yang berlaku di Indonesia bukan hanya
hukum adat yang dipegang oleh masyarakat setempat, namun juga ditambahkan
dengan hukum yang berlaku di negeri
Belanda. Semua orang Indonesia dan orang Asia Timur lainnya yang tinggal
di Indonesia dikenakan hukum adat sedangkan bagi golongan Eropa yang tinggal
di Indonesia dikenakan hukum Belanda.
Sistem hukum Barat bersifat individualistik dan berbeda dengan hukum adat.
Pada zaman penjajahan Belanda,
hukum Barat digunakan hanya untuk masyarakat Eropa yang tinggal di Indonesia.
Contoh dari hukum Belanda ini adalah hukum privat atau hukum perdata di
Indonesia atau Burgerlijk Wetboek. Berlakunya BW (singkatan Burgerlijk
Wetboek) di Indonesia ini tercantum dalam pasal 131 IS yang menyatakan bahwa
bagi setiap orang Belanda/Eropa yang menetap di Indonesia akan diberlakukan
hukum perdata dari Belanda. Untuk hukum Pidana, pada masa penjajahan Belanda,
terdapat 2 hukum pidana yang diterapkan oleh Belanda. Yaitu hukum pidana bagi
orang-orang Eropa (Wetboek Van Strafrecht Voor Europeanen) yang diterapkan
mulai 1 Januari 1867, dan (Wetboek Van Strafrecht Voor Inlander) yang mulai
berlaku sejak 1 Januari 1873. Terdapat perbedaan dalam dua hukum pidana ini.
Hukum pidana untuk orang-orang Eropa mempunyai ancaman pidana yang lebih
ringan dari hukuman untuk orang-orang pribumi/inlanders pada masa itu. Pada
masa pendudukan Jepang, hukum perdata Belanda ini masih digunakan karena
Jepang sendiri hanya berada di Indonesia selama 3 tahun.
Hukum Islam di Indonesia ada semenjak sebelum Belanda hadir di Indonesia dengan bukti adanya kerajaan Islam
besar Samudra Pasai dengan ahli agama Islam Sultan Malikul Zahir.
Selain itu masih banyak kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang menggunakan
hukum Islam ketika penjajah datang ke Indonesia. Contohnya adalah perlawanan
pasukan pangeran Dipenogoro kepada Belanda yang dimaksudkan untuk
mempertahankan hukum Islam di wilayahnya. Hal ini didukung oleh teori
Receptio in Complexu yang ditemukan oleh pemikir-pemikir Belanda seperti
Carel Frederik Winter dkk, yang menyatakan bahwa dalam setiap kehidupan
penduduk, berlaku hukum agama mereka masing-masing, hingga akhirnya teradapat
teori eksistensi yang menjelaskan posisi hukum Islam didalam hukum nasional
Indonesia.
Dari ketiga sistem hukum diatas, dapat dilihat bahwa ketiganya mempengaruhi
sistem hukum nasional Indonesia semenjak kemeredekaannya dalam UUD 1945
hingga kini. Hukum adat mempengaruhi hukum nasional dalam ketatanegaraan,
hukum adat mengenai warga (perwalian sanak, tanah, perhutangan dkk) dan hukum
adat mengenai delik atau pidana. Sedangkan hukum Barat peninggalan kolonial
sangat berpengaruh besar dalam hukum tertulis nasional Indonesia semenjak
kemerdekaannya. Terutama dalam hukum perdata yang hingga saat ini masih
menggunakan BW peninggalan Belanda dan diatur dalam Aturan peralihan
Undang-Undang Dasar 1945. Hukum Islam juga berlaku di Indonesia dimana tidak
bisa dipungkiri keberadaannya. Karena hukum nasional Indonesia sendiri sangat
kental kaitannya dengan kaidah-kaidah Islam yang bersumber kepada Al-Quran,
Al Hadist, Ijmadan Qiyas serta mengenal sistem wajib, sunnah, haram, mubah
dan makruh.
Ketiga elemen sistem hukum tersebut kemudian membentuk sistem hukum nasional
Indonesia yang berlaku di Indonesia hingga saat ini atau Ius Constitutum. Ius
constitutum sendiri merupakan hukum positif yang berlaku pada waktu tertentu
dan wilayah tertentu. Hukum positif Indonesia terdiri dari hukum tertulis dan
hukum tidak tertulis.
Menurut TAP MPR RI No.III/MPR/2000, sumber hukum nasional adalah Pancasila
dan tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia antara lain
UUD 1945, TAP MPR RI, UU yang dibentuk oleh DPR, Peraturan Pemerintah
penganti Undang-Undang (perpu), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan
Peraturan Daerah. Namun, hal ini direvisi oleh UU No. 10 Tahun 2004 dimana
susunan Hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia menjadi UUD 1945,
Undang-undang/ Peraturan pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Sumber hukum formal di Indonesia pun dapat dibedakan menjadi 5 sumber utama,
yaitu Undang-undang (Statute), Kebiasaan & Adat (Custom), Traktat
(Treaty), Yurisprudensi (Case Law, Judge Made Law), dan Pendapat ahli
terkenal (Doctrine).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem hukum yang ada di Indonesia
dipengaruhi oleh 3 sistem hukum besar yaitu sistem hukum adat yang merupakan
cerminan asli rakyat Indonesia, sistem hukum barat yang merupakan peninggalan
Belanda dan penjajah yang masih digunakan hingga saat ini didalam hukum
Indonesia, dan sistem hukum Islam yang pengaruhnya amat besar dalam sistem
hukum nasional Indonesia dan tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari hukum
nasional Indonesia saat ini.
Warisan Hukum Belanda
Yang
menjadi pokok peraturan pada zaman Hindia belanda adalah:
1.
Algemene Bepalingen van Wetgeving
voor Indonesia (A.B)
Peraturan
ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Stb 1847 No. 23.
Dalam masa berlakunya AB terdapat beberapa peraturan lain yang juga
diberlakukan antara lain:
·
Reglement of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau peraturan organisasi
Pengadilan.
·
Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang
Hukum Sipil/Perdata (KUHS/KUHP).
·
Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD)
·
Reglement op de Burgerlijke Rechhtsvordering (RV) atau peraturan tentang
Acara Perdata.
Semua
peraturan itu diundangkan berlaku di Hindia Belnda sejak tanggal 1 Mei 1845
melalui Stb 1847 No. 23.
2.
Regering Reglement (R.R.), diundangkan pada tanggal 2 September 1854, yang termuat
dalam Stb 1854 No. 2. Dalam masa berlakunya R.R. selain tetap memberlakukan
peraturan perundang-undangan yang ada juga memberlakukan Wetboek van
Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3.
Indische Staatsregeling (I.S.), atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pengganti dari R.R Sejak tanggal 23 Juli 1925 R.R. diubah menjadi I.S. yang
termuat dalam Stb 1925 No. 415, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Janiari
1926.
|
Politik Hukum Belanda
Berlakunya hukum dalam suatu negara ditentukan oleh
Politik hukum negara yang bersangkutan, disamping kesadaran hukum masyarakat
dalam negara itu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan politik hukum
hendaknya perlu diketahui terlebih dahulu arti Politik Hukum. Arti Politik
Hukum adalah Suatu jalan (kemungkinan) untuk memberikan wujud sebenarnya
kepada yang dicita-citakan. Dapat pula dilihat pendapat Padmo Wahyono
bahwa Politik Hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk dan
isi hukum yang akan dibentuk.
Oleh karena itu berdasarkan pengertian tersebut, suatu
politik hukum memiliki tugasnya meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha
membuat suatu ius constituendum menjadi ius constitutum atau
sebagai penganti ius constitutum yang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan politik hukum berbeda artinya dengn
ilmu politik, sebab ilmu politik memiliki pengertian menyelidiki sampai
seberapa jauh batas realisasi yang dapat melaksanakan cita-cita sosial dan
kemungkinan apa yang dapat dipakai untuk mancapai suatu pelaksanaan yang baik
dari cita-cita social itu.
Politik hukum suatu negara biasanya dicantumkan dalam
Undang- Undang Dasarnya tetapi dapat pula diatur dalam peraturan-peraturan
lainnya. Politik Hukum dilaksanakan melalui dua segi, yaitu dengan bentuk
hukum dan corak hukum tertentu.
Bentuk
hukum itu dapat:
·
Tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang ditulis dalam
suatu Undang-Undang dan berlaku sebagai hukum positif. Dalam bentuk tertulis
ada dua macam yaitu:
·
Kodifikasi ialah disusunnya ketentuan-ketentuan hukum
dalam sebuah kitab secara sistematik dan teratur.
·
Tidak dikodifikasikan ialah sebagai undang-undang saja.
·
Tidak tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang berlaku
sebagai hukum yang semula merupakan kebiasaan-kebiasaan dan hukum kebiasaan.
Corak hukum dapat ditempuh dengan:
·
Unifikasi yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap
orang dalam kesatuan kelompok sosial atau suatu negara.
·
Dualistis yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua
kelompok sosial yang berbeda didalam kesatuan kelompok sosial atau suatu
negara.
·
Pluralistis yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum
bagi kelompok-kelompok sosial yang berbeda di dalam kesatuan kelompok sosial
atau suatu negara.
Di atas telah dijelaskan arti, bentuk, dan corak politik
hukum, berikut ini dibahas Politik Hukum bangsa Indonesia. Keberadaan Hukum
di Indonesia sebagaimana telah dijelaskan diatas sangatlah dipengaruhi oleh
keberadaan sejarah hukum. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya undang-undang
yang dibuat jaman Hindia Belanda
sampai sekarang masih berlaku. Selain itu, masuknya hukum Islam juga
mempengaruhi hukum di Indonesia, sebagian permasalahan-permasalahan perdata
masih menggunakan hukum Islam. Oleh karen itu, perlu diketahui terlebih
dahulu bagaimana politik Hukum Hindia Belanda sehingga dapat memahami
bagaimana Politik Hukum Indonesia. Keberadaan
Politik hukum Hindia Belanda dapat dilihat berdasarkan berlakunya 3 pokok
peraturan Belanda (sebagaimana dijelaskan diatas) yaitu masa berlakunya AB,
RR dan IS.
1. Masa Algemene
Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (A.B)
Pada
masa berlakunya AB politik hukum Pemerinthan penjajahan Hindia belanda dapat
dilihat dalam pembagian golongan dan berlakunya hukum bagi masing-masing
golongan tersebut. Pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Pasal 5 AB membagi
kedalam dua golongan, pasal ini menyatakan bahwa penduduk Hindia Belanda di
bedakan kedalam Golongan Eropa (berserta mereka yang dipersamakan) dan
Golongan Pribumi (berserta mereka yang dipersamakan dengannya).
Sedangkan
hukum yang berlaku bagi masing-asing golongan tersebut diatur didalam Pasal 9
AB dan Pasal 11 AB. Adapun yang diatur didalam kedua pasal tersebut adalah
(dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi
pasal tersebut):
Pasal
9 AB
“Menyatakan
bahwa Kitab Undang-Undang Hukum perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum dagang
(yang diberlakukan di hindia belanda) hanya akan berlaku untuk orang Eropa
dan bagi mereka yang dipersamakan dengannya”.
Pasal
11 AB
“Menyatakan
bahwa untuk golongan penduduk pribumi oleh hakim akan diterapkan hukum agama,
pranata-pranata dan kebiasaan orang-orang pribumi itu sendiri, sejauh hukum,
pranata dan kebiasaan itu tidak berlawanan dengan asas-asas kepantasan dan
keadilan yang diakui umum dan pula apabila terhadap orang-orang pribumi itu
sendiri ditetapkan berlakunya hukum eropa atau orang pribumi yang
bersangkutan telah menundukan diri pada hukum eropa”.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka pemerintah
penjajahan Belanda melaksanakan politik hukumnya dengan bentuk hukum tertulis
dan tidak tertulis. Bentuk hukum perdata tertulis ada yang dikodifikasikan
dan terdapat di dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van
Koophandel (WvK); yang tidak dikodifikasikan terdapat di dalam
undang-undang dan peraturan lainnya yang dibuat sengaja untuk itu. Sedangkan
yang tidak tertulis, yaitu hukum perdata Adat dan berlaku bagi setiap orang
di luar golongan Eropa. Corak hukumnya dilaksanakan dengan dualistis, yaitu
satu sistem hukum perdata yang berlaku bagi golongan Eropa dan satu sistem
hukum perdata lain yang berlaku bagi golongan Indonesia.
Membedakan golongan untuk memberlakukan hukum
perdataberdasarkan sistem hukum dari masing-masing golongan menurut pasal 11
AB itu sangat sulit dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan tidak adanya
asas pembedaan yang tegas walaupun ada ketentuan pembagian golongan berdasarkan
pasal 5. Dalam pasal 5 hanya menyatakan orang Eropa, orang Bumiputra, orang
yang disamakan dengan orang Eropa dan orang yang disamakan dengan orang
Bumiputra.
Pembagian golongan menurut pasal 5 hanya berdasarkan
kepada perbedaan agama, yaitu yang beragama Kristen selain orang Eropa
disamakan dengan orang Eropa dan yang tidak beragama Kristen disamakan dengan
orang Indonesia. Karena itu dapat dikatakan bahwa bagi setiap orang yang
beragama Kristen yang bukan orang Eropa kedudukan golongannya sama dengan
orang Eropa, berarti bagi orang Indonesia Kristen termasuk orang yang
disamakan dengan orang Eropa. Hal ini tentunya berlaku juga bagi orangorang
Cina, Arab, India dan orang-orang lainnya yang beragama Kristen disamakan
dengan orang Eropa. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beragama Kristen
selain orang Indonesia dipersamakan kedudukannya dengan orang bumiputra.
Tetapi
karena pasal 10 AB memberikan wewenang kepada GubernurJenderal untuk
menetapkan peraturan pengecualian bagi orang Indonesia Kristen, maka melalui
S. 1848: 10, pasal 3 nya Gubernur Jenderal menetapkan bahwa “orang Indonesia
Kristen dalam lapangan hukum sipil dan hukurn dagang juga mengenai
perundang-undangan pidana dan peradilan pada umumnya tetap dalam kedudukan
hukumnya yang lama”. Dengan demikian berarti bahwa bagi orang Indonesia
Kristen tetap termasuk golongan orang bumiputra dan tidak dipersamakan dengan
orang Eropa.
2. Masa Regering
Reglement (R.R.)
Politik
hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang pelaksanaan tata hukum
pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan dalam pasal 75 RR yang pada
asasnya seperti tertera dalam pasal 11 AB. Sedangkan pembagian penghuninya
tetap dalam dua golongan, hanya saja tidak berdasarkan perbedaan agama lagi
melainkan atas kedudukan “yang menjajah” dan “yang dijajah” Dan ketentuan
terhadap pembagian golongan ini dicantumkan dalam pasal 109 Regerings
Reglement. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah
ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal
tersebut):
Pasal
109 RR
“Pada
pokoknya sama dengan Pasal 5 AB tetapi orang Pribumi yang beragama Kristen
tetap dianggap orang pribumi dan bagi orang Tionghoa, Arab serta India dipersamakan
dengan Bumi Putera”.
Pasal
75 RR
“Menyatakan
tetap memberlakukan hukum eropa bagi orang eropa dan hukum adat bagi golongan
lainnya”.
Pada
tahun 1920 RR itu mengalami perubahan terhadap beberapa pasal tertentu dan
kemudian setelah diubah dikenal dengar sebutan RR (baru) dan berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1920 sampai 1926. Karena itu selama berlakunya dari tahun
1855 sampai 1926 dinamakan Masa Regerings Reglement.
Sedangkan
politik hukum dalam pasal 75 RR (baru) mengalami perubahan asas terhadap
penentuan penghuni menjadi “pendatang” dan “yang didatangi”. Sedangkan
penggolongannya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa, Indonesia
dan Timur Asing.
3. Masa Indische
Staatsregeling (I.S.)
Berlakunya
IS dengan sendirinya telah menghapus berlakunya RR. Politik Hukum
Pemerintahan hindia belanda pasa saat berlakunya IS dapat dilihat dalam Pasal
163 IS dan 131 IS. pada Pasal 163 IS mengatur pembagian golongan, yang pada
intinya seluruh isinya dikutip dari Pasal 109 RR (baru).
Sedangakan
Pasal 131 IS mengatur hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan
tersebut. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini
bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut):
Pasal
163 IS
Penduduk
Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan, yakni :
1. Golongan Eropa
2. Golongan Bumi Putera
3. Golongan Timur Asing.
Pasal
131 IS meyatakan beberapa hal yakni :
1. Menghendaki supaya hukum itu
ditulis tetap di dalam ordonansi.
2. Memberlakukan hukum belanda bagi
warga negara belanda yang tinggal di hindia belanda berdasarkan asas
konkordansi.
3. Membuka kemungkinan untuk
unifikasi hukum yakni menghendaki penundukan bagi golongan bumiputra dan
timur asing untuk tunduk kepada hukum Eropa.
4. Memberlakukan dan menghormati
hukum adat bagi golongan bumi putera apabila masyarakat menghendaki demikian.
Pembagian
golongan penghuni berdasarkan Pasal 163 IS sebenarnya untuk menentukan
sistem-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 131 IS.
Peraturan/Produk Peninggalan Hindia Belanda yang masih berlaku saat ini adalah :
Keempat
jenis peraturan perundang-undangan jaman Hindia Belanda ini masih berlaku
berdasarkan ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 (sebelum
perubahan) yang berbunyi :
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Dasar Pemberlakuan KUHPerdata dan Pidana
Hukum Perdata
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2
aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang
Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata
Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk
Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut
berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai
Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang
Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
Hukum Pidana
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun
1945,untuk mengisi kekosongan hukum pidana yang diberlakukan di
Indonesia maka dengan dasar Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, WvSNI
tetap diberlakukan. Pemberlakuan WvSNI menjadi hukum pidana Indonesia ini
menggunakan Undang-undang No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Indonesia.
Dalam pasal VI Undang-undang No 1 Tahun 1946 disebutkan
bahwa nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie diubah
menjadi Wetboek van Strafrecht dan dapat disebut “Kitab
Undang-undang Hukum Pidana”. Disamping itu, undang-undang ini juga tidak
memberlakukan kembali peraturan-peraturan pidana yang dikeluarkan sejak
tanggal 8 Maret 1942,baik yang dikeluarkan oleh pemerintah jepang maupun oleh
panglima tertinggi Bala tentara Hindia Belanda.
Oleh karena perjuangan Bangsa Indonesia belum selesai pada
Tahun 1946 dan muncullah dualisme KUHP setelah tahun tersebut maka pada tahun
1958 dikeluarkan Undang-undang No 73 Tahun 1958 yang memberlakukan
Undang-undang No 1 Tahun 1946 bagi seluruh wilayah Republik Indonesia.
Bab 3
Penutup
Kesimpulan
Setidaknya, ada substansi positif dalam
relasi antara Belanda dengan Indonesia yang tidak selalu dilihat dari sisi
negatifnya saja. Adalah sistem pendidikan lokal termasuk sistem dan
pendidikan hukumnya di negara kita telah mengalami reformasi dalam hal
perbandingan dan pembaharuan sebagai akibat dari interaksi bangsa ini dengan
sistem kolonial Belanda. Di sini juga, hendaknya perspektif mengenai istilah
“penjajah” jangan hanya berkutat di situ saja (level penyebutan) walau
kenyataannya bisa saja seperti itu. Mereka sebetulnya beragam.. Kita tentunya
ini harus bisa melihatnya secara komphrensif. Mungkin inilah yang disebut
modernisasi perkembangan zaman dalam dunia ilmu pengetahuan khususnya
pendidikan dan hukumnya dewasa ini. Mari kita terus mengenal dan mencoba
membandingkan sistemnya antara satu negara dengan negara yang lain dengan
lebih bijak tanpa harus terus-terusan menjustifikasinya secara negatif.
Daftar Pustaka
Sumber referensi literatur :
Referensi internet :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar